webnovel

Malam Pertama

Elisa mengikuti langkah Jonathan ke dalam apartemen yang akan ditempatinya selama satu tahun ke depan. Selama itu, dia harus bersabar menghadapi pernikahannya bersama laki-laki sedingin Jonathan. Elisa bersedia melakukan apapun demi janin di dalam rahimnya.

"Bersabarlah, Nak. Selama satu tahun kita akan tinggal disini. Ibu harap kamu menjadi anak yang kuat dan tidak rewel," gumam Elisa sambil mengusap perutnya yang mulai membuncit.

Jonathan membuka sebuah pintu dengan kombinasi angka. Rupanya rumah orang kaya memang memiliki sistem pengamanan yang sangat ketat. Elisa sempat kagum melihatnya.

"Masuklah," ajak Jonathan sambil membukakan pintu untuk Elisa. Keduanya masih mengenakan pakaian pengantin karena belum sempat berganti pakaian. Lagipula, Jonathan tidak mau ribet dengan keluarga besar jika mereka harus ganti pakaian dulu.

"Bibi," panggil Jonathan dengan suara keras. Tak berapa lama seorang perempuan paruh baya yang mengenakan seragam berwarna biru mendekat. Rupanya dia adalah Asisten Rumah Tangga yang bekerja di apartemen milik Jonathan.

"Iya, Den," sahut perempuan tua itu sambil melihat ke arah Elisa dan Jonathan dengan heran. Semua yang melihat keduanya pasti bisa menyimpulkan adanya pernikahan namun sang ART bingung karena tidak pernah ada pembahasan mengenai pernikahan selama di apartemen.

"Mulai sekarang Elisa akan tinggal di rumah ini sebagai istriku. Bibi siapkan kamar tamu dan masukkan barang-barang miliknya ke dalam lemari. Sementara itu aku ingin istirahat karena badanku capek sekali," jelas Jo kepada ART nya.

"Elisa, kamu bisa menggunakan kamar tamu yang akan diitunjukkan oleh Bibi. Selain kamar itu, jangan pernah coba-coba untuk membuka kamar lain termasuk kamarku karena aku tidak suka bila ada yang mencampuri urusan pribadiku," tegas Jo.

Elisa mengangguk dengan perlahan sambil menjaga pandangan supaya tidak melihat ke arah Jonathan secara langsung. Mendengar suaranya yang keras sudah membuat Elisa ketakutan.

"Bibi, jangan lupa tugasmu!" ulang Jonathan sebelum pergi meninggalkan Elisa dan ART nya.

"Mari Non ikut saya," ajak Bibi kepada Elisa. Elisa pun menuruti dan berjalan perlahan di belakang perempuan tua itu. Dia merasa apartemen yang dihuni oleh Jonathan sangat besar. Banyak barang mewah yang ada di dalamnya. Elisa tidak berani menyentuh apapun karena takut dengan kemarahan Jonathan padanya.

"Nah, ini adalah kamar Non Elisa," kata Bibi ketika mereka tiba di depan sebuah pintu berwarna cokelat tua. Bibi membukanya dan Elisa semakin takjub melihat isinya. Sebuah ruangan yang cukup besar dengan interior mewah dan lengkap.

Selain ranjang berukuran besar, ada juga lemari dan sofa yang bisa digunakan untuk bersantai. Sebuah televisi besar juga sudah siap menjadi hiburan kala bosan melanda. Apa yang ada di dalam kamar Elisa benar-benar menyerupai semua yang ada di dalam hotel mewah.

"Ini adalah kamar Non Elisa. Barangkali ada yang kurang disuka bisa langsung terus terang supaya isa segera diganti," jelas Bibi.

"Ah tidak kok, semua ini sudah lebih dari cukup," ungkap Elisa jujur.

"Semua ini justru sangat berlebihan," batin Elisa sambil memperhatikan semua hal yang ada di dalam ruangan.

"Di rumah ini ada siapa saja yang tinggal, Bibi?" tanya Elisa penasaran.

"Hanya ada tiga orang. Mas Jo, Bibi dan Pak sopir yang selalu ada di apartemen. Biasanya Mas Beni juga menginap. Kamar yang ada di samping adalah ruangan khusus untuk Mas Beni kalau menginap disini. Di dalamnya banyak peralatan yang berhubungan dengan pekerjaan mereka makanya Mas Jo melarang sembarang orang masuk ke dalamnya," jelas Bibi.

"Sembarang orang, memangnya ada orang lain yang sering kemari?" tanya Elisa penasaran.

Bibi tercengang dan segera menutup mulutnya. Wajahnya terlihat panik dan menyembunyikan sesuatu dari Elisa.

"Maaf Non, Bibi permisi mau menyiapkan makan malam. Sebaiknya sekarang Non Elisa istirahat saja supaya bisa mengembalikan energi. Nanti setelah Non istirahat, Bibi akan mulai menata semua barang ke dalam," ungkap Bibi sebelum meninggalkan ruangan yang disebut sebagai kamar olehnya.

Elisa menghela napas panjang. Rasanya dia belum sempat memulai kehidupan yang baru namun dia tidak mempunyai pilihan. Sekarang, dia telah menikah dengan Jonathan dan harus bisa beradaptasi dengan semua perubahan. Meskipun ini pernikahan di atas kertas namun Elisa tidak boleh lalai pada tugasnya sebagai istri.

Elisa segera merebahkan dirinya di atas kasur seraya membayangkan bagaimana nasibnya selama setahun ke depan. Dia sudah melihat kerasnya karakter Jonathan dan dia harus bertahan.

"Kalau aku menyerah maka nasib anakku akan dalam bahaya," gumam Elisa. Dia tidak mungkin berani mudur di kala langkahnya sudah mulai beranjak maju.

Elisa masih saja meikmati pemandangan di dalam kamarnya yang serba mewah. Dia tidak pernah bermimpi berada di tempat yang seperti itu.

"Bagaimana jika kekasih Jonathan datang dan marah padaku?" gumam Elisa pada dirinya sendiri. Dia sering melihat drama di televisi mengenai seorang perempuan yang merebut kekasih orang lain dan dihajar oleh perempuan yang menjadi kekasihnya.

"Aku tidak mau. Pokoknya aku tidak mau kalau sampai tersandung masalah dengan kekasihnya," batin Elisa sambil membayangkan yang bukan-bukan. Dia menduga Jonathan memiliki kekasih seorang lelaki yang sama-sama mengalami perbedaan orientasi seperti Jonathan. Dia pasti akan disiksa habis-habisan.

Elisa terus berpikir hingga akhirnya dia tertidur lelap di atas rajang yang empuk dan nyaman tersebut. Elisa merasa tubuhnya seakan terbang ke langit karena semua terasa ringan. Dia benar-benar bahagia. Dia bahkan bermimpi berada di sebuah taman bunga yang indah.

"Elisa ayo lekas turun!" teriak seseorang yang tidak dilihat sosoknya oleh Elisa. Dalam angannya dia berada di atas sebuah menara dan di bawah ada seseoarng yang terus memanggilnya.

Elisa yang menikmati keindahan dunia di dalam mimpinya merasa sedikit terganggu dengan suara tersebut dan langsung mengusirnya.

Elisa tidak peduli dan dia tetap merasa nyaman di angkasa yang hanya ada di dalam angannya saja.

"Aku tidak mau!" tolak Elisa.

"Elisa!" suara itu lagi-lagi terdengar keras dan membuat Elisa semakin tidak nyaman. Dia mendengus kesal.

"Jangan mengganguku!" tegas Elisa tanpa melihat siapa yang sedang berusaha membangunkan dirinya. Elisa benar-benar marah dan tidak mau memaafkan siapapun yang merusak mimpi indahnya.

"Heh Pemalas, segeralah bangun karena aku tidak bisa menguasai diri ketika sedang marah," tegas Jonathan sambil menarik selimut yang melingkupi tubuh indah Elisa. Lama-lama Elisa merasa dingin karena suhu AC di dalam ruangan memang sangat dingin. Dia sedikit meringkuk dengan tangannya dan membuka matanya perlahan.

Sesosok pemuda tampan sedang menatanya lekat seakan dia melakukan kesalahan yang sangat besar. Dia terkejut dan segera menguasai dirinya.

"Jonathan, apa yang anda inginkan?" tanya Elisa dengan terbata. Dia merasa takut dengan hukuman dari pemuda itu bila dia melanggarnya.

"Bangunlah pemalas!" teriak Jonathan.

Chương tiếp theo