Pagi yang terlalu cerah, matahari bersinar sangat ceria. Seolah sedang tersenyum keseluruh penjuru dunia. Di rumah Alicia, gadis yang sering kali di panggil Riel dengan sebutan 'Bodoh' itu sedang sibuk membereskan buku-buku sekolahnya.
Sebenarnya Alicia sudah sangat malas untuk pergi kesekolah, sebab, tidak ada satupun teman sekelasnya yang akrab dengannya. Sehingga ia selalu terlihat sendiri. Tapi, mau tidak mau Alicia harus bersekolah, kelas tiga semester akhir, membuat ia tidak bisa bolos. Kalau tidak, predikatnya sebagai siswa terpintar akan menyingkir dari dirinya yang selama ini melekat setiap tahun padanya.
Alicia sudah berdandan sangat rapih, kali ini ia terlihat berbeda. Rambut yang terkuncir seperti buntut kuda, dan tanpa kacamata.
"Alicia, ayo kita sarapan sayang. Ini sudah jam 7, nanti kamu terlambat lho, sayang!" teriak Ibunya dari lantai bawah.
"Iya bu, sebentar lagi aku turun!" sahutnya sambil menutup resleting tasnya. Alicia menyangkilkan tas ranselnya di pundak. Ia bergegas menuju pintu, tetapi kakinya enggan melanjutkan keluar dari kamar. "Tunggu, sepertinya ada yang kurang!" pikir Alicia menghentikan langkahnya itu.
"Oiya, bulu sayap malaikat! Kalau gak ada itu, aku pasti akan di kerubungi mahluk-mahluk astral!" Ia pun berbalik mengambil bulu sayap dari Riel di selipan buku diarinya. Alicia memasukan ke dalam salah satu bukunya itu. Ia meneruskan langkahnya keluar kamar.
"Pagi Bu!" Alicia mengecup kepala ibunya yang sudah rapih. Ibu Alicia mempunyai jabatan penting di kantornya sebelum menikah dengan Dean.
"Hei, pagi juga sayang!" Saphira sangat senang melihat putri semata wayangnya masih dalam keadaan baik-baik saja dan berkumpul lagi di meja makan.
"Pagi Pah!" sapa Alicia mencium pipi laki-laki yang masih terlihat gagah dan tampan itu.
"Pagi juga sayang! Ayo duduk, kita sarapan dulu!"
Alicia mengangguk, ia menarik kursi di antara Ibu dan papahnya. Ia duduk dan mulai menyantap sarapan yang sudah di siapkan ibunya itu. Alicia memakannya dengan lahap, seperti orang yang belum pernah makan selama seminggu.
"Sayang, pelan-pelan makannya! Nanti kamu keselek," kata ibunya memberi peringatan. Alicia hanya tersenyum saja.
"Entah kenapa aku sangat lapar bu, jadi maaf aku makannya agak rakus!" ujar Alicia tetap fokus pada makanannya.
"Bu, udah gak apa-apa. Maklum Alicia kan gak pulang selama seminggu!"
Ohook.
Ohook.
Alicia tersedak mendengar ucapan papahnya itu. "Tuh kan, Ibu bilang juga apa, pelan-pelan makannya."
"Iya Bu!" kata Alicia. "Maaf Pah, tadi papah bilang apa?"
"Kamu gak pulang seminggu!"
"S-seminggu?" Alicia mengulang ucapan Dean. "I-itu gak mungkin, kami berdua cuma sehari kok berada di hutannya!"
"Kami?" Dean mengernyitkan dahinya. Kata 'Kami' yang terucap dari bibir anaknya itu membuat ia bingung. "Maksud kamu, kamu bersama teman kamu?"
Wajah Alicia seketika menjadi pucat. "Aaah ... tidak kok, pah! Maksudnya aku, maaf salah ngomong!" sergah Alicia berdalih. Ia melanjutkan makannya dan fokus.
"Aduuh, kenapa bisa keceplosan? Mudah-mudahan Papah melupakan apa yang aku ucapkan tadi!" pikir Alicia. Dean dan Saphira saling pandang dengan dahi mengkerut. Mereka berdua masih belum paham dengan ucapan Alicia tentang kata 'Kami'. Lalu memandang Alicia, sangat lekat kedua orang tuanya memandangnya.
Alicia menyipitkan satu matanya. Ia tampak gugup dan merasa takut sekarang. Haruskan ia jujur? Tapi rasanya itu tidak mungkin. Bantah batin Alicia mencegah agar tidak terlalu jauh bertindak bodoh. Mana mungkin kedua orang tuanya percaya tentang malaikat dan iblis. Bisa-bisa Alicia akan di tertawakan oleh kedua orang tuanya, bahkan dianggap gila.
"A-ada apa? K-kenapa kalian menatapku seperti ini?"
"Aah, tidak. Ibu sama Papah penasaran, siapa yang kau maksud dengan 'kami' itu?" Saphira sedikit mengelak. Ia tidak mau putrinya menjadi sangat tidak nyaman.
Alicia langsung berdiri, ia tidak menghabiskan sarapannya. "Aku sudah kencang! Sebentar lagi aku harus masuk ke kelas pertama, jadi aku pergi dulu, Papah, Ibu!" Gadis itu berusaha menghindar dengan alasan sekolah. Ia mencium kedua pipi Ibu dan papahnya. Bergegar keluar dari rumah besar itu.
"Hei ... Alicia, kau belum menjawab pertanyaan kami, lho!" teriak Saphira masih penasaran, sama halnya dengan Dean.
"Tidak ada apa-apa, Bu! Percayalah padaku!" Alicia tetap menutupi walau kedua orang tuanya sudah sangat curiga.
Ia menghela napas lega saat sudah berada di luar rumah. "Hampir saja ketahuan!" gumamnya. "Aduuh, kenapa mulutku ga? bisa terkontrol ya? Kalau sampai aku keceplosan cerita tentang Riel dan Asmodeus, bisa-bisa Papah sama Ibu memasukan aku ke rumah sakit jiwa!" Ocehnya terus sambil melangkah menuju ke halte bis.
Alicia, ia tidak menyadari ada yang mengawasi sedari tadi. Sebelum gadis itu keluar. Senyumnya menyeringai saat melihat Alicia keluar dari rumah. Kemudian ia mengikuti kemana Alicia pergi.
Gadis itu masuk pintu gerbang sekolahnya. Siswa dan siswa sekolah Hurtwood House School tepat di tengah-tengah kota Inggris. Sekolah paling elit dan termahal di negara itu.
"Rupanya di sini kau bersekolah, gadis bodoh!" ujar Asmodeus menyeringai. Ia kemudian turun dan mendarat di tanah. Sama seperti halnya Riel, sayap hitamnya lambat laun masuk ke dalam punggung Asmodeus. "Bagaimana kalau aku ikut belajar dan menjadi salah satu siswa di sekolah kamu, gadis bodoh!" guman Asmodeus. Sekali menjentikan jarinya, penampilan serta pakaian Asmodeus berubah. Sama persis seperti yang Alicia pakai.
"Wow, tidak buruk juga!" pikirnya memandangi dirinya sendiri. "Oiya, aku lupa sesuatu!" Asmodeus menjentikan jarinya sekali lagi. Tas sudah berada di tangannya itu. Ia pun berdehem, "Tidak buruk juga aku menjadi seorang pelajar!" katanya memuji diri sendiri. Dengan percaya diri, Asmodeus melangkah masuk ke dalam sekolah yang luasnya hampir 2 hektar itu.
Ia terus melangkah di jalan yang cukup luas, di kiri dan kanan banyak pepohonan yang tumbuh subur. Lalu, ada sesuatu yang aneh pada siswa dan siswa yang melintasi atau yang berpapasan pada Asmodeus. Semua memandang aneh sambil berbisik.
Asmodeus merasa heran, ia tidak tau apa yang terjadi sampai-sampai semua siswa memandangi dengan tatapan mencibir. Bisik dan lalu ketawa. "Sialan! Apa-apaan mereka tertawa seperti itu?" gerutu Asmodeus melotot ke arah orang-orang yang mentertawakannya. "Hei ... apa kalian lihat-lihat? Belum pernah lihat mahluk ganteng kayak gue, huh?" teriak Asmodeus.
"Ganteng sih, tapi melambai!" Kemudian siswa siswi itu tertawa terbahak-bahak. Mereka sangat senang menggoda Asmodeus.
"Hei, cantik. Roknya bagus deh!" Goda salah satu siswa di sekolah itu. "Kencan sama aku yuk!" Dia pun tertawa senang meledek Asmodeus.
Mata Asmodeus melotot sangat lebar. "Apa maksud semuanya itu?" pikir Asmodeus. Ia kemudian melihat dirinya sekali lagi, baginya, tidak ada yang salah dengan pakaiannya. Namun, bagi siswa dan siswi lainnya yang di pakai Asmodeus sangatlah salah. Ia mengenakan persis yang dikenakan Alicia bukan seragam yang biasa di kenakan para siswa laki-lakinya. "Perasaan gak ada yang salah sama seragam ini?" Sampai sepuluh kali pun, Asmodeus tidak merasa ada yang salah dengan pakaiannya. Ia kembali percaya diri, melangkah dengan mengangkat kepalanya.
"Hei, kamu ... siswa yang di depan!" teriak seseorang pada Asmodeus di belakangnya.
"Gggrr ... ada apa lagi ini?" gerutu Asmodeus kesal. "Apa sekolah manusia menyebalkan seperti ini?" lanjutnya. Ia menoleh dengan wajah sangat garang dan kesal.
"Kemari kamu?" Asmodeus menuruti perintah seorang laki-laki berkacamata dengan sweeter tebal berwarna hijau. Ia mendekati dengan mata yang melotot dan giginya bergemerutuk.
"Ada apa anda panggil saya, huh? Anda gak tau siapa saya?"
"Saya gak peduli siapa kamu, yang jelas kamu siswa di sini dan harus mentaati peraturan, mengerti!" kata laki-laki berkacamata itu.
"Aaah ... aku gak peduli dengan peraturan. Aku ini iblis, siapa yang berani menentang aku, huh?" sergah Asmodeus bertambah kesal.
"Kalau kamu Iblis, saya Raja Iblis. Jadi diam jangan berteriak!" katanya sambil memukul pantat Asmodeus dengan rotan.
"Auh ... sakit!"
"Kalau kau gak mau di hukum, cepat ganti pakaian kamu dengan seragam khusus laki-laki!" kata laki-laki yang tak lain guru dari sekolah itu.
"Maksudnya? Bukankah ini seragam sekolah ini?" Asmodeus membantah.
"Ya, memang benar. Tapi itu seragam perempuan!"
Asmodeus membeku, diam bagai patung. Ia tidak bisa berkata-kata, lidahnya terlalu kelu untuk berbicara. "S-seragam p-perempuan?" kata Asmodues tergagap. Ia memperhatikan sekali lagi dirinya. Rok, itu yang ia kenakan. Dan blezer di tubuhnya. Bukan seragam laki-laki bukan?
"Aaaaargh ... aku jijik pakai seragam perempuan!!" teriak Asmodeus sekeras mungkin hingga terdengar keseluruh penjuru sekolahan.
****
Bersambung.