webnovel

Chapter 2 Part 3: I Flag, You Flag, Everybody Flag!

Kerajaan Adela. 497 A.H.

"Perhatian kepada para penumpang, kami memiliki sedikit kendala yang membuat kita tidak dapat berhenti di pulau selanjutnya. Aku selaku kapten kapal ini meminta maaf sebesar-besarnya sebagai perwakilan pengurus kapal atas ketidaknyamanan ini."

Klein memandang kapten kapal yang keluar dari dek-nya mengeluarkan pengumuman dengan mata kosong, sementara penumpang yang lain menunjukkan ketidaksenangan mereka.

Sungguh, betapa anehnya dunia ini… kita punya ponsel, pistol, dan bahkan pesawat, tapi kenapa tidak ada kapal mekanis?!

"Sungguh… seberapa melorot pemahaman mereka akan kendaraan laut…?" Klein mengerutkan keningnya dan bergumam rendah, serendah mungkin sampai tidak ada yang mendengarnya. Lagipula, jika seseorang mendengar, dia akan dihakimi oleh semua orang di tempat.

Dunia mengatakan tempat ini adalah yang terbaik dalam pengurusan armada lautnya– tapi kenapa kapal komersialnya masih ampas dengan layar? Klein benar-benar tidak mengerti. Ada banyak sihir dan teknologi yang bisa digunakan untuk meningkatkan kapal hingga ke level yang sama dengan bumi zaman modern. "…Tapi kenapa mereka tidak memakainya?"

Klein memijat pelipisnya saat merasakan betapa lambatnya kapal yang dia tumpangi saat ini. Mau bagaimana lagi, dia bukan memesan kelas bisnis atau semacamnya. Dia hanya ingin kendaraan yang cepat dan tidak lelet, apalagi ini adalah pengalaman pertamanya naik kapal laut besar…

'Kalau saja ada kejadian seperti monster ikan datang, lalu ada yang melawan lalu dijadikan tukang menarik kapal akan sangat membantu sekali…'

Mau bagaimana lagi, tidak mungkin akan terjadi sesuatu seperti itu hanya karena Klein memikirkannya. Lagipula dia takut untuk bermain-main dengan Murphy saat mencoba menggunakan sihir untuk pendorong kapal.

Walaupun, kalau saja dia tahu…

"Hati-hati!!!"

Mendengar peringatan itu, Klein secara refleks mengeratkan genggamannya pada kapal saat merasakan pijakannya bergelombang dengan kuat. Seolah-olah sesuatu yang besar telah menyenggol lambung kapal tempatnya berada saat ini.

"Apa itu?!" Seseorang berseru saat dia menghadap ke arah barat.

"Itu bajak laut!!!" Orang lain berteriak saat dia melihat sebuah kapal dengan meriam di sisi-sisinya mengeluarkan asap– tanda bahwa itu baru saja digunakan untuk menembak.

Dan kali ini, tembakan lain—yang berasal dari moncong meriam yang berbeda—dari kapal bajak laut melesat dengan keras menuju ke arah kapal mereka. Itu melambung tinggi, mengarah tepat ke dek kapal yang digunakan sebagai pijakan bagi para penumpang sipil.

"Itu bergerak dengan cepat!!!"

"AHHH!! KITA MATI!! KITA MATI!!"

"Mama!!! Aku belum sukses!!"

Klein ikut tersentak melihat peluru yang melesat, tapi dia menenangkan dirinya dengan cepat. Tidak ada orang lain yang bisa menghentikan peluru dengan massa dan energi potensial sekuat itu hanya dengan sihir perisai sederhana, apalagi kapal mereka terbuat dari kayu– otomatis tenggelam jika itu mengenai mereka.

Dengan sihir yang dikeluarkan dengan cepat, dia menguatkan pijakan kakinya, sebelum dia mengangkat tangan kirinya untuk menyentuh kepalanya sementara tangan kanannya ke depan, sejajar dengan bahunya.

Dunia melambat di dalam persepsinya saat riak listrik muncul dari tangan kirinya. Memanfaatkan akselerasi pemrosesan informasi di dalam otaknya, Klein memulai perhitungan dan mengaktifkan sihir tepat di jalur yang akan dilalui oleh bola meriam, menghalau jalurnya dan membelokkannya.

Nafasnya tercekat saat melihat peluru besi meriam yang terpental dari kapalnya. Jantungnya berdegup kencang dalam dunia yang melambat saat matanya mengikuti peluru hitam meriam yang melayang melewati tiang layar tanpa menyentuhnya, sebelum terjatuh ke dalam laut dan menyebabkan ombak air yang lumayan kuat untuk menggoyangkan kapal.

"…"

"…"

Semua penumpang lainnya terdiam, sebelum bersorak senang karena tidak mati digeprek seperti keturunan Zeppelin tertentu.

"Yeaahhh!!"

"Oh! Terima kasih Prometheia!"

"Ya dewi… apakah ini adalah karma…?"

Klein menyenderkan punggungnya ke kotak kayu manapun yang bisa dia temukan dan menghela napas lega. Dia memijat kepalanya yang berdenyut-denyut karena aktivitas otak yang berlebihan dalam waktu yang tiba-tiba. "Sialan… siapa yang bilang memakai akselerasi pemrosesan informasi di otak sangat menguntungkan? Itu benar-benar membuat kepalaku sakit parah sialan!"

Itu adalah salahnya. Klein menyadari itu. Otaknya yang bekerja secara normal tiba-tiba saja dipaksa bekerja antara empat sampai lima kali lipat lebih banyak akan membuatnya tegang karena belum beradaptasi. Itu terlalu berbahaya jika digunakan di dalam pertempuran. Antara mati karena otak yang tergoreng, atau karena efek samping setelahnya yang membuatnya tidak bisa berpikir jernih.

'Aku harus membuat sihir pemulihan… atau aku akan mati karena kejang otot.' Klein menghela napas panjang. Dia segera bangkit karena ini belum selesai.

Dia menoleh ke arah bajak laut yang menyerang mereka menggunakan meriam. Dia hanya melontarkan satu kata melihat penyerang kapal yang dia tumpangi: "Apa?"

Kapal itu sudah tidak utuh seperti sebelumnya dan disamping kapal itu ada kapal lain dengan layar putih dan lambang kerajaan Adela. Jika dia tidak salah, itu adalah…

"Itu Laksamana Agung Marina!" Seorang penumpang berseru melihat kapal dengan layar dengan lambang kerajaan Adela.

"Jadi itu kapal legendaris Laksamana Marina…"

Jadi begitu…

"Haaah…"

Klein menghela napas sekali lagi. Sepertinya dia beruntung karena sudah ada yang mengurus kapal perompak itu, jadi dia tidak perlu bekerja tanpa dibayar. Apalagi, itu oleh seorang pahlawan negeri Adela.

Dia tidak akan berharap tentang apapun lagi. Karena menurut insting bertahan hidup primordial seorang manusia, jika dia berharap sesuatu telah terjadi dan akan terjadi lagi.

***

Terima kasih kepada siapapun itu, Klein bisa mencapai daratan dengan selamat tanpa masalah kali ini. Yah… dia benar-benar butuh istirahat karena kepalanya masih sangat sakit, walaupun itu cukup mereda daripada sebelumnya.

"Tolong tunggu sebentar."

Klein mendengar suara seseorang dari belakang dengan cukup jelas diantara banyak kerumunan orang. Itu tidak aneh, bisa saja itu benar, bisa saja itu salah. Lagipula, tidak mungkin tujuannya adalah dia, karena ini adalah pertama kalinya Klein mendengar intonasi suara yang seperti itu. Jadi dia hanya akan mengurus kepalanya yang kacau untuk beristirahat.

Sial, dia tidak tidur di kapal karena laut memberikannya ketidaknyamanan yang kuat. Bisa saja ada monster laut atau makhluk apapun itu yang bisa melahap satu kapal seolah-olah hanya sekecil kacang.

"Tuan, tolong berhenti." Klein menolehkan wajahnya saat dia merasakan tangan kecil menggenggam bahunya dengan cukup erat, mencoba untuk menarik perhatiannya.

Mata hijau yang tenang dan tajam, memberikan kharisma seorang pemimpin yang kuat, rambut pirang yang sepinggang dan menggunakan seragam angkatan laut putih bersama mantel putih beratribut. Tidak lupa dengan pedang yang setinggi orang itu sendiri di punggungnya.

"Anda… Laksamana Agung Marina." Klein bergumam, menunjukkan keterkejutan saat dia membelalakkan matanya, sementara yang terakhir hanya menatap dengan pandangan yang tidak berubah.

Klein tidak mengerti kenapa orang seperti ini mencoba berinteraksi dengan dia, tapi satu hal yang dia tahu, dia tidak akan bisa beristirahat dalam waktu dekat.

Chương tiếp theo