"Kalian percaya? Aisshh!!" timpal Qonin seraya menampar udara kosong sebagai tanda perkataan Cika itu tidak benar, lalu dia kembali berkata, "Cika belum tahu saja cerita yang sebenarnya, jadi ....,"
"Jadi percaya saja kepadaku, aku punya buktinya," Perkataan Qonin diteruskan Cika yang muncul secara tiba-tiba di tengah percakapan mereka.
Cika menyebar foto Qonin di grup WA khusus 4 orang temannya, foto itu menunjukkan kejadian 3 hari malam kemarin saat Qonin turun dari mobil Alphard sedang melambaikan tangan dengan tersenyum girang kepada sopir Namora.
"Astaga!! Ternyata apa yang dikatakan Cika benar, aku tidak menyangka selama ini kita dibohongi tampang polos Qonin. Aku sungguh kecewa kepadamu, Nin!!" Jeni berdiri dari duduknya, dia merasa sakit hati dengan kelakuan menyimpan Qonin.
"Cika!!! Jangan asal bicara jika tidak tahu kenyataannya, waktu itu aku terpaksa bekerja untuk biaya mendesak sekolah adikku," Qonin menjelaskannya sambil berdiri, dia diserang rasa marah luar biasa ketika tuduhan Cika itu sangat merendahkannya.
"Tu kalian dengar sendiri kan?? Coba kalian pikir kerja apa yang pulangnya malam, pakai dress seksi turun dari mobil mewah seperti itu?? Haha ... Qonin ... Qonin, sudahlah jangan buat alasan lagi, hanya kan memperlihatkan betapa bejatnya perilakumu!!" cerca Cika yang membuat Lisa dan Rose sama kecewanya dengan Jeni.
"Tutup mulutmu Cika!! Aku tidak segan untuk menamparmu saat ini juga!!" ancam Qonin yang sudah mengangkat tangannya.
"Tampar saja!! Cepat lakukan!!" tantang Cika menyodorkan pipinya.
"Qonin!! Aku membencimu, dan jangan pernah berani menganggapku lagi sebagai teman!!" teriak Lisa, dia semula yang masih berpihak kepada Qonin, kini rasa kepercayaan itu hilang sudah dengan bukti dari Cika yang dibumbui dengan perkataan yang menohok.
"Tidak Lisa aku mohon percaya kepadaku, kamu tahu aku tipe orang yang seperti apa. Kita sudah berteman sejak SMP dan tidak pernah ada masalah selama ini," mohon Qonin lebih kuatir memperbaiki hubungan dengan Lisa daripada Cika, dia menurunkan tangan serta berjalan mendekati Lisa.
Sayangnya, Lisa menjaga jarak dengan mundur beberapa langkah, lalu berbalik dengan sorot mata jijik memalingkan muka, meninggalkan Qonin.
"Qonin, jujur aku sangat kecewa dan keputusan kami bulat jadi terima saja jika pertemanan kita berakhir," Rose pun mengatakan kata perpisahan yang sangat tidak diinginkan Qonin.
Gemuruh amarah, sakit hati, merasa dikhianati bertumpuk dalam satu rasa yang disebabkan oleh satu orang, yaitu Cika.
"Cika kamu memang benar-benar keterlaluan!!!" seru Qonin yang sudah kembali mengangkat tanganya, dia mengerahkan seluruh kekuatannya untuk menghajar Cika.
"Rasakan ini!!" Sebuah kekuatan yang lebih kuat dari tenaganya menghalau ledakan emosi Qonin, dia semakin marah, memberontak membuat cengkraman Tom melemah.
Plak!! Tamparan dari tangan kiri Tom mengenai pipi untuk menghentikan perlawanan Qonin, dan ternyata berhasil. Rasa panas yang diakibatkan oleh tamparan Tom menjalar ke seluruh tubuh Qonin berubah menjadi ketakutan akan hal buruk lainnya.
Cika terkejut sambil menutup mulutnya, lalu bersorak, "Kerja bagus, Tom!! Haha!! Rasain loh cewek kotor!!"
"Hei cewek miskin dan kotor!! Jangan bertingkah, kalau tidak berita buruk Lu akan Gue sebar ke seluruh orang di sekolah ini!!" ancam Tom sambil menyentak tangan Qonin sampai duduk terjatuh.
Rasa sakit teramat perih hingga hati Qonin tidak mampu menampungnya, air mata itu mengalir deras bagaikan bendungan yang sengaja dijebol.
Kamu tidak boleh menangis, Qonin. Tidak boleh!! Batin Qonin, tapi tetap saja airmata itu tidak berhenti mengalir.
"Cuih!! Bau kotor ini mengganggu Indera penciumanku!! Ayo Cik, kita pergi dari sini!!"
Tom dan Cika membelah kerumunan siswa yang menyaksikan percekcokan mereka. Mereka berbisik sambil menunjuk Qonin dengan asumsi yang mereka dengar.
Tring!!! Bunyi bel masuk kelas membuyarkan kerumunan tersebut. Qonin berusaha berdiri di sisa tenaga yang sudah terkuras sebelum berperang.
"Zanqi!! Tolong aku!!" gumam Qonin, nama Zanqi terbesit di benaknya, berharap datang untuk menyelamatkannya.
Zanqi sendiri sedang mengurung diri, dia tertidur diatas kursi roda ketika di sepanjang malamnya terganggu akibat perkataan Dokter waktu itu.
"Tidak ... itu tidak mungkin!! Aku tidak mau lumpuh selamanya!!" teriak Zanqi dibawah pengaruh mimpi buruk yang sedang dia alami.
Namora tidak pantang menyerah untuk membujuk Zanqi, ketika dia mendengar teriakan Zanqi dari kamar membawa ingatan Namora kembali disaat melakukan pemeriksaan kemarin.
"Bagaimana hasil pemeriksaannya, Dok?? Zanqi ada harapan sembuh kan?" tanya Namora penuh harap, dia yang semula duduk itu langsung berdiri ketika Dokter Joni masuk dalam ruangan.
"Maafkan saya Nyonya yang harus menyampaikan berita buruk ini," Dokter Joni berhenti seakan mengambil kekuatan untuk menyampaikannya, "Hasil pemeriksaan masih menunjukkan hal yang sama, virus menguat sudah mulai menyerang daya tahan tubuh Zanqi. Sementara kami sudah memberi resep untuk memperlambat kerja Virus, semoga dengan ini keadaan Zanqi tidak terlalu parah."
Zanqi sudah berada di dalam ruangan disaat Dokter Joni diam mengambil kekuatan, dia syok luar biasa ketika harapannya terlampau jauh untuk dia gapai.
"Tidak mungkin aku lumpuh selamanya!! Tidak mungkin kan, Mah?" teriak Zanqi mengagetkan Namora, dia mencari kekuatan untuk menentang berita buruk yang baru saja didengar.
Namora melihat Dokter yang menggeleng, kakinya lemas seketika dan jatuh ke lantai dengan lutut terlebih dahulu, rasa sakit dari lututnya yang masih linu membawa kesadarannya kembali.
"Bu, apakah anda baik-baik saja?" Asep sangat sedih melihat kedua majikannya tidak berdaya dengan ujian yang sudah berlangsung sangat lama.
Namora menggeleng, meskipun dia menangis sesenggukan berdiri diatas lutut yang terluka, tangannya mengetuk pintu kamar Zanqi dengan kuat, Namora memanggilnya, "Zanqi!! Buka pintunya sayang!!! Mamah mohon!!"
Akan tetapi, pintu kamar Zanqi tidak juga terbuka. Zanqi kembali menangis dalam diam, sekuat tenaga dia tahan agar suara tangisnya tidak terdengar oleh Namora sampai dada dia terasa luar biasa nyeri.
"Zanqi!! Keluarlah sayang!! Zanqi ...!!" Suara Namora parau di dalam kepedihan yang mendalam, bahkan Asep yang menyaksikannya tidak kuat menatap Namora.
Asep ikut membujuk Zanqi, "Den!! Tolong buka pintunya!! Hari ini kita akan menjenguk Juleha di rumah sakit, Den Zanqi tidak lupa kan!!!"
Dan tidak ada hasil, dari dalam kamar Zanqi hanya ada keheningan tidak ada tanggapan maupun tanda jika pintu itu akan terbuka, karena Zanqi ingin menyimpannya sendiri.
"Qonin, aku ingin berlari diatas kursi roda!! Tolong dorong aku sekuat tenaga!!" lirih Zanqi mengenang kebahagiaan yang dia dapat saat serunya berlari di lorong kelas bersama Qonin.
Zanqi kembali menangis, ketika tahu kenyataan bahwa dirinya tidak akan menjadi cowok normal yang berdiri dengan kedua kakinya. Qonin dan Zanqi saling berharap satu sama lain, akan tetapi keduanya sedang dihadapkan sebuah masalah pelik. Bagaimana mereka bisa berharap?