webnovel

MERCUSUAR

Di mata para pelaut mercusuar adalah alat navigasi dikala kabut tebal membutakan mereka, namun di mataku mercusuar adalah tanda harapan. Namun di malam itu, yg bisa aku lihat hanyalah rasa takut dan tidak berdaya.

Aku dan kak Roma menunggu perintah dari jendral dalam parit dekat kota albrazka yang gelap, situasi itu diperburuk dengan panasnya telingaku mendengar ceramahnya. Aku menghormati kakak, namun kali ini dia terlalu banyak berbicara. Kakak mengeluarkan koreknya dan suara jentikan korek itu menyadarkanku, tak lama dia berkata.

"maaf ya dek, kakak banyak ngomong gini untuk menghilangkan gugup"

lalu dia menyalakan rokoknya dan perapian kecil di antara kita.

"Roma, masuk!" aku dan kakak kaget dengan suara kencang dari jendral. lalu kakak mengangkat radionya, "Siap Jendral" Jendral kembali berbicara, nadanya terdengar kecewa dan putus asa.

"Roma kita harus menyalakan mercusuar, bawa Rama kemari dan suruh dia memperbaiki lampunya, Kota albrazka sudah tumbang kami perlu memanggil armada laut agar bisa membumi hanguskan kota itu, disana sudah tidak ada lagi manusia" Pada dasarnya aku tidak mau berangkat dan kakak pun melihatku dengan tampak tidak setuju.

"Maaf Jendral, kenapa harus kita? bukan kah ada tim reparasi?" Sahut kakak

"Itu dia, menurut jadwal harusnya sore ini mereka membawa suku cadangnya, kabar terakhir mereka sedang memperbaiki PLTA namun setelah para monster ini datang menyerang, mereka tidak sampai ke mercusuar. Jadi aku minta kalian untuk melihat mereka terlebih dahulu, lalu pergi ke mercusuar"

Secara spontan, aku menggeleng kepala dan kakak mengangguk juga. Tanpa panjang lebar, dia membuka radionya kembali dan menolak perintah dari jendral. Namun rasanya aneh aku masih terkejut saat Jendral membentak kakak "Anjing! Itu perintah!" Mana ada atasan yang mau perintahnya ditolak begitu saja, bahkan Jendral membawa-bawa masalah kakak yang lalu yang dia bilang sebagai tindakan tidak kompeten dan tak bertanggung jawab, aku sendiri ingat apa yang dia lakukan.

Kakak juga ikut marah "Pak Jendral jangan marah, jika saya tidak membatalkan serangan waktu itu, bapak pasti sudah mati kan?"

Aku tidak sanggup melihat kakak yang sudah dimaki habis-habisan oleh Jendral namun apa boleh buat, karena pangkatnya lebih tinggi maka kakak lah yang seharusnya berbicara dengan Jendral aku hanya bawahanya. Jendral bertambah marah dan dia mengancam tembak mati aku dan kakak.

kakak melihatku, dan berkata. "Banyak orang bisa jadi pemimpin, tapi sedikit yang masih manusiawi… Maaf Rama, kakak tidak bisa menolongmu kali ini kamu harus ikut bertarung"

Aku takut, karena setiap orang yang keluar dari tempat perlindungan pasti akan mati akankah aku bertahan? akankah kakak bisa menolongku lagi jika monster itu menyerangku? Kita mulai berjalan ke pintu keluar, langkahku terasa berat dan lambat aku takut mati. Pintu terbuka, kabut yang tebal menutupi pandangan kita, maka dari itu kita berlari kecil sembari berwaspada akan monster yang bersembunyi di balik kabut-kabut yang tebal ini, sambil berjalan aku bertanya pada kakak.

"Kakak dan Jendral punya masalah apa?" tanya aku

Lalu kakak bercerita, bahwa di misi sebelumnya dia dan timnya ditugaskan untuk menyelamatkan Jendral, dia terjebak di tengah hutan dan dikepung oleh monster kakak dan tim berusaha untuk menolongnya secara diam-diam, namun Jendral tidak berani melangkah yang akhirnya menyebabkan dia tertangkap oleh monster. satu-satunya cara agar Jendral bisa selamat adalah dengan kakak yang memotong kakinya, dan itulah yang dia lakukan. Jendral selamat namun dia selalu menyalahkan kakak karena itu.

BRUK!!

Cerita kakak terpotong oleh seseorang yang menabraknya dari samping. Kakak menegur orang itu dan melihatnya ketakutan setengah mati, yang awalnya marah kakak menjadi iba dan berusaha menenangkan orang itu. Seragamnya tampak familiar dan setelah aku teliti lagi, aku yakin dia adalah kru reparasi. Bajunya compang camping, dia membawa senjata garand M1 sama seperti kita dan sayangnya dia berlumuran darah, bukan darah manusia tapi darah monster. Tiba-tiba orang itu mendorong kakak dan dia berbicara perlahan, aku tidak bisa mendengarnya dan dia pula berhenti berbicara saat mendengar suara monster yang berteriak. Tanpa basa basi pria itu pergi lalu Aku dan kakak bergegas mencari tempat bersembunyi, dan tuhan… aku melihat sendiri ketidakberdayaan orang itu, dia ingin berlari tapi tau bahwa sesuatu akan datang menghampirinya, dan benar saja tak lama kemudian terasa getaran seperti serbuan kuda dari arah hutan. Suara itu semakin dekat namun setelah itu mereka berhenti.

"Rama, mereka sudah di depan kita" Aku melihat ke arah hutan, dan mereka terlihat bersembunyi dibalik pohon mengintainya, orang itu menembaknya dan monster itu tumbang, namun monster yang lainya berteriak dan menyerbu orang itu tanpa ampun. Baiklah, jika aku tidak bisa membunuhnya lalu bagaimana caranya aku selamat dari mereka? apakah aku harus terus bersembunyi?.

"heh!" sahut kakak perlahan sambil menyentuhku.

Aku tersadar, dan kita segera pergi dari sana dan menuju PLTA. Saat meninggalkan lokasi aku mendengarkan orang itu kesakitan dan terus saja merintih minta tolong, iba rasanya hati ini namun apa boleh buat, atasanku memerlukan kita untuk misi yang lebih penting. Sekarang kita sudah lebih jauh, teriakanya sudah menghilang tapi rasa bersalahku tidak. Kakiku menjadi lebih berat dan aku pun berhenti sejenak, kakak sadar aku berhenti dan diapun ikut berhenti.

"Kak seharusnya kita tolong dia" sahutku.

Kakak diam saja, dan dia melanjutkan larinya. "KAKAK!" teriak aku dengan kencang, lalu dia tetap melanjutkan jalanya. Lalu tanpa pikir panjang aku berlari ke arahnya dan menjatuhkanya, kakak memukul wajahku dan aku membalasnya lebih kencang lagi, setidaknya itulah yang aku rasakan namun dia hanya membalas "cuman segitu hah?" lalu dia memukulku lagi, mual rasanya dan aku berpikir ulang bahwa seharusnya aku tidak menantang kakak seperti itu.

"Rama, jika kita tolong dia saat itu… jutaan orang yang lainya akan bernasib sama seperti dia" Bilang kakak.

"Rasanya memang pahit, tapi tujuan kita bukan hanya dia. Percayalah, pengorbananya akan menjadi pusaka untuk seluruh umat manusia"

Setelah itu kakak memaksaku untuk kembali berdiri dan melanjutkan perjalanan. Singkat cerita kami pun sampai ke PLTA, kami melihat tim reparasi yang lain di dalam bangunan, rupanya inilah nasib mereka, gugur dalam bertugas. Lalu kami menutup mayat mereka dengan daun pisang. Lalu aku melihat ke luar dan aku melihat banyak panel tesla yang saling membenturkan listrik dan menghasilkan cahaya yang terang dan panel-panel itu terlihat memerah menandakan mereka sudah terlalu lama diaktifkan. Aku memberitahu kakak bahwa aku perlu mematikanya, kakak mengerti dan dia ikut denganku untuk berjaga-jaga, kita masuk ke bangunan pusat kendali dan aku menarik tuas yang sesuai lalu semua panel tesla pun mati, setelah itu kita kembali mencari suku cadang lampu mercusuar.

"Rama, kita ganti rencananya. cari suku cadang itu dan kita pergi dari sini… biar kakak amankan bangunan ini" Lalu dia pergi.

Pertama aku mencarinya di lemari besi, nihil namun ada satu loker yang terkunci. Kedua aku cari di laci meja, Nihil. Ketiga aku mencari di kantung tim reparasi ternyata ada di sana, aku mencoba untuk mencari kakak namun aku melihatnya berdiam diri di depan jalan pintu, namun karena terburu-buru aku tidak sengaja menabraknya. Kakak yang kaget dengan spontan menggunakan tangan nya, lalu dia menatapku dan memberikan isyarat untuk tidak berisik. Aku menengok ke ruangan, aku melihat kepala monster yang sedang menatapku dibalik sebuah lemari, terlihat dari kepalanya dia terluka mungkin itulah alasan kenapa dia tidak langsung menyerang begitu saja seperti yang telah kita lihat sebelumnya. Sontak aku berusaha menodongkan senjata, namun kakak menahan senapanku, dan menggelengkan kepalanya.

Namun kami begitu kaget saat melihat bahwa monster itu mendekat satu langkah, Lantas kami balas dengan mundur dua langkah, dia maju lagi satu langkah, kita pun mundur tiga langkah, dia pun maju tiga langkah, dan kakak mulai berhenti dan menyiapkan senjatanya, aku berusaha menahannya juga, namun monster itu dengan secepat kilat akhirnya melompat.

DOR!!! DOR!!! DOR!!!

Kakak terdiam, aku terdiam, kita semua terdiam dan saling bertatap… dan kita tahu apa yang akan terjadi setelahnya, aku bertanya pada kakak dan diriku sendiri "apa yang telah aku dan kakak lakukan?" lalu terdengar suara gaduh yang datang dari ruangan lain dan datanglah kawanan monster itu, mereka melihat mayat monster itu dan menatap kami dan mereka pun berteriak.

AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA

Suara teriakanya terlalu kencang, bagaikan terompet yang dibunyikan di ruangan kosok, rasanya telingaku ingin pecah. tak lama mereka mendekat dengan hentakan kakinya yang mengancam kita lalu mereka menyerang kami dan tanpa ragu lagi, tanpa rasa takut dengan mereka lagi kita menembak mereka semua bertubi-tubi dan membabi buta. Cangkang peluru ada di mana-mana, suara tembakan menggeman dan darah mereka berciprat ke seluruh ruangan, bahkan tak sedikit yang menyembur wajah kita, pada saat ini aku dan kakak tidak peduli lagi… Kita hanya mengikuti naluri kita sebagai manusia, bertahan dan bertahan. Bangunan ini memiliki banyak ruangan dengan lorong yang sempit dan panjang, bisa saja menguntungkan kami, namun bisa pun sebaliknya. saat sedang dikejar, kami berlari ke satu ruangan ke ruangan yang lainya, sesekali kami berhenti di lorong yang panjang lalu menembaki monster yang datang, setelah peluru habis kita kembali berlari dan mencuri kesempatan untuk mengisi kembali. Lari, sembunyi, tembak, lari, sembunyi, tembak, dan lari. Saat kita berlari, salah satu monster mencegat kita di depan… lalu dia berlari ke arah kita untuk menyerang, lantas berhenti dan pasang posisi menembak lalu menembaknya tanpa ampun. Na'as, monster di belakang kita juga masih mengejar dan dia menyerang kakak, namun kakak secara spontan mengangkat senjatanya dan mendorong kepalanya dan membuat monster itu kesulitan untuk mencabik kakak. Aku ingin menembaknya, namun rupanya peluruku habis, aku berusaha secepat mungkin untuk mengisinya,

"RAMA, TEMBAK DIA!!!"

Senjataku terisi, kokang.

KRAK KRAK, DOR!!!

Aku menembaknya, tepat di pelipis monster itu, jarak dekat. Aku merasa senang, namun rasanya seperti aku sudah membunuh manusia lainya… ini aneh. Kakak pun mengajakku untuk berlari, sambil berlari kakak pun berbicara padaku.

"Rama, berapa lagi pelurumu?" Aku memeriksa seluruh kantung, dan sayang tidak ada lagi. Aku menggeleng.

" Sial, Peluru kakak juga sudah habis, kita harus mencari tempat lain yang lebih terlindungi"

Kebetulan kakak melihat tanda arah menuju ruang kendali darurat, kita bergegas ke sana. Kami berlari, dan monster sudah berada di belakang kita. aku berniat untuk menembak namun kakak menahanku,

"Hemat Hemat" bilang kakak.

Lalu dia kembali menembak monsternya sampai pelurunya habis. Setelah itu kita pun terus berlari melewati panel-panel tesla dan sampai ke pintu ruangan yang kita tuju. Kakak masuk dan aku menutup pintu itu. Ruang kendali itu sangatlah tertutup, tidak ada lagi pintu masuk ataupun keluar yang ada hanyalah sebuah papan kendali dengan teknologi yang sudah tertinggal. Kakak berputar-putar berusaha mencari jalan untuk keluar, namun dia pun terlihat putus asa akan keadaan kita.

"Sial, pikir Roma pikir!" Kakak berbicara ke dirinya sendiri.

BANG ! BANG ! BANG !

Dari pintu besi yang kita tutup, terdengar suara dentuman yang keras dari monster yang mengejar kita, mereka ingin masuk. Aku merasa bahwa ini bukanlah tempat yang bisa melindungi kita, entah apa yang aku pikirkan saat itu…

"Kak" sahutku, dia pun menengok.

"Aku rasa ini saatnya kita menggunakan pilihan terakhir" secara spontan, lenganku mengarahkan ujung senjataku sendiri ke wajah.

"JANGAN!!" kakak berteriak dan menahanku, lalu dia membuang senjataku jauh-jauh.

"Mau lewat jalan pintas ya? hah?!" lalu dia menunjukan koreknya. "Kamu tau kenapa ini ada di tangan kakak?", "Pemilik yang sebelumnya menggunakan jalan pintas, dan akhirnya aku yang harus menanggung semua tugas yang dia tinggalkan"

Aku menunduk malu disaat kakak menatapku dengan rasa kecewa. Lalu kakak menjelaskan juga bahwa juga rindu dengan pemilik korek yang sebelunya, namun karena dia pergi dengan kehendaknya sendiri maka perasaan kakak pun menjadi bercampur dengan amarah. Kakak pun memohon kepadaku untuk tidak melakukan hal yang sama.

"Rama, kamu adalah harapanku… Tanpa kamu kakak hanyalah pecundang, tolong jangan tinggalkan kakak ya… Kita tidak akan mati hari ini, mari cari cara!"

Aku menangis sedikit, lalu aku bergegas mengusap air mataku dan ikut bergerak mencari cara. Dengan tindakan kakak yang seperti itu, hatiku menjadi lapang, pikiranku menjadi jernih, dan aku bisa melihat sedikit cahaya semangat dalam pikiranku yang sudah putus asa, dan pada saat itu pula aku berjanji pada diriku sendiri bahwa aku akan tetap berjuang selama kakak masih ada menemaniku dalam pertempuran ini. Aku melihat papan kendali, dan sadar bahwa kita bisa mencoba sesuatu. Aku berpikir lalu menjelaskan ke kakak bahwa kita bisa paksakan muatan daya panel-panel tesla meledakannya, lalu kita bisa membuka jalan untuk kabur ke mercusuar. Kakak setuju dengan rencanaku, lalu aku mulai mengaktifkan papan kendalinya, banyak lampu tulisan yang menyala dengan melihat petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh alat ini aku pun mulai mengaktifkan panel tesla yang ada di luar. lalu terdengar ada banyak sekali suara listrik yang kencang. Lalu aku pun mulai menaikan dayanya secara perlahan dan suara listriknya mulai bertambah kencang, namun sepertinya para monster itu tidak sabar untuk membunuh kita, suara gedoran semakin kencang bahkan membesarkan penyok pintu besi setiap kali mereka hantam. Kakak membujukku untuk terus fokus dan tidak pecah fokus, maka aku terus menarik dan memutar tuas yang ada. Pintu yang kakak jaga mulai berlubang karena hantaman mereka, namun di saat yang sama peringatan kelebihan daya sudah muncul, kita bisa menang.

"kak, sudah siap"

Lalu kakak membuka sebuah lemari besi dan kita masuk ke sana, lalu terdengar suara gedoran yang kencang pertanda monster itu sudah masuk. kita bersembunyi di lemari itu dan berharap mereka tidak menemukan kita, namun monster itu seperti merasakan keberadaan kita yang mana dia tiba-tiba melihat ke arah kita sesaat setelah aku menghembuskan nafas. Mereka mendekat secara perlahan-lahan layaknya tau keberadaan kita, sekarang wajahnya sudah berada di depan wajahku, aku dan kakak sudah mempersiapkan pisau sebagai senjata terakhir kita, dan benar saja mahluk itu melihat langsung ke mataku. Dan demi allah, ini pertama kalinya aku bertatap dengan mata monster, entah kenapa aku melihat rasa amarah dan kesedihan dari monster itu dan saat itu aku tersedar bahwa mereka juga memiliki jiwa. Apakah alasan manusia menjadi incaran mereka, adalah manusia itu sendiri? Mereka lalu berteriak dan hendak menghancurkan kita. Namun mereka terkejut dengan lampu yang berubah menjadi merah dan bunyi sirine yang lantang, kami mendengar bahwa ternyata panel-panel itu sudah kelebihan beban.

BUM!!

Ledakan besar terjadi, semua monster itu terbakar dan hancur namun ajaib, kita masih hidup. Akhirnya kita bergegas berjalan ke mercusuar dan menghindari semua monster yang lewat. "Ayo sebentar lagi sampai!" aku pun bergegas menuju jalan yang kakak tunjuki, sampai akhirnya kita sampai di sebuah jembatan menuju mercusuar. Saat kita berlari, monster itu berlari lebih cepat dari biasanya, kita tidak bisa menghindar kali ini dan dia menyerang kakak. Dia terpental karena serangan itu, punggungnya terluka dan dia berusaha untuk bangkit kembali setelahnya dengan sigap aku berlari ke arah monster itu dan menusuknya. Kakak juga ikut menusuknya dan monster itu kesakitan, kita berusaha menahanya namun dia terlalu kuat. Monster itu tiba-tiba menggunakan lenganya dan membuat kami terpental, sekarang kita tidak lagi memiliki senjata…

"Roma, apakah kita akan mati kak?"

"Ya" Jawab kakak

Namun dia melihat ke belakang, dan berkata.

"Namun tidak hari ini"

DRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRTTTTTTTTTTTTTTTT!!!!

Lalu semua monster itu hancur ditembaki dengan senjata berat dari arah mercusuar. Dari suara senjatanya terdengar bahwa itu adalah senjata terbaru M3 senjata yang kasar dan bertenaga tinggi, ratusan bahkan ribuan peluru itu dimuntahkan oleh senjata yang dipegang oleh prajurit itu alhasil puluhan dari monster yang sebelumnya mengejar kita sekarang sudah tumbang dengan banyak lubang ditubuh mereka.

"Cepat kemari! sebelum yang lainnya datang!"

Kami langsung pergi ke mercusuar, tempatnya dipenuhi oleh kabut yang sangat tebal, bahkan aku tidak bisa melihat apapun dalam radius tiga puluh meter kedepan tidak heran Jendral perlu menyalakan mercusuar, karena memang mercusuar dibutuhkan agar bisa melihat dataran dibalik kabut yang tebal. Setelah memasuki pintu masuk mercusuar aku melihat ada 6 orang yang sedang berjaga di atas sebuah tembok pertahanan. Sepertinya kakak kenal dengan seseorang disana, mereka hanya tidak kenal denganku. "oi Roma, bocah culun ini adikmu kah?, suruh dia push up sedikit, hahahaha","Heh Jono, gini-gini adiku punya gelar… memangnya situ cuman mentok jadi bawahan jendral" Begitulah cara mereka bergaul, saling meledek satu sama lain… namun kelihatannya mereka sangat akrab. Persaudaraan mereka sangatlah unik, sepertinya aku perlu memperluas relasiku.

NGOOOOOONGG!!!

Dari kejauhan terdengar suara dari armada yang akan datang kemari, aku bertanya kepada Jono apakah kita akan dievakuasi dengan kapal itu atau tidak, mereka menjawab dengan rasa kecewa.

"Sayangnya Tidak akan ada evakuasi untuk kita, tugas kita hanyalah untuk menyalakan mercusuar ini"

Kakak bertanya "apa yang akan terjadi jika mercusuar ini dinyalakan?"

"..." Jono diam.

Jenderal tiba-tiba membanting pintu sambil berjalan ke arah kakak dengan wajah yang merah layaknya dinamit yang ingin meledak lalu dia membentak kakak.

"Bodoh kamu Roma! apa yang kalian lakukan ke PLTA hah?"

Jendral berteriak memarahi kakak sangat keras, dia mengambil nafas yang terlalu dalam hanya untuk berteriak, seakan-akan dia tau betul kalau kakaku ini tuli. Aku ingin membantu kakak dalam berdebat dengan Jendral, namun kakak menahanku.

"Jendral, dengan segala hormat… Kami ke sini tidak hanya jalan leha-leha, ada banyak monster yang perlu kita lewati. Jika anda hanya ingin menyalahkan kami, saya sarankan anda untuk bersiap berperang sampai mati. Karena tidak akan ada panggilan armada dan hanya akan ada peluru senjata kita yang sekarang"

"Ya, Jendral… anda tidak bisa asal menyalahkan seperti itu, biarkan mereka mengerjakan tugasnya dengan tenang, lagi pula kita masih punya pembangkit tenaga cadangan" sahut Jono.

Jendral menunduk malu dan akhirnya membesarkan hati untuk meminta maaf kepada kakak dan aku, Kakak memaafkan jendral lalu melanjutkan pembicaraan dengan bertanya soal apa yang akan terjadi setelah kita menyalakan mercusuar, lalu Jendral menjelaskan bahwa akan ada bombardir besar-besaran yang mana akan mengorbankan mercusuar ini juga, kakak berusaha untuk tidak panik dan berpikir jernih, lalu dia pun menanyakan rencana kabur dari bombardir itu kepada Jendral, dan dia menjelaskan bahwa rencana kabur satu-satunya adalah dengan berenang ke laut.

"Jika kita melompat, bukanya kita malah bisa mati terkena karang, Jendral?" kritis kakak.

"ya, tapi hanya itu jalan kita satu-satunya, kita tidak bisa turun dulu terlebih dahulu karena para monster itu terlalu cepat untuk manusia, apa lagi jalan menuju air pun sama bahayanya dengan melompat langsung dari ketinggian"

Lalu pada akhirnya kakak mengerti dengan apa yang telah dibicarakan jendral, kakak pun menyalakan rokoknya dan bersetuju dengan rencana itu. Lalu Kakak menyuruhku untuk segera pergi ke atas dan memperbaiki mercusuarnya, aku bertanya apakah kakak ingin ikut membantuku namun dia bilang bahwa dia akan menetap di bawah untuk berjaga-jaga dan bilang bahwa semua akan baik-baik saja, lalu aku meninggalkan kakak dengan Jendral lalu mereka berbicara satu sama lain. Maka, aku langsung bertanya pada salah satu prajurit tentang lokasi pembangkit listrik cadangan yang dia sebut tadi, dia memberitahu lokasinya namun sesaat ketika aku ingin pergi Jono memberitahukan aku tentang kelemahan dari pembangkit listriknya.

"Hei Rama, tarikanya kasar maka kencangkan tenagamu saat menariknya"

Aku pun mengangguk, dan segera pergi ke tempatnya. Aku menaiki tangganya yang sangat banyak, walau aku yang sudah terlatih dalam ujian fisik pun masih terasa lelahnya, bagaimana dengan kakak? apa dia masih kuat?. lalu aku sampai di lantai paling atas, dan terlihat ada alat yang aku cari. Layaknya perbaikan yang selalu aku lakukan, aku akan selalu coba untuk melihat letak kesalahannya dengan cara menyalakan mesin terlebih dahulu, maka untuk mengetahui jika aliran listrik itu mengalir aku akan memasang memasang lampu kecil ke kabelnya, setelah memasang lampu kecil aku langsung mengupayakan untuk menarik mesin pembangkit listrik itu, perhatianku teralihkan oleh suara teriakan monster-monster yang marah, terdengar suara jendral yang memberikan sebuah pidato ke semua prajurit lalu dari atas menara aku melihat ke bawah.

"KAMERAD! Monster-monster akan datang, tahan mereka dan jangan sampai satu pun mencapai Rama!"

Tak lama kemudian, aku melihat segerombolan monster itu dari arah hutan. Mereka sangat banyak, mungkin jumlahnya ratusan. Lalu prajurit yang lain mulai menembaki mereka. Tanpa pikir panjang, aku kembali bekerja dan berharap bisa menyelesaikannya secepat mungkin. Aku mencoba untuk menarik tuasnya dan benar saja kata Jono bilang, mesin itu terlalu keras untuk di tarik, aku berusaha sekuat tenaga untuk menariknya dan berhasil, namun aku melihat bahwa lampu kecil telah menyala namun tidak dengan lampu mercusuarnya. Maka aku memutar sebuah tuas sebanyak 5 kali untuk membuka lensa frenselnya dan mengambil lampunya. Aku memeriksa kantung, dan mengambil suku cadangnya lalu menempatkan suku cadang itu di soket. Tiba-tiba terdengar suara dentuman keras dari bawah. Ternyata tembok pertahananya hancur. Aku langsung bergegas kembali untuk menyalakan lampunya, Aku menarik pembakit listriknya namun karena keras aku perlu waktu 2-3 detik untuk menariknya. Saat ditarik, mesin itu hanya bisa membuat sedikit daya. Lalu aku berusaha untuk menariknya kembali dan mesin itu pun akhirnya bisa menyala, begitu pula lampu cadanganya. Aku berteriak ke kakak dan prajurti yang lain, dari atas.

"LAMPUNYA SUDAH MENYALA!!!"

"Kamerad, naik ke atas!" Teriak Jendral, dan semuanya segera naik ke atas.

Saat aku ingin memutarkan lensa frensel, tiba-tiba aku mendengar suara seperti arus pendek dari dalam lensa. Itu pertanda buruk, aku bergegas untuk mematikan mesin pembangkit listriknya namun aku terlambat. POP! Suara itu menandakan bahwa lampu itu telah hancur. Percayalah, harapanku juga hancur. Semua kamerad sampai ke atas dan mereka menahan pintunya sekuat tenaga, mereka kebingungan saat naik ke atas dan menanyakan padaku kenapa tidak dinyalakan.

"la… lampunya pecah" jawabku.

Jendral menlotot mendengar itu, dia membentakku dengan kata-kata kasarnya. Namun kakak maju dan menahan Jendral, lalu dia membelaku dengan mengkambing hitamkan dirinya sendiri. Kakak menjelaskan bahwa dia yang salah mengambil lampu. Jendral sekarang sudah mulai tenang, namun dia terlihat pasrah.

"Roma, kamu memang prajurit yang tidak becus" Tanpa basa-basi lagi Jendral mengeluarkan pistolnya.

DOR!!

Dia menembak kakak, namun kakak dengan sigap menghindar dan serangan jendral hanya mengenai bahunya. Lalu kakak menyerang jendral dengan pukulanya, akhirnya mereka bertengkar. Prajurit yang lain pun berusaha untuk menolong kakak, namun ada pula yang ingin membela jendral akhirnya mereka semua bertengkar.

"Berhenti!, lawan kita adalah monster itu!" teriak kakak

"Tidak Roma, lawanku adalah kamu!" Jendral mengeluarkan pisaunya dan serang kakak.

Kakak berusaha untuk bertahan dari serangan Jendral dan salah satu prajurit yang mendukung jendral berusaha untuk menyerangku namun aku berusaha sebisa mungkin untuk memukuli prajurit yang lain, aku kalah kuat akhirnya aku berada di posisi dimana tertindih oleh musuh dan dia memukulku tanpa henti sampai-sampai hidungku patah. Lalu kakak menendang orang yang menindihku, pada akhirnya mereka terpental namun dia bangkit kembali dan menyerang kakak namun dia bisa menangkis serangan dan mengunci leher musuh, lalu kakak dengan spontan mengambil pisau yang ada di kantongnya lalu menusuk musuhnya dari belakang. Musuh itu jatuh dan dia pun menolongku. Dia bertanya apakah aku baik-baik saja, sebelum aku menjawab kakak dipukul oleh Jendral dan dia tersungkur ke lantai… Sampai akhirnya jendral mengeluarkan pistolnya lagi, aku takut setengah mati bahwa kakak akan mati hari ini, yang ada di pikiranku hanyalah rasa takut. Namun kakak melihatku, dan di matanya terlihat sebuah pandangan permintaan tolong dan menaruh harapan. Setelah itu aku dengan spontan menyerang Jendral lalu menendangnya sekeras tenaga yang aku punya, lalu pada akhirnya Jendral jatuh dan prajurit yang lain ikut berhenti bertengkar. Lalu tiba-tiba mercusuar terguncang dan disaat itulah tidak ada satupun dari kita kita yang yang tau harus berbuat apa.

"Jendral sudah mati, kita harus apa sekarang?" keluh salah satu prajurit.

Kakak hanya berdiam saja layaknya tidak punya salah, lalu dia melihat ke arah bawah, dia melihat bahwa ada banyak monster yang menumpuk dan mencoba untuk memanjat mercusuar. lalu dia bertanya kepadaku apa yang bisa kita perbuat supaya bisa menyalakan lampunya, lalu aku menjawabnya bahwa hanya itu pilihan kita. Kakak hanya bisa mengangguk dan mematik rokoknya, aku melihat tangannya… dia gemetar, ketakutan. Aku sendiri melihat lenganku yang ternyata ikut gemetar. Ya allah apakah ini rasanya takut akan kematian? Aku memberanikan diri untuk bertanya ke kakak.

"kak apa yang harus kita lakukan sekarang? jendral sudah mati, dan tidak ada lagi yang bisa memberi kita perintah" Tanyaku padanya.

"hahaha… kamu tanya kakak? dengar kan apa yang jendral itu bilangkan? kerjaan kakak tidak pernah becus"

Aku kehabisan kata-kata, semua orang yang ada di atas sini terlihat putus asa. Lalu kakak menawarkan rokok kepada prajurit lain, dia berupaya untuk memberikan kehangatan sebelum ajal mendekat, lalu akhirnya mereka berkumpul mendekati kakak dan mendekatkan batang-batang rokoknya ke korek api yang kakak sudah nyalakan. Aku rasa, ini adalah akhir dari cerita kami semua.

Sebentar…

Apa aku melihat sebuah…

Korek api?

Aku melihat kembali korek yang sedang kakak sentuh, lalu aku melihat sebuah cahaya harapan yang sangat terang tanpa aku sadari aku menangis lalu kakak dan prajurit lain melihatku dan bertanya apakah aku baik-baik saja. YA, aku lebih dari baik-baik saja, lalu aku menjelaskan kepada kakak bahwa lensa fresnel bisa membuat cahaya paling kecil sedikit pun mampu menyinari seluruh langit di malam hari. Jika kita tidak punya cahaya lampu, maka kita bisa membakar sesuatu dengan korek yang kakak punya dan menempatkannya di soket lampu mercusuar. Kakak tertawa dan menyenggengam kepalaku dengan seerat-eratnya.

"Hahahah… kamu memang jenius!! cepat, mari kita lakukan rencanamu itu dan kita akan pulang!" teriak bahagia kakak kepadaku. Namun para monster sudah mencapai puncak, dan empat prajurit yang tadi membidik lalu menembaki kepalanya sampai hancur. Jono bilang apapun yang aku dan kakak rencanakan, mereka akan memberikan mereka waktu.

"Roma, Rama, lakukanlah apa yang harus kalian lakukan, biar saya yang tahan mahluk-mahluk yang jahanam ini, cepat!"

Aku dan kakak bergegas mendekati lensa fresnel, lalu aku suruh kakak untuk menarik tuas untuk mengangkat lensa fresnel, setelah di angkat aku dengan cepat merobek lengan bajuku, lalu aku membongkar korek milik kakak dan meneteskan sedikit bahan bakar yang ada di dalamnya ke kain, setelah itu aku memasang kembali koreknya dan mematik korek dan menyambarkan api itu ke kain. Apinya sudah menyala, dan aku menempatknya di soket. Semuanya sudah selesai, dan yang perlu kita lakukan hanyalah menutup dan putar lensa fresnelnya, lalu aku suruh kakak untuk menarik dan putar tuas yang benar. kakak pun menutup lensa fresnel, namun saat ingin memutarnya tuasnya patah.

"Sial, Rama kakak harus bagaimana sekarang? tuasnya rusak!" tanya kakak

"Kita harus putar secara manual, sekarang!"

Dengan spontan kakak bergegas membantuku untuk memutar lensanya, aku dan kakak memutar kan lensanya. lalu tak lama kemudian terdengar suara dentuman yang hebat.

BOOM BOOM BOOM!!

Terdengar suara tembakan dari armada laut, di balik kabut yang tebal terlihat pula arah kemana peluru itu datang dan yang mana akhirnya peluru itu pun meledakan kota yang sudah dipenuhi oleh monster, membumihanguskan kota itu . Dengan ledakan yang sebesar itu, maka semua kabut terhembus oleh gelombang dentuman yang dihasilkan peluru armada dan akhirnya kami pun bisa melihat keberadaan dari para armada yang sudah mendekat, lalu Jono melemparkanku sebuah suar kecil.

"Nyalakan ini, supaya mereka juga bisa membombardir bangunan ini!"

Dia melanjutkan menembaki para monster, kakak menyuruhku untuk memanjat ke atas lensa fresnel lalu aku melakukanya dengan menaiki bahunya kakak. Sesampainya di atas, aku pun menyalakan suar itu, namun rupanya ada monster yang sudah dekat dan dia berada tepat di bawah kakiku, monster itu berupaya untuk menyerangku dengan cakarnya, namun aku berhasil menghindar dan kakak dengan sigap menembakinya sampai terjatuh dari mercusuar, setelah monster itu mati, aku pun lalu aku meletak suarnya di atas sana. Setelah itu aku pun turun dari puncak mercusuar lalu kakak segera menyuruh prajurit lain untuk bergegas.

"Mereka sudah dekat, kita harus melompat sekarang!"

Prajurit-prajurit yang ada bergegas untuk pergi dari sana dan menghentikan serangannya, semua prajurit lain sudah turun tinggal aku, Jono dan kakak yang masih berlari. Sebentar lagi kita semua akan melompat, namun na'as. sanggat naas.

JLEBB!!

"Agggh!!" teriak kakak mengerang kesakitan

Saat aku melihat ke belakang, rupanya kakak sudah ditusuk oleh monster yang sudah ada di atas.

"KAKAK!!!" aku berlari ke arahnya dan berusaha untuk melepaskan tusukanya.

Jono maju dengan senjata beratnya dan dia menembaki monster itu, dan monster yang lainya yang ingin ikut mengejar kita. Aku berusaha sekuat tenaga untuk melepaskan kakak dari tusukan itu, namun lengan monster itu terlalu kuat, maka Akhirnya aku memotong lengan monster itu dengan beberapa tembakan dari pistol kakak dan berhasil melepaskan kakak dari genggaman monster itu, Jono menolongku menggotong kakak dan akhirnya kami pun melompat dari mercusuar dan meninggalkan monster-monster itu di sana. Sesaat setelah kami melompat, kami bisa melihat banyaknya monster yang sudah menutupi mercusuar layaknya koloni semut yang berusaha menggapai sebuah makanan, tak lama dari situ kami pun menyelam di air yang gelap. Aku selamat dari terumbu karang dan meyelam dengan aman dan dari kedalaman air laut yang gelap, aku melihat cahaya ledakan yang berwarna kuning terang, menyinari prajurit lain yang juga selamat, termasuk kakak. Dan disaat itu lah aku sadar, bahwa masalah kita dengan para monster itu sudah terbalaskan, mereka sudah hancur lebur dihantam oleh peluru yang berukuran besar. Namun sekarang aku perlu datang ke kakak… Kali ini kakak butuh aku. Aku harus menolongnya.

Aku, Jono, dan prajurit lain mencapai ke tepian, lalu kakak sudah dibawa oleh Jono. Dan dia telah lemas tidak berdaya, aku harus menolong kakak, aku tidak mau dia pergi. lalu kita berenang ke tepian Jono, aku, dan prajurit lain berusaha perlahan-lahan mengangkut kakak ke tepi pantai yang lebih kering. Setelah direbahkan, Jono membantu kakak dengan membalut luka kakak dengan kain yang dia robek dari bajunya lalu aku datang dan menghampiri kakak, dia terlihat pucat dan lemas lalu sebisa mungkin aku tetap membuatnya sadar. Melihat lukanya, aku berusaha untuk menerima nasibnya, ajal telah datang menjemputnya dan ini adalah waktu yang tepat.

"apakah kalian tidak apa-apa? apa ada yang terluka?" tanya kakak dengan lemas.

"tidak ada kak, tidak ada yang terluka" sahut aku.

Mendengar itu, kakak senang dan dia akhirnya tersenyum. Walau sebenarnya hanya dia yang terluka, dia masih sempat untuk menanyakan kabar yang lain. Lalu aku memprotesnya bahwa tidak sepantasnya memikirkan orang lain di saat dirinya sendirilah yang perlu dipikirkan. Namun dia menjawab.

"Saling peduli, saling jaga, dan saling mendukung… Itu prisip kakak. aku yakin bahwa akan ada kebaikan yang menyusul setelah kita melakukan itu ke orang lain"

"Tapi lihat kak, ini bukanlah hasil yang baik" balas aku.

"Melihat kamu tetap hidup sampai saat ini, merupakan hal terbaik yang sudah aku dapat"

Kakak lalu melanjutkan dengan menggapai bahuku lalu berbicara perlahan.

"Teruslah lanjutkan hidupmu, Rama. Sebarkan kebaikan kepada setiap orang"

Pandangan kakak sudah kosong, tangannya sudah melemas. Aku menaruh lengan kakak dari bahuku ke dadanya, setelah itu aku menggapai matanya dan perlahan menutupnya. Semua prajurit menepuk bahuku.

Sekarang menjelang fajar, kita baru saja mengubur kakak 50 meter dari pantai. di batu nisannya tertulis namanya "Roma bin Sandi" 17 agustus 1960. Lalu kami melanjutkan untuk membacakan lantunan ayat suci al-qur'an, setelah semuanya beres maka kami hanya perlu menaiki kapal kecil untuk pergi ke kapal dan mengevakuasi diri kami sendiri. Saat di perjalanan menuju kapal induk, aku melihat matahari terbit dari ufuk timur dan saat aku melihat kebelakang terlihat bahwa semuanya telah hancur lebur namun hanya batu nisan kakak yang tetap terlihat bersih dan rapih.

Itulah cerita tentang kakak yang rela mengorbankan dirinya untuk melindungi semua orang. Melihatnya tersenyum sampai ajalnya adalah hal terbaik yang sudah aku dapat untuk hari ini. Semoga perbuatan kakak bisa mengantarnya ke tempat yang lebih baik.

Amin ya rabbal alamin

END