Hari berlalu dengan sendirinya sampai sudah 2 hari dari kejadian tanding basket itu, suasana SMA Garuda heboh dengan sebuah gosip yang beredar.
Retta menjadi titik fokus berita yang sekarang tengah menyebar di seantero Garuda, tapi hal itu sama sekali tidak Retta pikirkan. Retta masa bodo dengan hal ini.
Sekarang Retta tengah melangkahkan kaki menuju ke Lapangan Basket, tapi bukan untuk bermain basket, apalagi untuk bermain bola bekel.
Tujuannya bukan fokus pada lapangan basketnya, tapi Retta ingin mencari di mana Rey berada. Ada sesuatu hal yang ingin Retta sampaikan pada Rey.
Di sini Retta berharap kalau dia bisa bertemu dengan Rey secara takdir, karena dirinya merasa malas kalau dia harus menanyakan di mana kelas Rey.
Sesampainya di lapangan, Retta mengedarkan pandangannya memperhatikan cowok yang berlalu lalang, tapi setelah beberapa saat memperhatikan sampai saat ini Retta belum menemukan Rey.
Dia di mana sih? Masa gue harus nanya di mana tuh cowok sih?
Tap
Saat Retta mengedarkan pandangannya ke sana kemari, pandangan Retta berhenti pada dada seorang cowok yang sekarang berada di depannya. Dada itu terlihat cukup bidang.
Retta menaikkan pandangannya sampai akhirnya dia melihat wajah yang selama ini dia cari di mana keberadaannya, akhirnya pencariannya berhenti setelah dia melihat kedatangan cowok itu.
"Lo mencari gue?" tanya Rey menggunakan nada bicara yang begitu datar yang membuat Retta keluar dari lamunannya.
Mendapatkan pertanyaan yang seperti itu, membuat Retta menggaruk-garuk kepalanya yang sama sekali tidak terasa gatal. Retta kebingungan untuk menjawab pertanyaan itu.
"Hm, iya? Eh-h gue ...." Jantungnya mendadak berdebar tak karuan saat akan mengucapkan tujuan dari dirinya yang mencari Rey berada.
Satu alis Rey terangkat sambil memperhatikan wajah Retta yang pipinya mulai memerah seperti kepanasan. "Apa, hm?"
Glek
Saliva milik Retta turun dengan seketika saat mendengar Rey yang berdeham dengan begitu santai dan juga ekspresi wajah yang begitu datar.
"Gue mau minta maaf," ucap Retta setelah dia sudah tidak sanggup ditatap menggunakan tatapan yang begitu intens dari Rey.
"Untuk?" tanya Rey dengan begitu santai.
"Kejadian waktu itu, hihi. Gue gak mendengarkan apa yang sudah lo ucapkan," jelas Retta singkat. Retta yakin kalau Rey sudah bisa memahami apa yang dia maksudkan.
Rey kembali memperhatikan wajah Retta yang cukup terlihat ada sebuah penyesalan dalam dirinya. "Apa pun yang lo pilih, pada akhirnya berbalik pada lo."
Di sini Rey tidak terlalu memikirkan apa yang sudah terjadi, karena semua akibat atau dampak dari kejadian itu Retta sendiri yang akan mengalaminya, lagi pula sudah tidak bisa diulang.
Retta tertawa hambar mendengar kalimat itu. Retta sadar kalau memang setelah dia yang tidak mendengarkan apa yang sudah Rey ucapkan waktu itu, dirinya yang merasakan semuanya.
Kalau saja waktu itu Retta langsung mendengarkan apa yang sudah Rey ucapkan di mana dirinya yang memutuskan Arkan, maka dia tidak akan mendengar sebuah kalimat dari Arkan yang merendahkan dirinya.
"Udah kok, gue udah merasakan semuanya. Thank's ya," ucap Retta dengan begitu datar.
Rey menggelengkan kepalanya. "Gak masalah."
"Ke Kantin yuk," ajak Retta dengan santai.
"Ngajak ke Kantin, karena lo menganggap semua itu sebagai ucapan terima kasih dan maaf dari lo?" tebak Rey dengan menggunakan nada yang cukup yakin.
Kedua bola mata Retta membelalak saat dia mendengar sebuah kalimat tanya yang sesuai dengan apa yang ada dalam pikirannya. Memang semula dia berniat untuk seperti itu.
"Kenapa emangnya? Gak mau atau bagaimana?" tanya balik Retta yang merasa penasaran dengan alasan kenapa Rey bisa langsung menanyakan hal itu.
"Bagaimana kalau di Cafe?" Rey mengukirkan senyumannya dengan begitu indah di ujung kalimatnya yang membuat senyuman milik Retta juga terukir dengan begitu jelas.
"Ih! Gue pikir lo gak mau sama gue," ucap Retta dengan menggunakan nada yang penuh dengan kekesalan.
"Lo mau sama gue?" tanya Rey dengan begitu enteng.
Sontak kalimat enteng yang sudah Rey ucapkan membuat Retta kebingungan sebab tak paham dengan apa yang dimaksud oleh Rey dalam kalimat tanyanya.
Setelah beberapa saat berpikir, akhirnya Retta mengerti ke mana maksudnya. Semula dirinya sudah mengatakan kalau Rey tidak mau bersama dengan dirinya, pantas saja Rey dengan mudah membalikkan kalimatnya.
"Ngomong sama lo cape ya?" Retta menatap Rey dengan begitu serius. "Otak gue harus dipake dulu, baru gue mengerti ke mana maksud dari kalimat lo."
Dengan sendirinya senyuman milik Rey terukir yang membuat Retta juga ikut tersenyum dengan begitu lebar. Retta begitu jeli memperhatikan detail wajah cowok di hadapannya.
"Tapi perut gue tidak bisa menunggu, gue sekarang sudah lapar. Ke Kantin dulu yuk, sebelum ke Cafe." Retta kembali mengajak Rey.
Tanpa berpikir lama, Rey menganggukkan kepalanya dengan begitu santai dan kemudian melangkahkan kakinya bersama dengan Retta untuk menuju ke Kantin.
Sepertinya dalam kalimat Rey tadi bukan bertujuan untuk menolak ajakan Retta, tapi karena dirinya ingin mengajak Retta untuk ke Cafe. Sungguh cara yang tidak biasa.
*****
Di satu sisi ada seorang cewek yang sekarang tengah menyeruput minuman rasa stroberi dengan begitu enteng sambil memperhatikan dua orang yang sekarang tengah duduk bersama.
"Sepertinya cewek lo udah punya cowok baru, lo kapan punya cewek baru?" tanya cewek itu pada Arkan sambil memperhatikan Arkan dengan tatapan yang penuh dengan keseriusan.
Arkan mengalihkan pandangannya ke arah di mana Retta dan juga Rey berada. "Dia sudah bukan cewek gue," ucap Arkan memberikan sebuah penjelasan.
"Lalu kapan lo cari cewek lagi?" goda cewek itu sambil terus menatap Arkan.
"Lo suka sama gue?" tanya Arkan to the point.
Sebuah senyuman yang penuh dengan aura menggoda tercetak dengan begitu jelas di bibir cewek yang sekarang tengah duduk di hadapan Arkan, perlahan dia memegangi jari tangan Arkan.
"Kurang meyakinkan kah perlakuan gue sama lo selama ini sampai lo masih menanyakan apakah gue suka atau tidak sama lo?" tanya cewek itu yang kembali mengukirkan senyumannya sambil menatap Arkan dengan begitu dalam.