Saat mereka berpelukan, keduanya tak menyadari bahwa banyak mata yang menatap mereka.
"Gue nggak tahu masalah apa yang dihadapi Amanda, tapi gue pastiin dia pernah ditinggalin seseorang," ucap Nabila yang mengintip.
"Lo benar, dari cara Roy memeluk Amanda, dia pasti tahu masalah Amanda ," lanjut Irma.
"Apakah kalian nggak merasa curiga saat Roy membiarkan duduk di tempat Rara. Padahal dia anak pindahan. Padahal dia akan marah besar ada di kelas kita yang duduk di tempat Rara, kan?" Tanya Fadli.
"Gue Rasa gitu. Saat Amanda baru pindah dan duduk di tempat Rara. Roy sama sekali nggak marah," lanjut Riko yang juga ikut melihat adegan itu.
"Apa jangan-jangan dia mulai suka sama Amanda!?" Tebak Nabila.
"Bukan mulai, tapi udah," ujar Riko.
Dari lantai dua Mirna selaku Bunda Roy menatap putranya seraya tersenyum, "sepertinya kakak kamu suka sama Amanda, Sher," ujar Dita masih setia menatap keduanya yang masih berpelukan.
"Semoga aja, Bun, kakak bisa jatuh cinta sama cewek, dan bisa hilnangin rasa bersalah yang selama ini menghantuinya," ucap Sherli yang juga menatap adegan Roy dan Amanda.
"Semoga Rara bisa siuman agar kakak kamu nggak merasa bersalah lagi," lirih Mirna.
Saat Amanda nyaman dipelukan Roy, teman-teman mereka langsung mengacaukan adegan romantis itu.
"Wah, ada yang asyik pelukan nih!!!" Seru Fadli.
"Pantas aja lama. Kami udah tungguin kalian berdua di dalam sampai kekeringan, tahu nggak?!" Lanjut Riko.
"Eh, taunya malah asyik pelukan!" Sahut Irma.
"Hati-hati nanti kalian berdua jatuh cinta," tambah Nabila.
Sontak keduanya dan terkejut dan melepaskan pelukan itu. Amanda menghapus air matanya kemudian berdir. Sementara Roy tampak salah tingka.
"Enak, nggak, nih pelukannya? Jadi pengin, deh." Fandi hendak memeluk Irma.
"Aw, sakit, sayang." Ringis Fadli memegang kepalanya yang dijitak Irma.
"Omesnya dikurangi, lah," sinis Irma.
"Aku, kan, cuma mau ulang adegan mereka, sayang."
"Nggak!!!" Aku masih marah sama kamu."
"Lo berdua kayak tom and jerry aja, sih," celetuk Riko.
"Ehm! Pelukan Roy nyaman, nggak, da!?" Goda Nabila mengabaikan Irma dan Fadli.
"Apaan, sih, kalian," gugup Amanda, pertanyaan Nabila membuat wajah Amanda memerah.
"Cieeee, pipinya merah, cieeee!" Ledek Riko.
"Roy menang banyak nih, peluk cewek cantik kayak Amanda," ujar Riko.
"Ngawur, njir!" Roy meninju perut Riko.
"Pasti nyaman, kan? Iya, kan?" Tawa Riko.
"Eh... Jadi, nggak, sih, kerja kelompoknya? Dari tadi nggak jadi, entar kita dimarahi Bu Dita." Amanda mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Lo salting, ya," bisik Roy.
"Apaan, sih, jangan ge-er," balas Amanda mencubit lengan Roy sebelum berlari masuk ke dalam rumah Roy.
"Suit, suit cubit-cubitan... Senggol-senggolan_"
"Nih, makan cubitan lo."
"Anjir! Sakt!!!"
Serangan yang didapatkan Fadli membuat tubuhnya sakit. , Riko, Irma, Nabila, dan Roy tertawa puas meninggalkan Fadli di luar tengah kesakitan karena ulah mereka.
"ROY... Bisa, nggak, sih, lo jangan ganggu gue dulu!" Kesal Amanda menatap Roy disampingnya.
"Sayangnya nggak bisa, Beb," jawab Roy pokus ke layar ponsel.
"Ish, dasar nyebelin," gerutu Amanda.
Roy saat ini menggngu Amanda yang sedang menulis. Dia sengaja mengeraskan suara game mobile legend-nya saat Amanda pokus mengerjakan soal IPA.
"Welcome to mebile legend"
"Volumenya bisa lo kurangin dikit. Nggak? Gue nggak pokus tahu." Amanda masih berusaha memujuk Roy.
"Nggak bisa."
"Eh, lo pikir rumah lo apa?"
"Bukan," jawabnya santai.
"Woi, Roy! Kurangin volume lo kek, kami lagi pokus nih!" Ujar Irma yang juga merasa terganggu.
"Kalau lo mau main, sana di luar aja!!!" Lanjut Nabila.
"Ngapain lo suruh gue keluar, mending kalian aja sana ngerjain tugas di luar." Jawab Roy.
"Lo aja yang keluar, di kelas tuh tempat belajar, bukan malah main game," kata Amanda.
"Double kill," ucap Roy yang pokus dengan game-nya bersama Fadli dan Riko.
"Apaan tuh double kill, double kill,"cibir Nabila.
"Eh cungkring lo nggak usah mau banyak omong, sana ke luar," ijar Riko.
"Eh, lo yang nggak usah banyak omong." Balas Nabila.
"Ye, nggak mau geu," ujar Riko
"Ya udah kalau lo nggak mau keluar, mending kita aja, yu, Da," ajak Irma dan Nabila.
"Huh dari tadi kek, ganggu aja," seru Roy, membuat Amanda menatapnya tajam.
"0h, gitu. Ya udah, gue nggak mau sontekan tugas gue ke elo," ancam Amanda.
"Da, nggak apa-apa kali. Gue mah lebih pintar daripada lo. Walaupun gue nggak kerjain tugas, gue tetap bisa jawab, kok," ucap Roy sombong tanpa menatap Amanda, dia sibuk dengan layar ponselnya .
"Ck! Sombong banget," decak Amanda.
Amanda, Irma, dan Nabila bangkit dari tempatnya dan menuju perpustakaan. Di sana adalah tempat yang paling tepat untuk dikunjungi jika ingin merasakan suasana yang tenang. Akan tetapi, saat menuju perpustakaan, perhtian mereka teralihkan pada orang-orang yang berkumpul di tengah lapangan.
"Di lapangan ada apaan?" Tany Irma ke salah satu pengurus OSIS
"Oh, itu ada pendaftaran ekskul," jawab siswi itu.
"Ekskul apa aja?" Tanya Amanda semangat.
Amanda tipe orang yang suka olahraga. Saat dia duduk di bangku SD dan SMP, di selalu mendapat juara di berbagai cabang olahraga.
Karate, bulu tangkis, tenis meja, voli, dan bsket sangat dia kuasai. Yang penting favorit bagi dirinya adalah basket dan karate. Saat SMP dia pernah mendapat juara pertama untuk karate putri. Saat porseni pun timnya juara pertama dalam basket. Bahakan Amanda adalah tim basket SMP dan beberap kali mengharumkan sekolahnya. Hanya saja Amanda tidak pernah mengumbar kalau dirinya punya kemampuan tersebut.
"Ada basket, voli, futsal, dan seni. Masih banyak yang lainnya juga,"
"Wah, ada seni! Gue mau ikutan, deh," kata Irma antusias. Dalam cabang seni, Irma memang salah satu siswi yang mempunyai kualitas suara yang bagus. Dia selalu mewakili kelas mereka dalan lomba lagu solo saat porseni.
"Kalian berdua mau masuk apa? Tanya Irma.
"Gue basket aja, deh," ucap Nabila.
"Gue kayaknya basket juga," jawab Amanda.
Mereka mendatangi pembagian folmulir ekskul. Terlihat di sana as fikri si ketua ekskul voli, angga ketua ekskul bulu tangkis, Gadis ketua ekskul basket putri, Lasri ketua ekskul seni, dan terakhir sebagai ketua ekskul basket putra adalah Roy. Amanda terkejut melihat keberadaan Roy di sana, dia tidak tahu jika cowok menyebalkan itu ternyat ketua ekskul putra.
"Heh, si Roy, kok, bisa ada di situ, sih? Tadi, kan, dia ada di kelas,"
Bisik Amanda ke Irma. Cowok itu sangat gercep sehingga sekarang sudah berada di lapangan.
"Lah, lo belum tahu? Dia itu memang ketua ekskul basket putra," kata Irma.
"Sejak kapan?"
"Sebelum lo pindah ke sini, lah. Roy mungkin dipanggil, jadi secepat kilat dia ada di sana," jawab Irma kembali membuat Amanda menganggukkan kepala.