webnovel

Hutan Bunga Ungu Bersalju

Gelap, dingin, sunyi, dan Tyra merasa tubuhnya melayang tanpa gravitasi di sebuah ruang hampa tanpa seorangpun bersamanya. Kakinya tak melangkah, tangannya tak mengayun, hanya matanya yang terus mencari setitik cahaya selagi tubuhnya terbawa arus energi misterius. Apakah memang begini rasanya masuk dan melintasi portal? Tapi kenapa saat itu Noah berdarah-darah di pertemuan pertama mereka?

Tyra semakin gelisah, bahkan Ia tak yakin bahwa dirinya masih ada dalam kesadaran penuh. Rasanya persis seperti mimpi yang nyata, namun Ia tak bisa mengeluarkan suara, bahkan sekedar menggerakkan mulutnya. Padahal, Ia sudah ingin berteriak sedari tadi, setidaknya untuk memaki-maki Noah yang mendorongnya paksa masuk ke portal aneh tadi.

Ya, sebenarnya Tyra tidak seberani itu untuk melintasi jalan transisi dua alam yang sama sekali tidak masuk dalam ruang nalarnya, tapi mungkin Noah sudah mulai 'melatihnya' sedikit demi sedikit. Sialan, batin Tyra.

Entah sudah berapa lama Ia berada di dalam portal itu tanpa daya, dan lama kelamaan, arus energi yang mendorongnya terasa semakin kuat, membuat Tyra merasa seperti debu yang terhisap oleh sebuah pembersih vakum.

"Apalagi ini?" batinnya memberontak, pun sudah menangis tanpa air mata sejak tadi. Kemana sebenarnya Ia akan pergi?

SNGG!

Sekitar Tyra mendadak berubah terang dari semula gelap gulita. Gadis itu mengedarkan pandangannya ke sekitar, ke tempat yang baru saja dipijak kakinya tanpa alas. Gadis itu pelan-pelan dan ragu melangkah, kepalanya gusar, menoleh cepat bergantian ke kanan, kiri, dan sesekali ke belakang. Tyra semakin panik, lantaran Ia tidak tahu mengapa sekarang Ia berada di sebuah hutan bersalju dengan pepohonan tanpa daun. Pohon-pohon itu hanya memiliki bunga-bunga nan lebat berwarna ungu muda di setiap tangkai. Mereka berderet acak namun terlihat rapi di sepanjang sisi kanan dan kiri.

"Kemana lagi ... si Noah brengsek mengirimku kali ini? Apa ini ... Kutub Selatan?"

Oh, kali ini Tyra bisa mengeluarkan suaranya, meskipun bergetar hebat lantaran dirinya yang kedinginan menghadang terpaan angin kencang yang turut membawa salju itu. Tyra bahkan harus memeluk tubuhnya sendiri, karena entah bagaimana ceritanya Ia datang ke tempat itu dengan hanya mengenakan pakaian tidur terakhir sebelum Noah membawanya ke Lyminael, bukan pakaian wol tebal hangat yang dikenakan banyak orang di negeri itu.

DUGH!

Tyra terjatuh, berlutut di tanah bersalju dingin itu. Gadis itu benar-benar tidak bisa menahan dingin, kakinya bahkan seolah sudah membeku, tak bisa lagi berjalan.

"Hahhh ... Astaga ..." Tyra mulai agak sulit bernafas, menyandarkan diri di batu besar terdekatnya, "Aku bisa mati disini ..."

"No ..."

"Elleanor ..."

Detak jantung Tyra rasanya berhenti sepersekian detik. Sebuah suara memanggilnya, sepertinya dari jarak dekat.

SRAKK!

SRAKK!

Astaga, Tyra meneguk salivanya dalam-dalam, Ia membatu di tempat, tak berani bergerak sedikitpun apalagi menoleh. Langkah kaki si pemanggil itu kemudian berhenti ...

"Elleanor Tyra ... Kau kah itu?"

Suara berat yang Tyra yakini berasal dari seorang pria itu tepat ada di belakangnya. Itu bukan suara Noah, Asle, Chalany, atau siapapun orang dari negeri asal Noah yang pernah Ia temui. Namun, mengapa terdengar familiar?

"Elleanor, jangan takut, Kau bisa melihatku ..."

Tyra memejamkan matanya. Baiklah, nada dan kalimat seseorang itu terdengar baik, maka Tyra perlahan berdiri, lalu berbalik sepenuhnya menghadap si pemilik suara misterius itu.

DEG!

DEG!

DEG!

"Hah ..." Tyra berjalan mundur, matanya menatap pria itu dramatis, kepalanya menggeleng tak percaya, "Kau ..."

"Ah ..." Tyra tak sengaja tersandung batu, jatuh terduduk di tanah bersalju itu lagi, membuat pria di depannya sigap hendak membantu, "Elleanor ..."

"Kau siapa! Kenapa wajahmu bisa menyerupai Ayahku?!" pekiknya, Ia benar-benar berteriak kali ini. "Berhenti! Jangan mendekat padaku!"

Pria paruh baya berpakaian serba putih dengan warna rambut senada itu menurut. Ia berhenti, mencoba memahami bahwa saat ini gadis didepannya tengah ketakutan dan kebingungan setengah mati. Gadis itu bahkan menangis, sembari menatapnya penuh tanda tanya, tak mengerti apa yang sedang terjadi.

"Elleanor ..."

"Ini memang Aku, Ayahmu."

****

Suara tenang dan hangat api yang membakar kayu di perapian menjadi satu-satunya pusat perhatian Tyra sejak beberapa waktu lalu. Tyra tidak hafal berapa jam lamanya Ia berada di hutan salju, tak sadarkan diri, hingga kini berada di sebuah rumah tua dekat hutan itu. Gadis itu sempat menebak bahwa Ia kembali datang ke Eurixus, tempat Chalany berada. Namun sepertinya salah, lantaran sekilas tadi Ia melihat keluar jendela, dan banyak rumah disana selain rumah yang Ia tempati. Artinya tempat itu seperti pedesaan, bukan gubuk terpencil ditengah ladang tundra yang lumutnya bisa dijadikan sup sembarangan.

Beberapa orang juga datang ke rumah itu, bahkan masuk tanpa perlu izin pada pria paruh baya si pemilik rumah. Mereka memandang Tyra di depan perapian dengan aneh, pun sesekali berbisik khas para penggosip. Tak masalah, setidaknya itu membuat Tyra merasa aman, karena sifat-sifat mereka mirip dengannya, para manusia 'normal'.

"Apakah tubuhmu sudah lebih hangat?" Pria paruh baya berwajah persis seperti Ayahnya itu datang, membawakan secangkir ramuan herbal yang membuat Tyra sangsi bahkan untuk sekedar melihatnya.

"Minumlah, ini enak. Tidak seperti buatan Chalany."

Oh, apakah pria itu bisa membaca pikiran?

"Kau mengenal ... Chalany ..." Entah pertanyaan atau pernyataan, Tyra berbicara tak jelas, terlalu datar tanpa intonasi.

Pria itu tersenyum. Ah, senyum itu ...

Benar-benar senyum mendiang Ayahnya.

"Aku mengenalnya, Kami bertemu beberapa kali di masa lalu."

"Masa lalu?"

"Ya, saat Aku sering menghilang darimu, ketika Aku masih tinggal di dunia manusia."

Tyra menggelengkan kepalanya lemas, pasrah karena akan semakin banyak hal-hal aneh yang harus Ia dengar dari sosok pria yang belum sepenuhnya Ia percaya. "Aku tak mengerti, kenapa Aku bisa mengenal kalian, para makhluk yang mengaku berasal dari dunia lain ..."

"Karena Kau juga berasal dari dunia lain, Elleanor. Aku dan Ibumu, bukan manusia biasa yang Kau ketahui. Aku rasa Noah sudah mengatakannya padamu."

Tyra memejamkan matanya sejenak, pusing dan frustasi, "Kenapa Kau mengaku-ngaku sebagai Ayahku? Ayahku telah lama meninggal, dia sudah tidak ada."

"Kau yakin?"

"Tentu saja."

"Apa Kau menghadiri pemakaman Ayahmu, melihat jasadnya dikuburkan di dalam peti mati selayaknya tradisi keagamaan manusia?"

Tyra terdiam.

Benar-benar terdiam.

Luka hati itu kembali Ia rasakan, luka hati dimana Ia tak bisa melihat wajah Beni, Ayah kandungnya untuk yang terakhir kali usai kecelakaan yang merenggut nyawanya.

"Aku rasa Kau tidak melihatnya ..."

"Yang Kau tahu itu ... hanya segunduk tanah di pemakaman dengan namaku yang terukir diatas sebuah batu ..."

"Dan karenanya ... seseorang telah dikatakan meninggalkan dunia untuk selama-lamanya. Tapi Aku, Kau, dan Ibumu, Kita berbeda, Elleanor ..."

Tyra masih menggeleng tak percaya, "Berhenti berbicara omong kosong. Aku tidak bisa mempercayaimu!"

Pria itu kembali tersenyum, "Tapi Kau lihat sendiri, Aku ada disini, dan sebentar lagi Ibumu akan kembali dari ladang ..."

Hai, Readers! Gimana chapter ini? Komen dong biar rame, hehe. Maaf updatenya jarang banget karena Author sedang ada kesibukan, dan makasih loh yang udah kirim banyak PS ke novel ini. Doain juga ya semoga buku ini cepetan terkontrak sama Webnovel, biar update tiap hari hehee. Have a good day!

aleyshiaweincreators' thoughts
Chương tiếp theo