webnovel

11. tentang kalla

Pintu dibuka bersamaan. Netra mereka membulat sempurna. Saat pintu dibuka, Abi Yang berada di kamar Ellea lantas segera menahan sebuah tangan hitam yang hendak menghujamnya dengan sebuah kapak besar. Ia secara spontan dan berusaha sepenuh tenaga agar tak terluka. Di sisi lain, Adi yang bertugas memeriksa pintu balkon, langsung menutup tubuhnya, karena kepingan pecahan kaca menghujani tubuhnya. Tiga orang Kalla masuk, menerobos dinding kaca secara bersamaan. Sabetan pedang hampir merobek perut Adi. Beruntung ia berhasil menghindar dan merelakan kemeja kesayangannya koyak. "Sialan! Awas kalian!" Jerit Adi, ia mengeluarkan pedang dan menghadang serangan brutal lawannya.

"Adi! Keluar, kan, kalung saphire milikmu!" Suruh Elang yang kini sedang mencekik Kalla dengan tangan kanannya. Di belakangnya ada Shanum yang terus mengekor, ketakutan. Peluh sudah membasahi sekujur tubuhnya.

Adi Yang sedang berada di atas lawannya segera menghunus jantung Kalla, menarik, pedangnya hingga membagi dua tubuh hitam itu. Darah hitam muncrat, dan seketika membasahi hampit sebagian tubuh Adi. Tubuh itu menggelepar dan tak lama diam. 1 Kalla tewas ditangan Adi. Pria berkaca mata tebal itu, beranjak memegang kalung saphire di tangannya. Seperti biasa, ia menancapkan liontin biru di lantai, dan seketika waktu terhenti.

Elang menoleh ke belakang, setelah memenggal kepala Kalla di depannya.

"Hey, mengapa kau masih sadar?" Pertanyaan itu ditujukan untuk Shanum yang memasang wajah tegang sejak tadi. "Memangnya aku, harus tak sadarkan diri? Kau sanggup menggendongku keluar dari tempat ini?"  Shanum balik bertanya pada Elang. Dengan nada bicara kesal bercampur bingung.

"Bukan begitu maksudku. Tapi ... Ah sudahlah. Sebaiknya kau jangan jauh-jauh dariku."

"Jangan banyak bicara! Cepat bunuh mereka, bodoh! Argh, awas! Di belakangmu!" raung Shanum, menutup kedua telinganya sambil berjongkok.

Slaaash!

Elang dengan sigap mengambil pisau dapur yang berserakan di lantai dekat kakinya dan langsung menghunus leher musuhnya.

Gio dengan kekuatan kakinya Yang memang cukup kuat, menendang leher Kalla yang berlari ke arahnya. Bunyi tulang patah terdengar nyaring, bahkan saat Gio menginjak leher makhluk itu, darahnya muncrat. Membuat sepatunya yang berwarna merah, menjadi hitam. "Ah, shit! Ini, sepatu baru, dan kini lebih mirip sepatu pembersih saluran air." Ia mengangkat kakinya sedikit, kemudian menjauhkan lagi sambil menatap jijik ke arah bawahnya.

Satu persatu makhluk hitam mengerikan itu tumbang. Sekalipun Abimanyu dan teman-temannya juga terluka. Kepulan asap hitam terbentuk di langit, mereka membawa potongan tubuh Kalla ke atap gedung. Membakar mereka satu persatu. Akhirnya, kubu Abi menang.

"Lalu, di mana Ellea?" Tanya Abi, menatap kobaran api itu. Semua orang tau betul pertanyaan ini bukan ditujukan kepada Kalla yang sudah mati di depan mereka, namun mereka juga tidak tau bagaimana menjawab pertanyaan Abimanyu.

"Sebaiknya kita cari. Aku yakin dia masih ada di kamarnya," ajak Elang lalu berjalan lebih dulu. Shanum menatap Elang dengan iba. Pria itu terlihat letih dengan peluh ada di sekujur wajahnya. Bahkan jika Shanum bisa melihat bagian dalam pakaian Elang, pasti akan risih dengan bulir air di sekujur tubuh Elang. Beberapa luka tergores di wajah, tangan, dan kaki Elang.

Baru sekarang ia meringis menahan sakit Yang memang tidak seberapa itu. Tapi mampu membuat dahinya berkerut karena luka itu memang harus diobati segera.

____

Ruangan yang awalnya terlihat rapi dan terawat, kini mirip gudang penyimpanan barang bekas. Hampir semua perabotan hancur. Tembok kotor, bahkan ada genangan air entah dari mana. Benar-benar kacau.

Gelap. Aliran listrik nampak putus hingga lampu tidak bisa dinyalakan. Hanya satu buah penerangan dari lampu yang ada di nakas dekat jendela. Itupun juga mulai redup Dan berkedip mirip adegan film horor. Adi segera mengambil batu saphire miliknya yang masih tertancap kuat di lantai marmer itu.

"Ell..., " panggil Shanum, tetap mengekor pada Elang, memegang ujung kemeja Elang yang sudah tidak berwarna putih lagi. Ia memang wanita yang penakut. Apalagi pria terakhir yang ia akui sebagai kekasih ternyata makhluk mengerikan.

Semua kembali berpencar. Mencari keberadaan Ellea di semua sudut ruangan.

"Di sini tidak ada," jerit Gio dari gudang yang sebenarnya.

"Di sini juga," sahut Adi di balkon kamar ini. "Waw, kacau sekali. Berapa total biaya perbaikan pintu ini?" tanyanya bergumam pada dirinya sendiri. Pintu balkon yang di cat kuning keemasan dengan pahatan yang terkesan elegan telah ia hancurkan.

"Apakah dia masih hidup?" tanya Gio lagi. Mereka sudah cukup lelah dengan pertempuran tadi. Hingga tenaga yang tersisa bagai tidak cukup lagi untuk mencari keberadaan Ellea.

Hanya Abimanyu saja yang terus mencari di saat teman-temannya duduk dan beristirahat. Ia maklum, karena sebenarnya tubuhnya juga butuh berhenti dari aktifitas ini. Setidaknya ia butuh air untuk membasahi tenggorokannya yang kering. "Hei, Anak muda," panggil Elang sambil melempar botol air mineral dingin yang ia ambil dari lemari pendingin Ellea. Abi hanya tersenyum, dan segera membuka tutup botol itu dan meneguknya hingga setengah botol tersisa. Ia berfikir kalau pamannya yang satu itu selain pandai juga bisa membaca pikiran orang, seperti ayahnya.

Saat Abi memutuskan duduk di kursi kerja Ellea, ia melihat keanehan di atap, atas ranjang. Atap itu bergerak. Sontak Abi menegakan tubuhnya, dan beranjak. Perlahan ia mendekat, dan membuat Elang penasaran.

"Ada apa?"

Abi masih diam namun terus berjalan mendekat ke tempat yang ia rasa aneh tadi. "Itu ... Ada sesuatu di atas," tunjuk Abimanyu ke atas mereka. Gio dan Adi ikut masuk ke kamar diikuti Shanum. Elang waspada. Ia meminta pedang yang tengah Abi pegang. Bersiap jika serangan kedua terjadi. Jantung mereka kembali berpacu membuat kelegaan barusan mendadak hilang. Dan benar saja, atap kembali bergerak. Seperti ada seseorang yang menginjaknya. Retakan di atas mereka mulai terbentuk jelas.

Gio mengisyaratkan Shanum bersembunyi di belakangnya. Sementara Elang justru menyuruh mereka mundur menjauh dan bahkan keluar dari kamar ini.

Dalam hitungan detik, retakan justru mengakar panjang hampir menjalar di seluruh atap kamar. Tiba-tiba atap mulai remuk, remahannya berguguran ke lantai, Dan ... Brugh!

Seseorang jatuh dari atas. Bukan Kalla, tapi ... Ellea. Kedua tangannya diikat ke belakang, mulutnya ditutup plester tebal, kakinya juga diikat kencang. Kondisinya kacau. Rambutnya acak-acakan. Tubuhnya kotor, bahkan pakaiannya robek di beberapa bagian. Abimanyu langsung berlar mendekat, disusul Elang, Adi, Gio dan Shanum.

"Ell?!"

"Astaga! Kenapa kamu ada di atas?" Elang mendahului sebuah pertanyaan Yang umum ditanyakan.

"Kau baik-baik saja? Apa kau terluka?" Tanya Abimanyu, cemas.

"Bagaimana cara mereka membawamu ke atas?" Pertanyaan Gio lah yang langsung mendapat lirikan tajam Adi. "Dasar bodoh! Kau ini tidak punya otak sama sekali, ya?"

"Memangnya pertanyaanku salah?"

"Tentu saja. Kau bodoh sekali, Kalla bahkan bisa malik rupa, jadi, jika hanya untuk membuat dia ada di atap bukan hal yang sulit."

"Tapi kenapa harus di sana. Bukan, kah, sulit? Kenapa tidak mencari tempat lain?"

Lagi-lagi Adi menatap jengah Gio. Mereka memang bagai musuh bebuyutan sejak dulu. "Agar kita tidak bisa dengan mudah menemukannya, Bodoh!" Sebuah pukulan mendarat di kepala Gio.

Sementara Abimanyu Dan Shanum segera menolong Ellea. "Sebaiknya kita bawa dia ke kamarku saja. "

"Num, itu bukan ide bagus. Bahkan seharusnya kita pergi dari tempat ini," sanggah Abi dengan tetap menggendong Ellea.

"Memangnya kenapa?"

"Karena kawanan mereka yang lain akan datang ke sini. Sebaiknya ke rumahku saja!" Elang menyela dan segera berjalan mendahului Abimanyu.

Tanpa membawa apa pun, mereka meninggalkan tempat itu, Dan menuju rumah Elang.

_____

Kondisi Ellea masih lemah. Bahkan hanya untuk membuka matanya sendiri saja ia tidak mampu. Ellea kini dibaringkan di salah satu kamar tamu di rumah Elang. Untuk sementara waktu mereka semua tinggal di sini. Karena keadaan tidak memungkinkan lagi. Terlebih apartment Ellea hancur. Tentunya kawanan Kalla Yang lain akan datang ke sana untuk mencari tau apa yang terjadi.

Makhluk itu memiliki ikatan batin yang kuat diantara semua kawanannya. Satu Kalla mati, maka Kalla yang lain juga akan merasakannya. Mereka akan datang ke tempat kejadian untuk melihat gambaran peristiwa tragis Yang telah merenggut nyawa kawanannya. Dari situlah mereka akan mengetahui siapa penyebabnya. Dan itu ancaman besar bagi Elang dan kawan-kawan.

Kalla sudah ada sejak ratusan tahun silam. Mereka memiliki kehidupan di belahan bumi lain. Tempat itu gelap. Dan selalu gelap. Mereka dikaruniai mata Yang dapat melihat jelas walau keadaan gelap sekalipun. Sehingga mereka tidak butuh cahaya apa pun. Mereka memiliki keluarga, teman, bahkan sistem pemerintahan dengan menganut sistem kerajaan. Dahulu kehidupan Kalla tenang dan damai. Sampai suatu ketika, ilmu pengetahuan mengusik mereka.

Sebuah lubang hitam muncul di hutan tempat kalla biasa mencari buruan. Benda itu terang dan sangat menarik perhatian. Salah satu dari mereka datang dan berhasil masuk ke lubang hitam itu. Berputar-putar hingga terdampar di bumi, tempat tinggal kita, manusia.

Melihat hal baru di depan mereka membuat Kalla tertarik. Terlebih saat mereka menghisap hawa kehidupan manusia yang ia temui. Tubuh mereka makin segar, dan membuat mereka ketagihan. Kini, dunia mereka yang gelap dan pengap ditinggalkan begitu saja. Memilih hidup berdampingan dengan manusia. Mulai menghisap hawa kehidupan manusia sebagai cara bertahan hidup juga dengan sebuah misi. Menguasai dunia.

Mereka hidup, menyamar dan bahkan berkeluarga hingga menghasilkan keturunan penerus mereka. Tubuh yang sudah terhisap akan mulai membusuk, dan menguar ke udara setelah beberapa jam. Dan sebagai gantinya, si penghisap akan menyerupai dirinya. Lalu mencuri, identitas serta kehidupan manusia.

_____

Chương tiếp theo