Setelah selesai makan, mereka bertiga bersiap ke bandara. Saat itu, Qin Ge tiba-tiba menelepon Xing Jiu'an.
"Jiu'an, apa kamu di rumah? Aku ingin ke sana."
"Aku sekarang ada urusan, aku harus keluar."
"Bagaimana kalau aku ke sana siang nanti?" tanya Qin Ge.
Xing Jiu'an berpikir sejenak. Dia berencana ingin mengajak Su Yize makan siang nanti, jadi dia menjawab, "Nanti malam aku akan menemuimu."
Mu Qing merasa kesal melihat sikap Xing Jiu'an yang terus menolah seperti itu. Setelah menutup telepon, Xing Jiu'an berjalan menuju ke cermin dan menatap rambut abu-abu peraknya. Tekstur rambutnya sangat lembut dan potongan rambutnya juga bagus. Wajahnya yang lembut adalah kombinasi antara pria dan wanita. Hanya saja, dia tak terlihat seperti anak yang baik di mata orang biasa pada umumnya.
"Jiu'an, ada apa?" tanya Mu Qing padanya.
"Kak Mu Qing, apa aku perlu mengubah gaya rambutku?" tanya Xing Jiu'an sambil menyentuh rambutnya.
"Kamu tidak suka gaya rambutmu ini? Kamu ingin gaya rambut seperti apa? Nanti kita bisa mampir ke salon untuk mencari gaya rambut yang cocok untukmu."
Xing Jiu'an melirik bayangan dirinya sendiri yang terpantul di cermin dan berkata, "Tidak perlu… kurasa aku tidak perlu ganti gaya rambut."
Xing Jiu'an merasa dia tidak perlu berubah untuk siapa pun. Setelah beberapa saat, dia berkata, "Bisa kita pergi sekarang."
"Oke," balas Mu Qing. Karena beberapa hari terakhir sikap Xing Jiu'an sangat berbeda, Mu Qing memperlakukannya dengan sangat hati-hati.
Xing Jiu'an duduk di dalam mobil milik Mu Qing, di kursi penumpang di sebelah sopir. Banyak makanan ringan yang tersedia dalam mobil tersebut, terutama yogurt dan buah. Semuanya ini disiapkan untuk Xing Jiu'an. Meskipun kabarnya makan makanan ringan itu tidak baik, tapi dia tetap mempersiapkan lebih banyak untuk gadis itu. Sementara itu, saat hendak keluar rumah tadi, Xing Jiu'an juga sempat mengambil sekotak es krim. Dengan sendok kecil yang disediakan, dia menyendok es krim itu dan memakannya. Ou Qi dan Lu Mingxi berada di mobil lainnya, jadi di mobil ini hanya ada mereka berdua.
Tak lama setelah Mu Qing mengemudi, Xing Jiu'an mendadak berkata, "Kakak, maafkan aku … "
Suara Xing Jiu'an memang kecil, tapi Mu Qing bisa mendengarnya dengan jelas. Ini membuat bibir Mu Qing bergetar.
"Kenapa kamu mendadak minta maaf kepadaku?" tanya Mu Qing. Dia berpura-pura tidak tahu apa-apa. Tangannya masih memegang kemudi dengan tenangnya.
"Sebelumnya, akulah yang bodoh dan tak tahu apa-apa hingga membuatmu sedih," ujar Xing Jiu'an. Dia tahu benar bahwa sikapnya yang dingin kepada Mu Qing selama beberapa hari ini telah membuat kakak seperguruannya itu sedih. Dia tidak bisa berpura-pura seolah tidak terjadi apa-apa. Tanpa alasan yang jelas, dia memperlakukan Mu Qing dengan begitu dingin dan itu membuatnya ingin meminta maaf.
"Jiu'an anak yang baik…" Itulah yang dikatakan Mu Qing. Namun, dia tak menyangkal bahwa dirinya sendiri sangat sedih. Dia benar-benar sangat sedih. Bahkan teramat sedih. Perubahan sikap Xing Jiu'an terhadapnya yang begitu mendadak membuatnya bingung. Dia juga tidak tahu di mana salahnya dan dia tidak tahu harus berubah seperti apa.
"Apa ada hal yang membuatmu tidak senang sebelumnya?" tanya Mu Qing dengan suara lembut. Dia selalu bersikap lembut kepada Xing Jiu'an dan dia tidak sengaja menyelidiki urusan gadis itu. Dia tahu jika ingin mengatakan sesuatu, gadis itu pasti akan mengatakannya.
"Kakak, keluarga kandungku datang mencariku," ujar Xing Jiu'an.
"Apa mereka membuatmu tidak suka?" Mu Qing mengikuti topik pembicaraan, tapi tidak buru-buru mengejar dan bertanya siapa keluarga kandungnya.
"Ya, aku tidak suka."
"Kalau kamu tidak suka, maka tidak usah menemui mereka. Kamu tinggal bersamaku saja."
Xing Jiu'an tersenyum dan menanggapi, "Aku juga bisa menghidupi diriku sendiri."
"Hanya saja… aku merasa tidak nyaman," lanjut Xing Jiu'an.
"Kenapa?"
Xing Jiu'an bersandar di kursi. Dia menutup matanya sedikit sambil memegang es krim di tangannya. Udara di musim panas ini cukup panas dan terik, sehingga sedikit demi sedikit es krimnya mulai meleleh. Tangan Xing Jiu'an yang memegang es krim terasa sangat dingin hingga menembus tulang-tulangnya, seolah-olah dia kembali ke malam itu. Hawa dingin yang menusuk tulang membungkus seluruh tubuhnya.
"Aku tidak bisa mengatakan kenapa. Aku hanya tidak menyukai mereka. Aku tidak menginginkan mereka… Tanpa mereka, aku pun juga sudah punya banyak keluarga."