webnovel

Sosok Putri Yang Diinginkan

Melihat keadaan taman yang tidak baik-baik saja, membuat Camelia turut ambil bagian.

"Tenang semuanya! Ini tidak  akan buruk seperti kemarin!" ujar Camelia kepada para Peri.

Papa Peri itu saling mandang satu sama lain, mereka seakan tak percaya dengan ucapan Camelia.

Kejadian kemarin membuat mereka semua trauma.

Dan takut bencana akan kembali menghampiri taman negeri Violet.

"Kalian tidak perlu khwatir, kemarin itu Tuan Putri salah memakan sesuatu! Makanya suaranya berubah menjadi aneh! Kalau sekarang aku jamin kalian tidak akan menyesalinya!" kata Camelia seraya tersenyum penuh yakin.

Kemudian salah satu Peri mengangkat tangannya.

"Pelayan Camelia! Bagaimana kalau yang kemarin terulang lagi?" tukas Peri itu, dan dia tampak sangat ketakutan. "Aku tidak mau bila harus bekerja keras merapikan taman. Itu sangat lelah, otot-otot kecilku seakan meronta!" imbuhnya.

Dengan penuh semangat Camelia kembali meyakinkan Peri itu.

"Sudah kubilang tidak akan terjadi hal buruk! Dan kalian akan baik-baik saja!" tukas Camelia.

Mereka semua hanya pasrah, sementara Pamela mulai mengambil ancang-ancang untuk bernyanyi di taman itu.

Sebenarnya ... mereka suka, atau tidak suka dengan nyanyiannya, bukan hal yang buruk bagi Pamela. Toh dia juga tidak butuh pengakuan. Ia bernyanyi karena ia memang menyukainya.

Namun apa bila para Peri itu melarangnya, dan merasa suaranya sangat menggagu. Tentu hal itu yang tidak ia inginkan!

Pamela tidak ingin dibenci para warga Peri, sudah cukup dia tidak disukai oleh para warga manusia.

Dia tidak ingin pandangan buruk juga akan terjadi dalam kehidipannya di Negeri Violet.

"Ayo lakukan saja, Tuan Putri," bisik Camelia.

Hembusan angin lembut mulai menyapa, suasana taman semakin terasa sejuk dengan aroma ribuan bunga yang bersatu-padu.

Dan suara indah Pamela mulai membius.

Para Peri itu terpaku. Mereka tersenyum, seketika ketakutan akan bencana suara menyeramkan yang memekakkan telinga telah sirna.

Kini mereka mulai menari sesuka hati.

Bunga-bunga kuncup mulai bermekaran.

Ribuan larva mulai berevolusi menjadi kupu-kupu cantik.

Tangan Pamela memetik satu demi satu senar harpa dengan lincah.

Mulutnya melafalkan bait demi bait lirik yang ia ciptakan secara dadakan.

'Hembusan angin ... lembut menyapaku.

Senyuman para Peri mulai bertebaran.

Sayap indah ....

Pucuk bunga ....

Mekar ... pancarkan kedamaian ....'

Suara itu benar-benar membius. Para penghuni Negri Violet mulai berkumpul di taman bunga. Mereka mencari pasangan dan berdansa di udara.

Pamela sudah seperti seorang Superstar yang tengah konser di antara jutaan penonton. Hanya bedanya ... mereka bukanlah manusia. Melainkan  para Peri yang terkadang berwujud serangga.

*****

Ketika seluruh penghuni istana bersuka-cita, tepat di saat itu pula Ratu Vivian datang.

Sang Ratu dan para pengawalnya mulai memasuki istana.

Namun mereka terkejut saat para Pelayan dan para Pengawal tidak ada di tempat.

Hanya ada satu pengawal yang tersisa, dan itu pun ia sedang tertidur.

"Hai, kamu!" teriak sang Ratu.

Pria itu terbangun, dan menatap  Vivian dengan ekspresi yang kaget.

"Maafkan saya, Ratu!" ucapnya dengan penuh penyesalan. Tentu saja dia merasa takut jika Ratu Vivian akan marah kepadanya.

Dia tidur di saat bertugas.

"Di mana para Pelayan dan para Pengawal yang lainnya?" tanya Vivian.

"Ampun Tuan Ratu, sepertinya mereka sedang berada di taman istana," jawab Pengawal itu.

"Apa!" Vivian mengernyitkan dahinya.

"Memangnya ada apa dengan taman istana?" tanya  Vivian yang masih tampak kebingungan.

"Mereka bilang mereka, ingin mendengar suara indah dari Tuan Putri Ximena, Tuan Ratu" jelas si Pengawal.

Vivian semakin heran, setahunya Ximena itu tidak bisa bernyanyi.

Bahkan ada seorang Peramal yang mengatakan jika putrinya itu tidak boleh memegang alat musik, apalagi sampai bernyanyi.

Karena hal itu bisa menimbulkan bencana. Ximena tidak berbakat di bidang itu, dan menurut si Peramal, Ximena juga tidak cocok menjadi pemimpin Negri Violet.

Peramal itu mengatakan kepada Vivian, bahwa Ximena akan lebih cocok hidup di alam bebas.

Konon kata Peramal itu, suara Ximena lebih buruk dari suara seekor Bebek yang hendak bertelur.

Dan Vivian juga sudah membuktikannya sendiri.

Pernah suatu ketika dia memberikan Ximena sebuah harpa yang ia pasan dari Peri Pengrajin  istana.

Benda itu ia berikan sebagai hadiah ulang tahun untuk putrinya yang ke 16 tahun.

Dan hasilnya, Ximena benar-benar tidak berbakat. Baru saja jari-jarinya menyentuh harpa itu, kemudian satu per satu senar mulai terlepas. Alat musik yang ada di tangannya seakan tidak mau menjadi teman baik sang Putri.

"Ah, dasar, Pengrajin tidak profesional!" cerca Ratu Vivian.

"Bu, sepertinya aku memang tidak berbakat, ya?" ujar Ximena.

"Jangan menyerah, Ximena! Aku ingin membuktikan jika ucapan Peramal itu salah! Dan putriku ini sangat pandai di bidang musik!" ujar Vivian pada Ximena.

"Lalu apa lagi yang harus aku lakukan? Aku memang tidak berbakat! Harpa saja tidak mau kusentuh!" tukas Ximena dengan penuh putus asa.

"Ah, itu hanya kebetulan! Dan kamu masih bisa bernyanyi tanpa alat musik! Lupakan harpa sialan itu! Ayo lekas bernyanyi!" paksa  Vivian.

Dia memang mendambakan seorang putri yang anggun dan pandai bernyanyi atau bermain musik.

Bukan seorang putri yang suka melawan dan bertingkah urakan seperti gadis liar.

Sebenarnya Ximena bukanlah putri yang seperti ia dambakan.

Berulang kali ia melihat putrinya kaluar dari istana seorang diri. Dan Ximena juga berkawan dengan makhluk-makluk yang di luar golongan mereka.

***

"Hai, kau!" Vivian menuju kearah Pengawal yang tadi.

"Iya, Tuan Ratu," sahut si Pengawal.

"Antar aku ke taman istana! Tunjukkan di mana keberadaan putriku!" perintah Vivian.

Si Pengawal menuruti perintah sang Ratu.

Ia mengantarkan Vivian menuju taman.

Lalu Vivian mengamati putrinya dari kejauhan.

Tampak para rakyat yang sedang berkumpul di sana.

Vivian memejamkan mata, dia menikmati alunan indah petikan harpa, serta suara merdu dari Pamela.

Wanita itu benar-benar tidak menyangka jika putrinya memiliki bakat sehebat ini.

Benar-benar sebuah keajaiban. Bahkan apa yang ia lihat ini, mampu menepis ucapan si Peramal.

Tak sadar air mata Vivian berlinang, dia tidak menyangka jika impiannya terhadap sang putri dapat terwujud. Walau pada kenyataannya dia belum tahu tentang siapa gadis yang saat ini ia anggap Ximena.

Vivian terbang kearah Pamela.

Dan dia segera memeluk tubuh gadis itu.

"Ibu, kenapa tiba-tiba memelukku?" tanya Pamela.

"Ximena! Ibu bangga, Nak ...," ucap Vivian.

Seluruh Peri menatap nanar kearah keduanya.

'Andai saja, Tuan Ratu tahu, jika yang ia lihat saat ini bukan putri kandungnya ... apa mungkin beliau masih memeluknya sehangat ini?' batin Camelia dengan pandangan sayuh.

"Bu, bisa lepaskan aku?" ucap Pamela dengan pelan.

"Iya," jawab Vivian. Dia merasa aneh dengan putrinya.

Ximena yang ia kenal adalah gadis yang kasar, dan sering menentang ucapanya.

Namun Ximena yang sekarang, selain terlihat anggun, dia juga terlihat sangat penurut.

Bersambung ....

Chương tiếp theo