Serena POV
Jantungku berdegub dua kali lebih kencang mendengar permintaan tante Anita. Bagaimana mungkin wanita cantik ini, memintaku menjadi istri kedua untuk Rangga, anak tirinya, aku mencoba menyelami mata wanita itu.
"Bagaimana Serena... kamu mau kan?" Tante Anita menuntut jawaban padaku.
Aku mengembuskan napas perlahan, kedua tanganku saling meremas untuk mengatasi rasa gugup karena tatapan intensnya.
"Maaf, tante. Aku tidak bisa," lirihku seraya menunduk. Tak mampu melihat kilat kecewa di mata wanita yang telah berjasa pada keluargaku.
Terdengar helaan napas berat dari bibir tante Anita. Wanita itu menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi dengan perlahan.
"Tolonglah, hanya kamu yang aku percaya bisa menyelamatkan reputasi keluarga Wardana."
"Tante, setelah aku sadar dari koma. Aku menyadari satu hal, menikah tidak masuk dalam rencana hidupku."
"Serena, tante mohon, pikirkan lagi. Hanya kamu yang pantas menjadi istri Rangga. Tante sudah mengenal kamu lama, jadi tante yakin kamu yang lebih pantas mendampingi anak tante."
Tante Anita memohon dengan sorot mata memelas. Dia sangat berharap aku tersentuh dan mau meluluskan permintaannya.
Namun, lagi-lagi aku menggelengkan kepala, membuatnya semakin putus asa. Dia bangkit dan meraih tas selempang yang diletakkan di atas meja. Dia melangkah menuju pintu keluar dengan langkah berdentum. Akan tetapi, sebelum tubuhnya menghilang dari balik pintu, dia berhenti tanpa berbalik.
"Tante kecewa sama kamu. Sekian lama tante membantu keluargamu. Memberikan hubungan seperti keluarga sedarah, berharap suatu hari nanti saat tante butuh bantuan, kamu membalasnya."
Aku bangkit dari tempat dia duduk, lalu berjalan perlahan mendekati tante Anita. "Jadi, tante tidak ikhlas membantu keluargaku selama ini...?" tanyaku dengan suara bergetar.
Tante Anita berbalik, hingga kedua manik mata kami bertemu. "Tante ikhlas. Akan tetapi, tante juga mengharapkan keikhlasanmu untuk membantu tante. Tante sangat mencintai Rama. Tante tidak rela jika melihat pria yang tante cintai bersedih karena harus terus memikirkan nasib perusahaan keluarga dan anak-anaknya, tante tidak mau mengambil resiko karena mengambil sembarangan wanita dari status sosial rendahan seperti Gwen dan Ruby untuk dijadikan sebagai seorang menantu keluarga Wardana. Jadi, berbaik hatilah pada wanita malang ini."
'Tante, bagaimana aku bisa menjadi menantumu, sedangkan jauh di relung hati aku memiliki pilihan sendiri.'
***
Kampus
Author POV
Selama beberapa minggu terakhir, lelaki itu tidak berhenti menghubungi Ruby dan terus berusaha untuk menemuinya, seberapa pun kerasnya ia berusaha mengelak. Hingga pada akhirnya Ruby memutuskan menerima ajakan lelaki itu untuk bertemu dan membicarakan masalah yang terjadi di antara mereka.
Ia harus benar-benar menyelesaikan ini.
"Aku ingin kita memulai lagi semuanya dari awal." ucap lelaki itu.
"Aku tidak mengerti."
"I want you to stay with me."
"Di antara kita, sudah tidak ada apa-apa lagi, Tidak ada yang perlu dimulai. Semuanya sudah berakhir, kan." Ruby berusaha keras mengendalikan debar di dadanya.
"Kamu bilang kamu tidak berencana untuk pergi, Ruby."
"Kamu seharusnya berbahagia dengan Nisya..."
"Aku bahagia denganmu!"
"Kita..." Ruby menahan sesak di dadanya yang tiba-tiba muncul kembali, mengacaukan suaranya, "... aku dan kamu, tidak bisa memulainya seperti ini."
"Lalu, bagaimana kita harus memulainya lagi? Katakan. Dan, akan kulakukan."
"Oh... kamu tidak mengerti."
Ruby melepaskan tangannya dari genggaman lelaki itu dan beranjak dari kursinya, meninggalkan sepiring kecil ice cream stoberi yang belum tersentuh dan mulai mencair.
Senja memantul di meja kaca. Lelaki itu tertunduk dan melihat wajahnya sendiri sebagai bayangan di meja. Tatapan mata Ruby barusan memukul dadanya dengan keras. Tiba-tiba saja, ia merasa sangat lemah dan tidak bisa melangkah dari tempat duduknya untuk menahan Ruby agar ia tidak pergi.
Di kaki langit, semburat senja perlahan memudar dan tertelan oleh langit yang kelabu. Sekelabu hati Ruby yang sedang mencoba untuk mengembalikan kesadarannya. Sungguh, Ruby seharusnya tahu sejak awal, bahwa ia tidak bisa berlama-lama berada dalam hubungan seperti ini.
Bahkan, seharusnya, ia tidak pernah memulai.
To Be Continued