webnovel

Ada Pengintip

Pak Mahmud seketika terdiam dan tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Zuki yang pertanyaan dia tidak dijawab hanya diam saja, dia menunggu pak Mahmud untuk menjelaskan ada apa. Zuki memberikan kode kepada Angga, tapi yang ada Angga malah melamun. Angga merasakan ada suara andong dan krincingan kuda Darsimah.

"Sial, dia datang!" teriak Angga yang segera bangun dari tempat duduknya.

Pak Mahmud yang melihat Angga bangun langsung ikut bangun dan mengikuti Angga. Terlihat pemuda yang tadi mengintip di belakang rumah sedang menari bersama Nena. Istri pak Mahmud keluar dan melihat Nena sedang menari. Mata Nena begitu tajam dan menakutkan.

"Kok neng Nena ada di sini? Bukannya dia di dalam tadi ya?" tanya istri pak Mahmud yang gemetaran.

"Itu bukan Nena, Nena ada di dalam kamar. Ibu kalau bisa temani Nena, kalian tolong jaga Nena satu or ...." Angga mengangga melihat ketiga anak buahnya kabur dan berlomba masuk ke dalam kamar.

"Kau minta satu kan, kenapa mereka yang lari bersamaan, jadi sekarang tinggal kita berti ...." Zuki lagi-lagi mengangga melihat pak Mahmud meninggalkan mereka.

Angga dan Zuki saling pandang dan saling tunjuk satu sama lain. Keduanya yang tengah menghadapi Darsimah hanya menelan salivanya. Angga yang ingin masuk terhenti karena pintu tertutup dengan kencang.

Gubrakkk!

Angga dan Zuki seketika berteriak kencang, keduanya memgedor pintu dengan kencang. Bugh ... Bughh ... Tokkkk ... Tokkkk ... Keduanya panik karena suara alunan makin kencang terdengar. Mereka tidak mau ikut terhipnotis sama sekali, mereka sangat takut dan merinding mendengar alunan gamelan yang tentu membuat mereka akan terluka seperti tempo hari.

"PAK! BUKA PINTUNYA, CEPAT! JANGAN KALIAN MEMBIARKAN KAMI MENEMUI AJAL KAMI! TOLONG WOY!" teriak Zuki sekencangnya sambil mengedor pintu dengan kencang dan seperti orang kesetanan.

Pak Mahmud bangun dan berusaha membuka pintunya, tapi tidak bisa, rekan Angga ikut membantu membuka pintu, tapi tidak bisa sama sekali. Nena yang ikut keluar memeluk istri istri pak Mahmud. Kedua wanita beda usia itu menutup kuping karena alunan yang mereka dengar sangat lembut dan membuat mereka terhipnotis.

"WOI! BUKA!" teriak Zuki sekali lagi.

"Tidak bisa, kau jangan menahannya. Ini tidak kekunci, tapi kenapa tidak bisa kebuka sama sekali. Kau awas situ pak Zuki. Kami akan menobrak pintu ini," teriak Bobo.

"Eh, jangan di dobrak lah, bisa hancur pintu saya," cicit pak Mahmud.

Zuki yang mendengar apa yang dikatakan pak Mahmud memaki pria tua itu. Di saat seperti ini mementingkan pintu dari keselamatan dia dan Angga. Angga masih memandang apa yang dilakukan oleh Darsimah. Angga berusaha mendekati pria yang akan jadi korban itu.

"Angga, gila kau! Jangan kau dekati dia. Dia bukan manusia, dia setan Ngga! Bukan manusia!" teriak Zuki dengan kencang.

Zuki menahan tangan Angga agar tidak ke tempat Darsimah. Angga tidak peduli dia ingin mendekati pria itu dan menyelamatkan pria itu, paling tidak satu korban Darsimah bisa dia selamat kan entah itu pelakunya atau tidak, intinya dia selamatkan.

"Tolong, jangan buat kesalahan seperti pelaku itu. Kau bukan pembunuh, kau wanita baik-baik. Aku yakin kau bukan jahat dan aku bisa tahu jika kau wanita terhormat. Percaya padaku, aku akan mencari pelakunya, jangan kotori tanganmu itu," ucap Angga dengan wajah memohon.

Angga melihat pria yang di bawah pengaruh Darsimah terus menari mengikuti alunan gamelan. Terlihat kusir Darsimah yang tanpa kepala duduk di tempatnya dan memandang ke arah dia dan Zuki. Zuki menelan salivanya dan menarik Angga untuk menjauh dari hantu perempuan itu.

Darsimah yang melihat Angga ikut campur mulai berubah menjadi menyeramkan. Wajah yang penuh darah leher yang terikat tambang dan perut yang terbuka serta ditangannya membawa celurit tajam mengarahkan kepada Angga. Zuki ketakutan melihat Darsimah yang tadinya cantik mempesona mulai berubah menjadi menjijikan dan menakutkan.

"Tamat riwayat kita Angga. Kau mencari masalah, lihatlah, kita akan habis ditangan dia. Kau buat dia marah, biarkan saja dia bunuh si pengintip itu. Dari pada nyawa kita melayang, lebih baik kita mundur," cicit Zuki dengan wajah ketakutan.

Pria yang berdiri itu berbalik dan menunjukkan wajah yang berbeda, ternyata itu kusir Darsimah. Bukan orang yang mereka duga sebagai penguntit. Angga dan Zuki menelan salivanya dengan kasar. Mereka salah menyelamatkan orang.

"Aku meminta kalian pulang, kalian tidak mau pulang juga, kalian ingin aku menjadikan kalian semua korbanku?" tanya Darsimah dengan suara penuh amarah.

Kusir yang duduk di andong tadi menghilang bersamaan dengan andongnya dan sekarang kusir itu berada di depan mereka. Angga berpikir jika yang menari itu orang yang mengintip dan menguping pembicaraan mereka tapi mereka salah. Zuki menyekat keringat dinginnya. Kali ini dia akan mati muda dan meninggalnya juga tidak wajar.

"Angga, apa aku akan seperti mereka? Mati penasaran dan mencari siapa pelakunya? Jika iya, maka aku akan menghabisi mereka berdua kan?" tanya Zuki dengan sekenaknya.

Suasana yang tegang berubah konyol dengan pertanyaan Zuki. "Kau bunuh dia, karena dia akan bunuh kau juga kan. Kalian akan saling bunuh dan aku menonton saja, aku akan mendukung siapa yang akan banyak luka bacokkan. Kau setuju?" tanya Angga di sela ketakutannya menghadapi Darsimah.

Zuki tertawa geli mendengar apa yang dikatakan Angga. Dia mengacungkan jempol menyetujui apa yang dikatakan oleh Angga. Keduanya tertawa geli karena pembicaraan nyeleneh mereka. Darsimah yang melihat kelakuan keduanya terdiam, dia melihat senyum Angga yang begitu manis dan secara tidak langsung dia menyukai senyum Angga. Darsimah pergi begitu saja meninggalkan keduanya yang tengah tertawa.

"Kau gila Zuki, makan apa kau kenapa bisa gila hahh?" tanya Angga yang terus terkekeh.

Baik Angga ataupun Zuki tidak tahu jika Darsimah sudah pergi dari hadapan mereka. Sedangkan pria yang mengintai mereka menatap dari kejauhan. Zuki yang terkekeh tidak sengaja melihat ada pria sembunyi di pohon kelapa.

"Ada pengintip tuh, ayo kejar dia!" teriak Zuki dengan kencang.

Angga yang melihat dan mendengar teriakkan Zuki ikut mengejar pria yang bersembunyi di belakang pohon kelapa. Angga sejenak berhenti dan melihat di sekeliling tidak ada Darsimah dan andong Darsimah sama sekali.

"Dia kemana? Apa dia tidak jadi membunuh kami?" tanya Angga yang penasaran kenapa Darsimah pergi begitu saja.

Zuki yang lelah mengejar pria pengintip tadi menghentikan langkah kakinya. Nafas yang ngos-ngosan terdengar dari mulut Zuki. Zuki mendekati Angga yang melamun sambil melihat sekeliling.

"Kau lihat siapa? Apa yang kau lihat Ngga?" tanya Zuki yang membuyarkan lamunan Angga.

Angga terkejut dan mengusap dadanya dengan cepat. Zuki menaikkan alisnya karena Angga yang terkejut. Zuki melihat sekitar tidak ada Darsimah sama sekali, terlebih kusir tanpa kepala itu juga tidak ada.

"Kemana dia?" tanya Zuki.

Angga mengangkat bahunya dan berlalu dari hadapan Zuki. Dia kembali ke rumah dan ternyata pintu sudah terbuka, pak Mahmud menarik tangan Angga untuk segera masuk. Pintu tertutup dan terkunci dari dalam, Zuki yang ditinggal di luar langsung berlari mengedor pintu, dia ditinggalkan sendiri di luar. Pak Mahmud menepuk jidadnya karena melupakan polisi satu itu.

Ceklekk!

Brukkk! Zuki masuk tanpa salam atau permisi sama sekali, dia kesal karena di tinggalkan sendiri di luar. Mana tadi dia baru mengalami syok terapi. Angga geleng kepala melihat tingkah Zuki. Istri pak Mahmud memberikan air minum untuk mereka berdua. Zuki tanpa malu, meminum air sampai tandas.

"Ahhhh! Lega sekali. Kalian tega sekali dengan aku ya, aku salah apa hmm? Kalian main kunci saja, kalian pikir aku apa hahh! Kalian mau aku dicincang oleh hantu itu hahh!" teriak Zuki dengan kesal.

Semua melihat ke arah Zuki yang marah karena dia dikunci di luar. Angga yang mendengar Zuki berteriak menepuk pundak Zuki dengan pelan.

"Jangan kau teriak, nanti dia datang dan membawa kau pergi dari sini. Sudah, kita istirahat saja, besok kita bahas lagi," ucap Angga yang lelah karena kejadian malam ini.

Chương tiếp theo