Musim masuk sekolah menjadikan aku cukup sibuk sebagai seorang ayah, bangun harus pagi dan tentunya mengantar sekolah anak pertamaku.
Namaku Niko dan sudah menikah dengan seorang wanita yang kini menjadi istriku yaitu Layla, kami sudah menikah sekitar 7 tahun dan dikaruniai 2 orang anak laki-laki.
Seperti biasanya aku hanya mengantar anakku untuk berangkat sekolah dan langsung pergi kerja tanpa mengetahui guru atau orang-orang dari komite sekolah.
Satu hari istriku tidak bisa menjemput Dika yaitu anakku, apalagi hari itu aku sengaja mengambil cuti tahunan yang masih tersisa.
Pukul 10.30 anakku baru keluar kelas dan terlihat wajah tak asing walaupun agak sedikit lupa.
"Tias?"
Wanita yang menjadi guru tersebut tiba-tiba saja menatap ke arahku.
"Niko?"
Aku tersenyum karena rupanya Tias adalah seorang guru dimana Dika bersekolah, sebelum aku pulang untuk mengantar pulang Dika, aku sempat meminta nomor teleponnya.
Di rumah aku bercerita kepada Layla kalau Tias adalah teman SD-ku dulu, sontak dia pun ikut tersenyum. Aku semakin girang saja karena Tias adalah wali kelas dari Dika.
Sudah dua bulan Dika bersekolah dan tidak ada masalah serius, kecuali setiap malam istriku cukup emosi dengan Dika yang mengerjakan PR tapi malas-malasan.
"Nik, saya mau bicara!"
Aku kaget karena tiba-tiba saja Tias memberi pesan kepadaku.
"Bicara apa?"
Lantas dia pun menjelaskan kalau Dika agak kesulitan untuk menerima pelajaran disekolah, mungkin ada baiknya kalau ikut les tambahan.
Ketika aku hendak memberi tahu Layla kalau ada masalah dengan Dika, tiba-tiba saja Tias mengkonfirmasi kalau dirinya sudah mengatakan hal yang sama kepada Layla.
"Oh, ya udah kalau gitu. Emang les dimana?"
"Aku cuma nawarin aja ya Nik, anak-anak lain sudah biasa les di rumahku."
Aku terdiam tidak membalas pesannya, aku agak curiga dengan Tias yang mungkin saja di akan memeras aku karena sakit hatinya dulu.
"Sayang, Bu Tias udah ngasih kabar kalau Dika harus les?"
"Udah di sekolah juga mas, ini aku mau nanya kamu. Takutnya biayanya gede, kan kamu tahu sendiri buat bulanan aja kita harus agak berhemat."
"Kita ambil saja, biar nanti aku yang antar jemput Dika les dirumahnya."
Rupanya perasaan curiga ku tidak berdasar sama sekali, aku merasa bodoh karena mencurigai Tias yang merupakan seorang guru.
Karena jadwal sekolah Dika full day, maka pada hari Sabtu adalah jadwal les dirumahnya Tias. Hari itu pun jadwalnya adalah jam 9 pagi sampai jam 10, kebetulan hari Sabtu aku masuk kerja jam 2 siang karena shift dua.
"Sayang aku berangkat ya buat nganterin Dika."
"Iya mas."
Pada saat mau berangkat tiba-tiba saja hujan turun cukup lama sampai bada dzuhur, aku segera kontak Tias kalau kami tidak bisa datang untuk les, tapi dia memberi tahu kalau seusai dzuhur pun masih bisa.
Jam 12 siang begitu terik akan panas matahari, aku yang belum mandi merasakan kalau aroma ketiak ku sudah tidak nyaman untuk dicium, meskipun ketika berhubungan intim dengan Layla adalah kesukaannya dengan bau seperti ini.
"Assalamualaikum."
Aku ketuk pintu rumahnya Tias dan tak lama berselang keluar seorang wanita cantik yang pernah mengisi hatiku.
"Waalikum salam, ayo masuk."
"Tias, aku langsung pulang ya soalnya mau kerja."
"Gak kangen suasana rumah ini?"
Pertanyaan Tias membuat aku menelan ludah, karena jujur saja melihat sofa di area ruang tamu aku teringat ketika bercumbu mesra bersamanya, aku ingat bagaimana bibir kamu menyatu penuh nafsu, bagaimana tanganku dibiarkan untuk bermain pada area gunung kembar miliknya.
"Gak enak Tias, nanti suami kamu nyangkanya yang bukan-bukan."
"Suami dari mana?"
Hah, aku sempat berpikir kalau Tias masih gadis dengan usia saya ini. Sampai terlihat seorang anak perempuan satu untuk dengan Dika keluar dari rumahnya, oh ya aku mengantarkan Dika dengan menggunakan sepeda motor.
"Udah ayo masuk dulu, minum dulu kek! Kamu masuk kerja jam 2 siang kan? Masih lama, lagian aku tahu kamu kerja dimana."
Dika dan anaknya Tias berada diruang tengah untuk memulai les tambahan, aku pikir satu jam tak akan lama untuk menunggunya.
Aku sandarkan tubuhku pada sofa tempat dulu aku dan Tias memadu kasih, aku buka jaket parasut sontak membuat aroma ketiak ku menyeruak ke seluruh ruangan.
"Keteknya masih bau kaya dulu ya."
"Eh Tias."
Aku kaget karena Tias tiba-tiba datang dengan membawa satu cangkir minuman sirup berwarna hijau.
"Kamu masih ingat terus baunya."
"Gimana mau lupa, kan dulu kamu sering nginap disini terus kita..."
Aku hentikan perkataannya dengan menutup mulutnya dengan satu jari telunjukku.
"Tias, aku minta maaf karena dulu kita melakukannya dan aku tidak bertanggungjawab."
Sampai tiba-tiba saja dia memegang tangan dan menuntunku untuk masuk ke kamarnya, aku merasa terhipnotis dengan apa yang dilakukan oleh Tias.
Terlihat Dika dan anaknya Tias begitu serius dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh Tias.
"Tias, kamu mau apa?"
Tanpa basa-basi Tias dengan frontal mengajakku untuk bersetubuh pada siang itu.
"Ayo Nik, jujur aku gak tahan sama bau ketek kamu. Dulu kita sering melakukannya, masa sekarang kamu gak mau."
Aku kaget bukan main saat dia membuka baju yang aku pakai, hidungnya langsung menyusuri ketiak kananku yang sudah basah, sementara tangan kirinya terus meremasi penisku.
"Tias, aku gak tahan."
Akhirnya aku gagahi Tias begitu perkasa, sperma yang aku simpan untuk tempur nanti malam bersama Layla telah sirna. Aku semprotkan semuanya pada lubang vagina Tias yang begitu menggoda, tentu saja usai bercinta aku menyesal buka main. Jutaan sperma telah ada pad rahim Tias, waktu pun sudah menunjukkan pukul 13.15 sehingga aku bergegas untuk pulang dan kerja.
"Papah udah ngapain?"
Aku kaget karena Dika sudah menungguku di ruang tengah, pada saat itu aku sedang membetulkan resleting karena sudah bercinta dengan Tias.
"Papah udah olah raga, nanti ada hasilnya. Dika pasti senang deh."
Gila, aku tidak menyangka kalau Tias berkata seperti itu kepada Dika. Buru-buru aku ajak Dika pulang karena bisa-bisa Layla curiga aku baru pulang terlalu lama.
Satu tahun sudah berlalu dengan kemajuan Dika yang semakin pesat karena les tambahan dari Tias.
"Gimana Dika sekarang?"
"Udah pintar sekarang mas, anak satunya gak ditanyain?"
Aku tatap bayi kecil yang baru berumur 3 bulan hasil perselingkuhan aku dengan Tias, aku mengawini Tias karena telah hamil anakku.
Jujur saja usai kejadian itu aku tidak dapat menahan birahiku untuk kembali memadu kasih dengannya, karena pada saat putus dulu kami tidak direstui oleh orang tua kami.
Hingga akhirnya dia hamil, satu sekolah gempar dengan hamilnya Tias. Tapi Tias dengan dinginnya memberi kabar kalau dirinya telah menikah dengan seseorang, pqra guru pun tidak terlalu ambil pusing dengan hamilnya Tias kalau ada bapaknya.
Tias pun mendesakku untuk menikahinya walaupun secara agama saja, permainan kucing-kucingan pun aku lakukan demi tidak ketahuan oleh istriku.
Sungguh aku tidak menyangka ketika menjadi suaminya Tias, aku benar-benar menjadi suami siaga sampai lahirnya anak hubungan gelap kami.
Entah sampai kapam aku harus main kucing-kucingan seperti ini, mungkin untuk ekonomi jelas Tias tidak ambil pusing dengan nafkah yang aku kasih seadanya, baginya memilih aku adalah satu kecukupan.
Tapi disisi rasa jelas aku lebih besar kepada Layla istriku yang sah, tapi aku sudah punya darah daging dari hubungan gelap bersama Tias.
Tamat.