Rupanya insting Roland memang benar. Dia berpikir bahwa ada bus yang berhenti di sana dan di dalam ada Line yang menunggu sambil merokok dengan begitu santai sekali.
Line kebetulan menoleh ke jendela dan menatap mereka berlari. Ia menjadi berwajah bingung.
Roland langsung membuka pintu dan mereka segera masuk.
"Cepat, jalankan bis ini," kata Roland sambil terengah-engah, mereka juga terengah-engah.
Lalu Line menginjak gas dan mereka berhasil pergi dari sana.
"Hah... Hah.... Akhirnya...." keempat orang itu terduduk lelah.
"Hei, kenapa ada orang baru?" Line menatap.
Lalu Ariya dan Dian juga menatapnya.
"Soal itu, kita bahas ketika sudah sampai di tempat aman. Ariya, kau benar-benar patut diberi lencana keberanianmu," tatap Roland.
"Terima kasih senior, dan senior patut diberi lencana arahan yang sempurna," tambah Ariya. Lalu mereka tertawa bersama.
"(Apa yang sedang mereka bahas?)" Line masih bingung tak percaya. Sesampainya di perusahaan yang aman, mereka yang berjumlah lima orang itu keluar dari mobil.
Sebelumnya Roland mendekat ke Kachi.
"Heh, apa yang mau kamu lakukan?" Kachi waspada.
"Apa yang kamu maksud? Aku akan membawamu, kakimu terluka."
"Tapi, aku bisa berjalan sendiri dan sekarang sudah tidak sakit sama sekali," tatap Kachi.
"Tetap saja, aku yang salah," kata Roland. Ia lalu menggendong Kachi. Kachi kembali berwajah merah.
"Di mana ini?" Ariya dan Dian menatap perusahaan itu. Lalu mereka menoleh ke Line yang menutup pintu bis setelah semua pergi.
Line menatap ke mereka dengan senyum kecil dan alis martabat, mengulurkan tangan. "Selamat datang di sini," kata Line.
Lalu Ariya menerima uluran tangannya. "Aku Ariya, dan ini Kopral Dian."
"Line," balas Line. Lalu Ariya mengangguk. Sepertinya Ariya dan Dian memang sudah ketinggalan zaman. Mereka tidak kenal pada Line, jadi wajah mereka biasa-biasa saja dan Line menjadi agak tenang.
"Asal dari mana kalian?"
"Kami dari kawasan militer satu yang baru saja dibangun."
"Oh, pantas saja," Line bergumam sendiri. "(Ku dengar tempat itu di buang oleh militer. Karena zaman sekarang, angkatan militer yang di angkut sekarang itu rata rata orang orang yang malas, jadi mereka lebih memilih membuat tempat yang baru dan agak terpencil untuk mereka berlatih sendiri. Tapi sepertinya semua sia sia karena wabah mengerikan ini,)" pikirnya dengan serius dan meremehkan juga.
"Apa yang kalian tunggu, tinggal masuk saja," kata Line. Lalu mereka berdua mengangguk.
"Tunggu, ada berapa orang yang ada di dalam?"
"... Ada tujuh, ditambah kalian jadi sembilan," balas Line.
"Ah, baik. Aku mengerti. Sekali lagi terima kasih atas tawarannya dan mohon maafkan kami jika mengganggu di sini," kata Ariya yang membungkukkan badan.
"Tidak masalah," balas Line.
Ketika mereka berdua masuk, Roland keluar menemui Line yang merokok bersandar di sisi lain bis.
"Hei, kawan, aku ingin tahu satu hal," Roland mendekat. "Apa kau tidak pergi saat itu?"
"Buat apa aku pergi? Aku meninggalkanmu selama empat jam dan saat itu aku tidak pergi karena aku tahu bahwa ada satu infeksi yang berjalan ke kawasan kalian, jadi aku berpikir mungkin akan menunggu saja."
"Apa tidak ada orang lain yang mendekat maupun menghampirimu?"
"Buat apa? Itu hanya empat jam. Apakah empat jam bisa membuatku dipertemukan dengan hal yang begitu?"
"... Itu memang benar...."
"Ngomong-ngomong, apa kau lupa atau bagaimana? Kau tahu kan tujuan kita pergi untuk mencari serum itu?" Roland menatap.
"Lupakan itu. Kucingku memberitahuku bahwa serum itu telah diambil orang. Kita terlambat datang," balas Line membuat Roland terdiam dan menghela napas panjang. "(Sia sia saja kemarin....)"
"Hei, apa kau sibuk? Jika tidak, tolong perbaiki mobil yang aku temukan tadi. Aku harus menggunakannya malam ini," kata Line. Lalu Roland terdiam.
Setelah itu mereka berjalan ke tempat yang dimaksudkan Line. "Kemana kita akan pergi?"
"Itu ada di depan sana," kata Line.
Tapi mereka berhenti ketika melihat beberapa zombie datang pada suatu mobil di sana. Mereka mengerubungi di sana.
"Itu bahaya," kata Roland.
"Itu mobil yang aku maksudkan," tambah Line. Lalu mereka saling menatap dan menghela napas panjang.
Roland mengeluarkan pistolnya dan Line pisaunya. Mereka melawan para zombie itu hingga berakhir.
"Hanya kecil," kata Roland. Lalu ia berjalan mendekat ke mobil itu, mobil itu bermerek Mercedes-Benz putih.
"Apa kau bercanda? Ada yang lebih bagus dari ini," tatap Roland.
"Yah, paling tidak aku dapat mobil ini."
"Kenapa kau bisa tahu mobil ini ada di sini?"
"Sebenarnya aku sudah menemukannya sangat lama dan sekarang aku bertanya-tanya kenapa semua makhluk itu mengerubungi di sana?" tatap Line.
Mereka mendekat bersama dan melihat di dalam mobil itu rupanya ada satu sangkar burung berwarna emas di sana. Mereka berdua bingung dan akan membuka pintu. Tapi Roland berhenti, ia tak jadi membuka pintu.
"Apa terkunci?" Line menatap.
"Ya, ini terkunci. Akan menimbulkan suara pastinya," balas Roland. Ia lalu mengambil sesuatu dari celananya, semacam baut, lalu membuka mesin depan mobil itu, memotong kabel suara di sana.
Setelah itu, ia kembali menutupnya dan membuka pintu tengah. Dia berhasil, tidak ada suara sama sekali.
Lalu mengambil sangkar itu, rupanya seekor burung merpati. "Huh, hanya burung biasa!!" Roland menjadi kesal.
"Tunggu, itu merpati pos," kata Line membuat Roland terdiam bingung.
"Burung yang bisa mengantar surat biasanya adalah burung merpati pos atau juga disebut homing pigeon. Itu bisa berguna sekali. Lepaskan dia," kata Line.
"Apa kau serius? Dia akan lari."
"Tidak akan," Line mengeluarkan pisaunya dan mengulurkan pada merpati itu. Lalu Roland membuka pintu sarang itu. Seketika merpati itu terbang dan mendarat di pisau Line.
Line melihat nama di kalung leher merpati itu. "Lovely Dove = Merpati kesayangan," kata Line.
"Apa maksudnya itu? Merpati bisa jadi hewan kesayangan?" Roland menatap bingung.
"Kau tahu apa soal hewan... Hewan kesayangan dikatakan kesayangan jika berguna dan dapat menenangkan hati, termasuk merpati ini pastinya bisa saja kita memanfaatkannya," balas Line.
"Ya deh, raja hewan... Bisa tunjukkan padaku apa yang kau maksud berguna itu?" Roland masih menggunakan nada meremehkan. Lalu Line tersenyum kecil, ia memberikan satu kertas kecil pada merpati itu, lalu merpati itu memakan dengan paruhnya dan meletakkan di kakinya, ia genggam sangat erat.
"Bawa itu ke tempat yang dimaksud dan bawa satu benda agar aku percaya padamu," kata Line. Lalu merpati itu langsung pergi.
Roland terdiam menatap itu lalu melihat ke Line. "Apa yang kamu maksudkan padanya?"
"Aku memberikan satu foto kertas yang bergambar lautan timur bagian Jepang, terdekat di sini dan dia harus membawa sesuatu dari sana agar aku bisa memastikan dia sampai sana," kata Line.
"Aku meragukan itu."
"Lihat saja nanti. Cepat perbaiki, nanti malam harus jadi," tatap Line. Lalu Roland menghela napas panjang dan memperbaiki mesin mobil putih itu.
Setelah beberapa jam Roland selesai memperbaiki mobil itu, ia mengusap keningnya dengan banyak belepotan oli lalu menutup mesin mobil itu. Tepat di saat itu juga, ada merpati tadi yang datang, ia melihat bahwa merpati itu mendarat di depan Line dengan bertengger di tongkat kayu di sana. Di cakar merpati itu ada satu kelomang kecil yang diterima Line.
Ketika Line mengambil kelomang itu, hewan muncul tepatnya kelomang. "Bagus-bagus, kau menunaikan perintahku," kata Line, ia melepas kelomang itu di bawah agar berjalan sendiri.
"Pergilah, awasi lokasi sekitar, beri kode padaku jika ada sesuatu yang begitu menarik," kata Line. Lalu merpati itu terbang ke udara dan Roland berjalan mendekat sambil ikut melihat langit. "... Now... I believe."
"Bagus jika kau percaya. Ngomong-ngomong, terima kasih telah memperbaikinya. Tepat sebentar lagi akan sore."
"Memangnya kemana kau akan pergi? Dan satu hal lagi, temani aku ke mal dekat sini. Kachi bilang bahwa ada mal dekat sini yang kecil dan sepi," tatap Roland.
"Ck, baiklah sebentar saja. Apa yang akan kau cari?" Line menyetujuinya.
"Beberapa komponen kecil mobil itu hilang dan aku ingin beberapa makanan," kata Roland.
Lalu mereka memutuskan berjalan ke mal terdekat yang dimaksudkan. Mereka ke sana, berjalan di tengah mal yang sepi itu dan sepertinya sudah lama sekali tidak dihuni sejak kiamat itu.
Berjalan-jalan sambil mengobrol, tapi tiba-tiba mereka menemukan zombie tingkat kosong yang sedang menggigiti kaca
di sana di ruang pengganti. Roland dengan wajah biasa menodongkan pistol dari jarak jauh dan menembaknya mengenai wanita itu sehingga darahnya mengalir.
"Itu bukan penghargaan pembunuhan zombie terbaik," kata Line.
"... Memangnya apa yang harus dikatakan begitu?" Roland menatap meremehkan.
"Membunuh zombie dengan traktor di ladang, traktor yang besar."
"Yah, terserah. Kau bisa melakukannya ketika haluan kita berjalan menuju pencarian meteor yang terdapat di ladang. Sekarang aku benar-benar lapar," kata Roland lalu mereka menuju rak makanan.
Line berjalan ke sisi lain, tertarik pada rak lilin di sana. Mengendus pelan satu per satu. "Mungkin Uminoke akan suka," gumamnya. Tapi ia mendengar sesuatu di belakangnya dan segera menodongkan pisaunya. Rupanya seorang wanita dengan penampilan selamat dan sehat bugar mengangkat lengan. "Tunggu, aku bukan zombie!!"
Line yang melihat bahwa itu hanya wanita aman, menurunkan pisaunya dan kembali menyimpannya di saku celananya.
"Fuh, terima kasih banyak. Aku benar-benar ketakutan ketika kamu akan melempar pisau itu padaku," tatap wanita itu.
"... Katakan padaku siapa kau?" Line menatap dingin.
"Ah, aku Zahra. Aku berhasil selamat dari zombie-zombie itu karena aku bersembunyi di sini hingga menemukanmu di sini... Ngomong-ngomong, kamu ganteng juga ya. Sudah punya pacar? Pasti ini sama seperti di film-film gitu, aku bertemu pahlawan yang menyelamatkanku..." kata wanita yang bernama Zahra. Jika dilihat, dia seperti wanita centil dan banyak bicara.
"Baiklah, sampai jumpa," Line akan berbalik.
"Eh, apa?! Apa kau tidak ingin aku ikut denganmu? Sudah jelas aku dalam bahaya.... Kenapa kau begitu cuek?" tatap Zahra.