Suasana menjadi tegang, setelah Arzlan melakukan tindakan nekat, sebenarnya ini, dikarenakan sikap pemuda dan para penduduk yang terlihat seperti sudah pasrah akan keadaan. Sikap tersebut membuat Arzlan menjadi sangat emosi.
"Tenanglah!" Wanita elf yang bersama, Arzlan mencoba untuk menghalangi pedang milik Arzlan yang begitu berat. Tekanan itu berasal dari, emosi Arzlan yang sangat tinggi.
Jika Arzlan mau, dirinya bisa langsung membunuh wanita itu tanpa ampun. Terlebih lagi level dari wanita tersebut, hanya 17 masih kalah jauh jika dibandingkan Arzlan yang sudah mencapai level 35
Arzlan menarik pedangnya, lalu dia membalikkan tubuhnya. "Aku sudah tidak peduli lagi, dengan mereka. Apapun yang akan terjadi, anggap saja sebagai hukuman bagi mereka yang sudah berhenti percaya pada nasib baik!"
Langkah kakinya, mulai membawa punggung besar itu.
Perempuan itu menundukkan kepalanya. Tangannya mengepal, lalu dia berteriak, "Kenapa kau tidak bisa mengerti? Mereka ini, hanya butuh orang yang bisa dianggap sebagai seorang pemimpin saja, kenapa kau begitu egois? Apakah tidak ingin, melihat mereka mengeluh? Maka kau harus bisa membuat mereka, tetap percaya akan takdir di dunia yang kejam ini!"
Mendengar ucapan itu kaki Arzlan terasa menjadi berat, dia berhenti dan mencoba untuk mencerna apa yang baru saja didengarnya.
"Apakah, kau pikir orang seperti diriku ini pantas menjadi pemimpin mereka? Aku ini berasal dari ras yang sama, dengan orang-orang yang telah memberikan mereka mimpi buruk dalam hidup! Apakah dengan diriku menjadi pemimpin mereka, perasaan dendam yang ada di dalam hati mereka, akan hilang? Terlebih lag, aku sudah hendak menghabisi mereka semua?"
Pertanyaan itu, membuat perempuan itu dan para penduduk menjadi terdiam. Arzlan lalu kembali melangkah.
"Tunggu!" Pemuda elf mengeluarkan suaranya, dari mulut yang begitu berat untuk terbuka.
Arzlan berhenti, demi mendengarkan opini yang akan dikatakan oleh pemuda itu.
"Aku yakin, kalau Tuan bukanlah orang yang sama, seperti orang-orang yang menyerang desa ini! Sifat yang Anda tunjukkan, sudah cukup bagi kami untuk percaya kalau Anda merupakan orang yang paling bisa, dipercaya dalam menjadi seorang pemimpin."
Kata-kata yang terlontar dari mulutnya, bukan hanya dirinya yang memikirkan hal tersebut, akan tetapi hampir semua orang yang ada di sana, memang sudah menanggap Arzlan sebagai pahlawan, yang menyelamatkan diri mereka.
"Jadi aku mohon!" Pemuda itu mulai bertekuk lutut, semua orang juga mengikutinya. "Tolong bimbing kami, ke jalan yang benar. Kami tidak ingin hidup di dalam ketakutan, jika kami memang harus mempersembahkan jiwa kepada Anda, kami akan senang hati melakukannya, asalkan Anda mau menjadi pemimpin jiwa kami yang rapuh ini!"
Begitu tulus pemuda itu, mengatakan hal tersebut. Arzlan terdiam, dan begitu terkesan dengan ucapan yang didengarnya.
"Humph…." Arzlan membalikkan tubuhnya. "Baiklah! Aku akan, menjadi pemimpin kalian! Akan tetapi, hanya sampai kalian menemukan tempat tinggal baru! Setelah itu, aku akan pergi!"
"Baik! Itu sudah lebih dari cukup, kami sangat senang jika harus menjadi bawahan Anda!" Pemuda itu memancarkan senyuman senang setelah mendengar ucapan tegas dari Arzlan.
***
"Tidak ada siapapun di sini?"
"Ya, semuanya sudah hancur!"
"Coba lihat di sana!"
Tepat setelah tiga hari, setelah pembicaraan itu. Para prajurit dari Scaevola sudah datang untuk memeriksa keadaan desa, mereka juga berniat untuk menundukkan para warga, namun seluruh orang yang ada di sana, sudah menghilang.
Hanya ada bekas pedati yang telah ditinggalkan. Para prajurit menjadi heran, apa yang sebenarnya terjadi di sana.
"Hmm… pasti para penduduk desa ini, tidak jauh! Mereka, pasti berencana untuk meninggalkan perbatasan!" Ketua pasukan, mampu menyimpulkan berdasarkan kondisi dari pedati yang masih terlihat sangat baik-baik saja.
Para penduduk, segera bergerak ke arah utara. Karena di sana adalah tempat yang paling memungkinkan untuk para penduduk bisa keluar dari wilayah Scaevola.
Di sisi lain, Arzlan bersama para penduduk sudah berjalan cukup jauh. Gerakan mereka, sedikit lambat dikarenakan ada beberapa penduduk yang tidak bisa bergerak begitu cepat.
Kaki Arzlan terhenti, ketika mendengar suara aneh di belakangnya. Ketika ditengok olehnya, salah seorang pria tua sudah terjatuh, akibat kelelahan.
"Tuan, bisakah kita berhenti sebentar?" tanya perempuan, yang merupakan salah satu penduduk.
Arzlan terdiam sembari melirik ke arah semua orang. Mereka memberikan tatapan yang sama, yaitu permohonan dan belas kasih, dari Arzlan.
"Baiklah! Kita akan istirahat!"
Semua merasa lega mendengar ucapan Arzlan.
"Uh…." Tidak beberapa lama, Arzlan terlihat sedang merenung menatap arah hutan yang baru saja mereka lewati.
Gadis itu mendekati Arzlan, dan kemudian bertanya, "Apa yang sedang kau lakukan?"
"Aku sedang, melihat keadaan! Apakah kau pikir, musuh tidak akan datang mengejar kita? Pasti sekarang, mereka sedang melakukan pengejaran! Pergerakan mereka sangat cepat, menggunakan kuda! Sedangkan kita hanya berjalan kaki, dan terlebih lagi di sini masih ada orang tua, wanita, dan anak-anak yang tidak akan sanggup untuk tetap bergerak secepat para pemuda." Arzlan tidak ingin menyalahkan semua orang yang dirasa telah menghambat perjalanan mereka, akan tetapi jika terus seperti ini tentunya nyawa mereka akan terancam akibat lambatnya, keluar dari wilayah kerajaan.
"Uhmm…." Wanita itu tidak mampu untuk menjawab ucapan Arzlan, dia sadar kalau yang dikatakan Arzlan memang sangatlah benar.
Setelah istirahat, mereka kembali melanjutkan perjalanan selama lima jam. Dan berhenti di bawah malam yang sunyi.
Beberapa dari mereka, benar-benar kelelahan. Apalagi para Elf biasanya, tidak memakan apapun selain, tumbuhan dan buah, memakan daging atau benda yang berasal dari tubuh makhluk hidup, sebuah pantangan yang tidak boleh mereka langgar.
Mereka, hanya makan dari buah-buah yang tidak sengaja ditemukan.
Ketika semua orang sudah tertidur, Arzlan tidak bisa memejamkan matanya sedikitpun. Demi menjaga seluruh keselamatan para penduduk.
Arzlan duduk di depan api kecil yang dinyalakan, sebagai penerangan.
"Hey…." Perempuan elf itu kembali menyapa Arzlan, di malam yang sunyi.
"Kenapa, apakah kau tidak bisa tidur?" Arzlan berkata, dengan pandangan mata yang tetap tertuju ke arah api.
"Aku sama, sekali tidak mengira kalau kau mau menjadi pemimpin mereka semua!" Dia melirik ke arah, setiap wajah orang yang tertidur pulas.
"Kenapa, apakah kau masih ingin membentakku dengan pedang milikmu itu?"
Gadis tersebut, merasa malu dengan ucapan Arzlan. "Te-Tentu saja, tidak! Aku mana mungkin melakukan hal kasar, selama orang yang ada di sekitar diriku, adalah oran baik." Dia berkata dengan nada, penuh rasa malu, tapi wajahnya menjadi sedikit berbangga diri, demi menyembunyikan sifatnya itu.
Arzlan sangat jelas melihatnya. "Apakah, kau pikir aku ini pantas untuk menjadi pemimpin mereka?"
"Uh…." Pertanyaan itu akan sangat sulit untuk dirinya, jawab. "Aku tidak tahu, tapi menurutku kau memang pantas untuk menjadi pemimpin mereka! Itulah yang aku rasakan." Dia menatap api, dengan perasaan malu, berkata kepada Arzlan.
Arzlan, lalu memandang ke arah jam dua.
"Ada apa?" tanya gadis tersebut.
"Mereka di sini!"
Matanya, membesar begitu mendengar ucapan Arzlan.
___To Be Continued___