webnovel

25. Anxiety: Human instinct (2)

Daeva menghela napasnya kasar. Mencoba tetap tenang di sini. "Aku harus segera menemukannya, berbicara padanya, dan bertanya tentang apa yang sebenarnya terjadi. Jika dia benar-benar bisa merapalkan manta Advocata Ogirth, maka dia harus segera dimusnahkan dari muka bumi."

Delwyn mengerjapkan matanya. Menahan napasnya sejenak, menyimpan beban di dalam dadanya. "Mr. Adelfo sudah tidak ada, Daeva. Jika dia sudah mati, maka dia berada di dunia arwah. Di surga atau di neraka. Kau bisa datang mencarinya. Kau adalah bagian dari dunia itu."

Daeva menatap Delwyn dengan penuh makna.

"Kakeknya tidak ada di sana." Daeva menyahut. Membuat pria yang ada di depannya mengerutkan keningnya samar. "Surga, neraka, bahkan Tanah Sheol, tidak pernah mencatat dan menghakimi pria tua itu. Itu sebabnya aku datang dan meminta bantuan pada kekasihmu."

"Jangan berbohong. Kau menuduh Areeta menyembunyikan jasad kakeknya?"

Daeva terkekeh. "Jika hanya jasad yang disembunyikan, maka rohnya akan tetap terbang dan mendapat penghakiman atas yang terjadi. Namun, kisahnya lain, Delwyn. Dia benar-benar hilang dari dunia manusia dan dunia gaib."

Delwyn menghela napasnya. Tak bisa percaya ini dengan mudah. Semuanya gila! Sudah melampauinya batasan.

"Areeta bisa saja tahu dimana--"

"Kekasihku tidak mungkin melakukan hal yang jahat, Daeva. Aku berani menjadi jaminan untuk itu. Dia adalah wanita yang baik. Bahkan melihat tikus mati saja, dia menangis."

Delwyn kembali mengimbuhkan. "Aku tahu ini perkataan yang kasar dan mungkin saja menyingung hatimu ... jika kau benar-benar punya hati dan perasaan." Delwyn menjeda sejenak. "Namun, apa yang kau lakukan hari ini sudah melewati batasanmu, Daeva. Kau bilang bahwa kau tak akan pernah mengganggu manusia dan hidupnya. Kau juga tak pernah mau ikut campur pada dunia manusia. Akan tetapi, kau baru saja membahayakan nyawa seorang manusia."

"Aku tidak ....."

"Kau bisa saja membunuhnya!" Delwyn meninggikan nada bicaranya. "Aku bahkan sudah melihatmu hampir membunuh gadis itu kemarin. Hanya demi rasa madu dari Surga kau mengabaikan nyawa orang lain."

Daeva menundukkan kepalanya. Bukan merasa bersalah, dia tau, berdebat dengan Delwyn tak akan pernah membuahkan hasil yang positif. Dunia dan cara pemikiran mereka berbeda. Sangat jauh. Cara hidup dan pilihan mereka pun tak sama.

"Delwyn ...."

"Dengarkan aku," ucap Delwyn memotong kalimat Daeva. "Aku tidak akan mau mengenalmu lagi jika terjadi sesuatu pada Areeta. Aku akan menganggap bahwa kita tidak pernah bertemu dan membuat perjanjian macam apapun."

Daeva ingin membuka mulutnya. Namun, Delwyn kembali menyela. "Aku tak peduli dengan sihir yang akan kau ambil dan mengembalikan penyakit anehku lagi. Aku bisa berusaha menyembunyikan ini sampai sidang pemegang saham beberapa hari lagi atau aku bisa menahan rasa sakitnya jika itu kembali lagi." Delwyn berjalan mendekati Daeva. Menatapnya dengan lekat. "Kau sudah lancang menyakiti wanitaku. Maka, aku tidak bisa mentoleransi itu, Daeva. Aku tak peduli siapapun itu, tetapi jika sudah menyangkut orang yang aku cintai, maka aku tidak akan pernah segan-segan membuat perhitungan."

Daeva tersenyum tipis. "Dia akan sadar nanti malam," tutur Daeva dengan lirih. "Saat dia selesai meyakinkan dirinya sendiri, bahwa apapun memori tentang Mr. Adelfo tidak menyeramkan."

"Kenapa harus menyeramkan!" Delwyn kembali meninggikan suaranya. Dia seperti orang bodoh yang mudah ditipu. Hanya sebab Daeva punya sihir, sedangkan dia hidup berdasarkan logika dan fakta. "Kenapa harus menyakitkan dan menyeramkan ...." Delwyn melirih. "Sedangkan Mr. Adelfo adalah kakeknya sendiri. Hubungannya baik-baik saja."

Daeva tersenyum aneh. Mengusap pundak lawan bicaranya. "Coba tanyakan pada kekasihmu. Kau bilang, kau menyayanginya. Maka seharusnya kau tahu, luka yang dia punya hingga menyembunyikan memori tentang kakeknya yang sudah tiada." Daeva menyelesaikan kalimatnya. Mundur menjauh dari Delwyn.

"Sebelumnya tak pernah ada manusia yang meninggikan nada bicaranya di depanku. Aku juga benci itu," ucapnya. Menatap Delwyn dengan serius. "Namun, aku akan berusaha memahaminya sebab kau adalah orang bodoh." Wanita itu kembali menarik satu sisi bibirnya. Tersenyum seringai. "Jangan pernah datang ke tempatku sebelum kau bisa memahami situasi yang terjadi. Tentang apa yang terjadi pada kekasihmu perlu kau ingat satu fakta ini ...."

Daeva diam sejenak. Menatap wajah Delwyn yang penuh kekhawatiran. "Ada memori yang menyakitkan yang disembunyikan oleh kekasihmu tentang kakeknya. Mr. Adelfo bukan pria yang baik, tentunya. Cucunya benar-benar membenci dia hingga mengubur memorinya terlalu dalam. Tanyakan pada Areeta apa yang dia sembunyikan. Itu akan membuatmu mengerti bahwa aku tidak pernah melukainya." Daeva menutup kalimat.

Dia tersenyum manis kemudian. Memutar langkah dan menghilang begitu saja. Meninggalkan aroma wangi yang khas.

Delwyn berdecak kasar. Mengacak-acak rambutnya frustasi. Entah bagaimana, dia bisa terjebak dalam keadaan begini. "Damn!"

... To be continued ...

Chương tiếp theo