webnovel

Menagih Bagian-Ku!

Berlian membeliak tak percaya, menatap gedung berlantai tiga di hadapannya. DN Modelling School. Sekolah model yang paling terkenal juga menjadi nomor satu di negaranya. Dulu dia sempat bermimpi untuk bisa masuk ke sekolah model milik Donita, seorang supermodel yang sangat bersinar pada zamannya. Akan tetapi, dia terbentur biaya yang tidak sedikit untuk bisa masuk ke sekolah itu.

Masuk ke DN Modelling School adalah impiannya sejak dia beranjak dewasa.

"Ayo!"

Chiaki mulai kesal karena sedari tadi Berlian hanya berdiri mematung di tempatnya dengan mulut sedikit menganga.

Terlihat sangat bodoh juga menggemaskan dalam waktu bersamaan, namun dia segera menepis hal itu.

Pria itu menarik sedikit menyeret Berlian untuk masuk ke dalam.

"Kau mau membawaku ke mana?" tanya Berlian.

"Tentu saja mendaftarkan dirimu di sekolah ini. Bukankah ini yang kau inginkan?" tanya Chiaki setelah menjawab.

Berlian semakin dibuat kebingungan dengan sikap Chiaki yang sering berubah-ubah. Terkadang sangat acuh bahkan kerap kali bersikap dingin padanya, tapi sekarang dia terlihat begitu perhatian. Ya, meskipun tingkah lakunya masih saja menyebalkan.

"Ta-tapi, aku belum menyetujui kesepakatan yang kau ajukan, Chiaki."

"Setuju atau tidak, kau harus tetap ... setuju!" tandas Chiaki memaksa.

Benar 'kan? Baru beberapa detik yang lalu Berlian memuji, kini pria itu sudah berbuah menjadi diktator. Untuk apa pria itu mengajukan kesepakatan bila akhirnya dia yang memutuskan?

Chiaki mengubah posisi tangannya beralih merengkuh pinggang Berlian ketika mereka berhenti di depan pintu.

Ben yang sedari tadi mengikuti mereka, maju satu langkah untuk mengetuk pintu.

Tok! Tok!

"Masuk!"

Klak!

Ben langsung membuka begitu mendapat sahutan dari dalam. "Silahkan masuk," ucapnya.

Chiaki menggiring Berlian yang masih kebingungan masuk ke dalam ruangan.

"I Miss you so badly, Sayangku!"

Seruan seorang wanita membuat Berlian mengerjapkan matanya. Belum habis keterkejutannya karena sang suami membawa ke tempat impiannya, kini dia kembali dikejutkan dengan sosok wanita yang menjadi idolanya.

"Nyonya Donita," gumam Berlian dengan lirih.

Donita tersenyum menatap Berlian, lantas merentangkan kedua tangannya pada Chiaki.

"Stop, Aunty!" Chiaki menggeser tubuhnya hingga berada di belakang Berlian. "Kau selalu saja memelukku, aku sudah bukan bocah kecil lagi yang bisa kau peluk dan cium sesuka hatimu!" omelnya kemudian.

Karena tak bisa mendapatkan pelukan dari keponakannya, akhirnya Donita membawa Berlian ke dalam dekapannya. Hal itu tentu saja membuat Berlian terkejut bukan main.

Dipeluk oleh idolanya? Oh, Tuhan! Mimpi apa Berlian sehingga mendapatkan pelukan hangat dari sang idolanya?

"Halo, Nona Cantik. Senang bertemu denganmu."

Sepersekian detik Berlian tercengang, merasa bila semua ini hanya mimpi. Namun cubitan lembut di pinggang membuatnya tersadar bila ini bukanlah mimpi.

"Jangan lupa bernafas, Sayang!" bisik Chiaki dengan nada jail.

Cukup!

Berlian tidak ingin semakin meleleh dengan bisikan yang terdengar begitu merdu di telinganya. Segera dirinya mengambil alih kesadarannya.

"Ya, senang bertemu denganmu juga, Nyonya Donita."

Donita menjauhkan dirinya dari Berlian masih dengan tersenyum manis. "Jadi, Nyonya Muda Night memiliki impian menjadi supermodel?" tanyanya.

Berlian mengangguk kaku. "Ya, aku ingin menjadi supermodel yang hebat dan terkenal sepertimu, Nyonya."

"No! Jangan panggil aku Nyonya, panggil saja aku Aunty sama seperti keponakanku."

Donita menatap Berlian dan Chiaki secara bergantian dengan senyuman manis yang tak pernah luntur di bibirnya.

Berlian masih saja belum bisa mencerna situasi yang tengah dihadapinya saat ini. Aunty? Keponakan? Jangan-jangan ...?

Tak!

"Jangan terlalu memaksakan otak kecilmu untuk berpikir!" celetuk Chiaki.

Berlian memberengut kesal seraya mengusap keningnya yang terkena sentilan Chiaki.

"Bersikap baik pada istrimu, Chiaki!" tegur Donita memperingatkan. Dia merangkul Berlian untuk duduk di sofa. "Kau pasti bertanya-tanya 'kan, Sayang?" tanyanya kemudian pada Berlian.

"Chiaki keponakanku. Aku adik dari Mio, mamanya Chiaki," papar Donita kemudian.

Berlian akhirnya bisa memahami penjelasan Donita tentang silsilah keluarga suaminya. Dia mengangguk seraya tersenyum tipis.

"Jadi, kapan dia bisa mulai belajar di sini?" tanya Chiaki membuka topik, kembali pada tujuan mereka datang.

Donita tersenyum menatap Berlian. "Kapan kau ingin memulainya ...?"

"Berlian, nama saya Berlian Virginia."

"Oh, Tuhan. Nama yang bagus untuk wanita secantik dirimu, Sayang."

Berlian hanya tersipu mendengar pujian yang dilontarkan oleh Donita.

"Jadi, kapan kau ingin memulainya?" tanya Donita lagi mengulang.

"Secepatnya, Aunty."

"Baiklah, mulai Minggu depan kau sudah bisa belajar di sini."

***

Seperti perjanjian Minggu lalu, hari ini Berlian memulai sekolahnya. Pagi sekali dia sudah siap untuk pergi, Welni sampai kagum dengan semangat Berlian.

Dan seperti biasa, sudah satu Minggu pula Berlian tidak bertemu dengan Chiaki. Selepas mengantarkannya kembali ke rumah, pria itu menghilang bagaikan ditelan bumi. Hanya ada Ben yang sesekali datang hanya untuk menanyakan apa yang Berlian butuhkan.

Sungguh misterius dan sulit ditebak sosok suaminya itu.

Berlian menuruni tangga dengan ditemani oleh Welni.

"Apa kau ingin sarapan terlebih dahulu?"

Berlian menggeleng lemah, sepertinya sudah tidak sabar untuk segera pergi. "Kau minta pelayan saja untuk membawakan sarapan untukku, ya!" pintanya.

Gadis itu melangkah keluar dari rumah, hingga kakinya langsung berhenti tepat diambang pintu ketika mendapati seseorang tengah bersandar di mobil yang akan mengantarnya pergi.

"Chiaki," gumam Berlian.

Mata mereka saling bersobok, ada sedikit percik kerinduan di dalam tatapan keduanya.

"Untuk kesekian kalinya kau membuatku menunggu!" ujar Chiaki dengan nada dingin.

Berlian tampak salah tingkah juga gugup dalam waktu bersamaan. Dia tidak mengetahui bila Chiaki tengah menunggunya.

'Perasaan Welni tidak mengatakan apapun tentangnya padaku,' batinnya.

"Apa kau akan tetap berdiri di situ seperti orang bodoh?" tanya Chiaki.

Berlian mendengus pelan, lantas melangkah menghampiri Chiaki.

"Maaf," ucapnya bergumam.

"Masuk!" titah Chiaki tak terbantahkan.

Berlian menoleh ke belakang, mencari Welni yang tak kunjung keluar.

"Dia akan menyusul bersama Ben, kau tenang saja!" terang Chiaki seolah mengetahui pikiran Berlian.

"Tapi, nanti di sa---"

"Aku yang akan menemanimu hari ini!" tukas Chiaki.

Berlian mengangguk patuh, lantas masuk ke dalam mobil.

Sepanjang perjalanan, Berlian terus mencuri pandang ke arah Chiaki yang nampak berbeda dari biasanya. Tidak ada pakaian formal yang selalu menjadi ciri khasnya, kini dia memakai pakaian kasual yang terlihat begitu santai.

"Apa kau tidak ingin menanyakan tujuanku menemui mu?" tanya Chiaki membuka obrolan.

Berlian bergeming!

"Hari ini aku akan menagih bagian-ku dalam kesepakatan kita!"

Deg!

Tiba-tiba tubuh Berlian menegang mendengar kalimat itu. Dia menelan saliva dengan begitu berat membayangkan bagian Chiaki dalam kesepakatan mereka.

Astaga! Kenapa dia bisa sampai melupakan bila bagiannya dalam kesepakatan sudah terpenuhi. Ah, ralat! Masih dalam proses, tapi bukan berarti Chiaki tidak bisa menuntut bagiannya, kan? Pria itu berhak mendapatkan bagiannya.

'Apa itu artinya ...?'

Chương tiếp theo