webnovel

BAB 13

Entah sejak kapan Sofia tertidur. Rasa kantuk yang menyergah membuat wanita yang niatnya membaringkan sejenak tubuhnya itu justru tertidur. Suara tawa Alisa yang nyaring membuat Sofia tersadar.

"Mas Nico!" Sofia meraba ke kasur tempat Nico beberapa saat lalu berbaring di sana. Perlahan Sofia membuka netranya saat melihat tidak ada siapapun di sampingnya.

"Mas Nico!" Panggil Sofia. Namun sama sekali tidak ada sahutan dari Nico. Yang ada hanya suara nyaring Alisa yang terdengar hingga ke lantai atas.

"Apa Mas Nico sedang bersama Alisa," pikir Sofia mengedarkan pandangannya ke sekeliling.

Bergegas Sofia menurunkan kedua kakinya dari atas ranjang, sesaat menautkan tali kimono tidur yang ia kenakan sebelum ia menuju pintu keluar.

Suara nyaring tawa khas Alisa terdengar menggema di seluruh lantai bawah saat Sofia menuruni anak tangga. Perlahan Sofia berjalan mendekat ke arah kamar yang ada di sudut ruangan lantai bawah.

"Berhentilah tertawa sayang!" suara Nico terdengar renyah, sudah lama sekali lelaki yang telah kehilangan penglihatannya itu tidak seceria di dalam kamar saat ini.

"Alisa memang suka seperti itu, Tuan. Bahkan mungkin sebentar lagi Alisa pasti akan segera bisa berjalan, benar begitu kan sayang?" seloroh suara perempuan di dalam kamar menimpali ucapan Nico.

"Mas!"

Sofia yang penasaran membuka pintu kamar Alisa tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.

"Nyonya!" Seketika Rahel membulatkan matanya ke arah pintu yang tiba-tiba terbuka.

Netra Sofia melihat pada Nico dan Rahel secara bergantian. Sorot matanya nampak penuh selidik.

"Apa yang sedang kalian lakukan?" cerca Sofia berjalan mendekat ke arah ranjang.

Balita yang usianya hampir satu tahun itu terus melonjak-lonjak di bawah penjagaan Nico. Sementara Rahel, duduk di atas ranjang tepat di hadapan Nico dan Alisa berada.

"Itu Bu, saya hanya ...!" Rahel nampak gugup melihat wajah memerah Sofia.

"Sayang, apakah itu kamu?" seloroh Nico, sorot matanya kosong melihat ke arah Rahel yang nampak pucat karena takut.

"Mas, sejak kapan Mas ada di kamar ini?" Sofia menjatuhkan tatapan menuduh pada Nico.

"Oh ...!" Nico mengukir senyuman kecil pada kedua sudut bibirnya. Rahel mengambil alih Alisa dari tangan Nico.

"Tadi aku mendengar putri kita menangis sayang, jadi aku datang ke sini untuk melihatnya," tutur Nico dengan nada santai.

"Lalu Kenapa Mas meninggalkan tongkat Mas di kamar?" cetus Sofia melipat kedua tangannya di depan dada, menatap curiga pada Nico.

Nico tak bergeming, wajahnya datar tidak mengekpresikan apapun. "Oh, tadi aku buru-buru sekali mendengar Alisa menangis, jadi aku langsung turun dan berjalan ke kamar Alisa," jawab Nico dengan nada santai.

Rahel tercekat, wajah pengasuh Sofia itu nampak menegang. Sementara Nico menurunkan satu persatu kakinya dari atas ranjang yang berada di dalam kamar Alisa.

"Sayang, kamu tidak perlu mengkhawatirkan kepadaku. Aku tidak akan tersesat di rumahku sendiri. Aku sudah hafal betul dengan letak semua benda yang ada di dalam rumah ini. Hampir satu tahun aku hidup dalam kegelapan, jadi ini bukanlah hal yang sulit untukku, Sayang!" jelas Nico tersenyum sinis. "Kamu pasti mengkhawatirkan aku kan?" imbuh Nico.

"Tahan emosi kamu Sofia, Nico memang masih buta. Lihat saja, tatapannya pun masih kosong!" batin Sofia mereda gejolak dalam jiwanya.

Sofia berjalan mendekati Nico, lalu melingkarkan tangannya pada lengan kekar Nico. "Aku hanya khawatir saja jika Mas terjatuh!" tutur Sofia dengan suara lembut sekali.

Rahel menghela nafas panjang, hampir saja malam itu menjadi mimpi buruk untuknya. Rahel tidak bisa membayangkan jika Sofia tau bahwa Nico sudah dapat melihat.

"Rahel!"

Seketika Rahel menoleh pada Sofia. "Iya, Nyonya!" balas Rahel cepat.

"Berikan Alisa susu. Mungkin saja Alisa lapar. Jadi tidak mau tidur." Wanita yang melingkarkan tangannya pada bahu kekar Nico itu menoleh pada Rahel.

"Ba-baik, Nyo ..!"

Belum sempat Rahel menjawab ucapan Sofia. Suara Nico memotong ucapan wanita itu.

"Bagaimana kalau malam ini Alisa tidur bersama kita. Sepertinya sudah lama Alisa tidak pernah tidur bersama kita," ucap Nico.

Suara nafas panjang Sofia terdengar jelas. "Mas, aku ingin malam ini menjadi malam kita. Maafkan aku ya, Mas soal malam kemarin," rengek Sofia dengan nada manja.

Rahel menelan salivanya beberapa kali. Ia tahu kemana arah pembicaraan Sofia. Ia lebih memilih berpura-pura tidak tau, dan mengendong Alisa keluar dari dalam kamar.

"Kita bicara di kamar saja!" cetus Nico merasa tidak enak membicarakan hal seperti itu di depan orang lain.

____

"Aku tahu Mas, sejak dulu kamu sangat bucin sekali padaku. Jadi tidak susah untuk membujukmu!" batin Sofia melihat Nico yang tengah duduk di tepi ranjang.

"Mas, aku ingin malam ini menjadi malam penebus dosa-dosaku padamu," tutur Sofia menjatuhkan tubuhnya duduk di samping Nico.

"Dosa? Aku rasa kamu tidak memiliki dosa apapun, sayang," jawab Nico.

Sofia menyadarkan wajahnya pada bahu Nico. Jemarinya menggenggam erat tangan Nico yang berada di atas pangkuannya.

"Kamu adalah istri yang sangat sempurna, jadi mana mungkin punya kesalahan," ucap Nico seketika membuat senyuman terbit dari bibir Sofia.

"Sudah kuduga!" batin Sofia semakin melayang.

"Iya, Mas, aku tahu. Tetapi aku benar-benar menyesal sekali karena kemarin aku sudah menolakmu!" lirih Sofia menjauhkan wajahnya dari bahu Nico.

"Tidak masalah sayang, kamu kan sedang datang bulan, jadi mana mungkin aku memaksa untuk melakukan hal itu padamu," balas Nico.

"Tapi sekarang aku sudah selesai, Mas, yuk kalau Mas mau, aku sudah siap kok!" sergah Sofia bersemangat.

Nico tersenyum kecil, di dalam hatinya Nico tersenyum sinis. "Sofia, Sofia, kamu kira aku sudi menyentuh wanita murahan seperti kamu. Tunggu saja, sebentar lagi kamu akan mendapatkan balasan atas semua perbuatan kamu," batin Nico.

Nico memutar tubuhnya ke arah Sofia. Lalu meraba pada wajah ayu Sofia. Nico menyingkirkan setiap helai anak rambut yang menutupi wajah Sofia.

"Sayang, jangan dulu! Mas takut jika masih ada sisa darah yang keluar. Tunggu saja kalau sudah benar-benar bersih," tutur Nico.

Sofia tersenyum sinis dan tanpa ia sadari, Nico pun juga melihat senyuman itu. "Baiklah Mas!" ucap Sofia dengan nada suara lesu. Nico hanya membalas dengan senyuman.

"Oh, iya Mas, aku lupa!" Sofia segera bangkit menuju ke arah meja yang berada di dalam kamarnya.

"Ada berkas-berkas yang harus Mas tanda tangani dan berkas ini sama sekali tidak bisa di wakilkan," ucap Sofia mendekati Nico dengan membawa berkas-berkas tersebut.

"Bukankah aku sudah mengalihkan kekuasaan Perusahaan atas nama kamu. Lalu untuk apalagi tanda tanganku, Sofia?" celetuk Nico dengan netra penasaran.

"Iya Mas, hanya saja ...!" Sofia nampak gugup, sesekali menatap pada wajah Nico.

_____

Bersambung ....

Chương tiếp theo