PLEASE, KHUSUS CERITA INI BACANYA SECARA BERGULIR YA, TERIMA KASIH♡
•••
"Tama, motor lo kenapa?" Tanya Yoshi memberhentikan motornya, melepas helmnya memperlihatkan rambut abu-abunya.
"Gak tau nih Kak, padahal bensinnya masih penuh," Jawab Tama bersungut sebal.
"Makanya, anak kecil naik sepeda aja."
"Biarin aja lah~"
Kelihatannya, motor Pratama Restidalya bermasalah pada mesinnya. Efek motor lama kali ya, mungkin saja. Aku yang perempuan dan gak bisa nyetir motor mana paham :')
"Ayo cari bengkel, gue temenin." Fusena Yoshiro Chenoa turun dari motornya, memilih menemani Tama berjalan kaki mendorong motornya.
Tama menurut saja, yang penting ada teman. Soalnya dia takut, tadi Genta meneleponnya dan bilang kalau ada pembunuh berkeliaran. Kan tidak lucu kalau dia bertemu pembunuh itu sebelum sampai di tujuan.
Yang ada tujuannya berganti. Bukan ke tempat tinggalnya Aksa, melainkan ke tempat peristirahatan terakhirnya.
"Kak, Kak Gendra beneran di bunuh?" Tama bersuara pelan, takut ada yang mendengar. Membicarakan kematian orang lain pun memang tidak boleh keras-keras.
"Kalau dari penjelasan Kak Aksa, kayaknya iya," jawab Yoshi.
"Loh, emang Kak Aksa jelasin foto itu ke lo?"
"Iya."
Aneh, tadi katanya Aksa akan menjelaskan pesan dari nomor asing itu beserta fotonya saat semua berkumpul. Lah kok Yoshi sudah dijelaskan lebih dulu?
"Tam, menurut lo Kak Gendra dibunuh sama siapa?" Tanya Yoshi tiba-tiba, entah ada angin apa menanyakan hal tersebut.
"Menurut gue sih... sama orang yang gak suka sama dia."
"Menurut lo, pelakunya ada di antara kita berdua belas gak?"
Langkah Tama terhenti, kepalanya menoleh cepat. "Kalau gue jawab iya, gimana?"
"Hati-hati aja," jawab Yoshi tersenyum penuh arti.
•••
"Tinggal Kak Yoshi, Tama, Kak Nares, sama Kak Acio kan yang belum dateng? Kenapa gak dimulai sekarang aja?" Tanya Bara mulai mengantuk karena terlalu lama menunggu.
"Gue gak mau jelasin berkali-kali, mending nunggu kumpul semua," jawab Aksa.
"Sepenting itukah?" Tanya Galaksi, otomatis semua yang ada di ruangan menoleh ke arahnya.
"Ya penting lah! Ini menyangkut kematian temen kita," jawab Evan agak membentak. Bisa-bisanya Galaksi berpikir seperti itu, begitu pikirnya.
"Maksud gue, apa perlu kita ngomongin kematian orang kayak gini? Yang berlalu biarin aja berlalu, biar polisi yang urus."
"Polisi bakal tutup kasus ini dalam waktu dekat, kalau lo mau tau sih," sinis Evan.
"Tau dari mana?"
"Om gue polisi, timnya terjun langsung untuk periksa tkp. Kalau kata Om gue, kasus itu ditutup karena dibayar sama orang."
"[Berarti bener pembunuhan ya...]" Batin salah satu dari mereka, menyimak dan fokus. Semoga saja dia menemukan petunjuk tentang siapa pelakunya.
"Gue gak yakin pelakunya cuma satu." Yetfa bersuara. "Di film The Among Us buatan kita ada tiga orang, kemungkinan jumlah pelaku yang nyata juga tiga orang atau mungkin lebih."
Genta jadi takut. "Fa, jangan pinter-pinter napa jadi orang, kalau diincar duluan gimana?"
"Ya gak apa-apa sih, bukannya malah gampang ketauan ya?"
"Jadi lo pasrah mati?" Tanya Asahi, nada bicaranya terdengar berbeda dari biasanya.
"Ya enggak sih..."
Mashiho menatap Asahi diam-diam, kenapa orang itu aneh sekali? Apa dia terbawa perannya di Film The Among Us?
"Siapa aja yang impostor?" Tanyanya kemudian.
"Genta, Gendra, sama Asahi," jawab Evan. "Bentar, jangan bilang lo berdua impostornya!"
Genta terkejut. "Enak aja, anak baik-baik gini gak mungkin jadi impostor," sangkalnya.
"Gue jadi curiga sama Kak Asa, diam-diam menghanyutkan," sahut Bara bergidik ngeri.
"Tapi... gue lebih curiga ke Kak Evan sih," kata Mashiho menunjuk orang di seberangnya.
"Kok gue?!"
"Ini masih dugaan ya. Tadi, lo bilang ada yang bayar supaya kasus kematian Kak Gendra ditutup. Om lo polisi yang terjun langsung ke tkp. Gak menutup kemungkinan orang yang bayar itu lo sendiri kan, Kak Evan?"
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
"[Woah, Mashiho teliti juga ya,]" Batin Aksa menatap Mashiho disertai senyum lebarnya.
•••
"Bisa-bisanya mau ke rumah Kak Aksa malah makan mie ayam," gumam Acio tak habis pikir.
Dia dan sang kakak sudah setengah perjalanan, tapi Nares menghentikan mobilnya ketika melihat warung mie ayam yang baru buka. Karena belum sarapan, mereka menepi dulu untuk makan.
Bukan mereka sih... lebih tepatnya hanya Nares yang makan. Setelah dipikir-pikir, wajar saja sih. Dia baru pulang pagi tadi dan belum sempat tidur dan makan.
Entah kemana dia pergi, Acio yakin tujuannya tak jauh dari kantor polisi atau kosan temannya di dekat kampus, mengingat kakaknya itu sedang magang.
"Gak usah ribut, sana pesen, gue yang bayar," suruh Nares mendelik kesal karena acara makannya terganggu.
"Gue udah sarapan telur ceplok pake kecap."
"Makan lagi, lo kan gampang loyo kayak jelly."
Acio mendecih, mau menyangkal tapi benar. Tapi jangan salah, kalau sudah melakukan sesuatu yang terpaksa atau berasal dari hati Acio tidak loyo seperti jelly.
"Ada info apa tentang kecelakaan Kak Gendra?" Tanya Acio mengalihkan topik.
"Kasusnya mau ditutup, dianggap kecelakaan biasa karena ngantuk. Gak jelas, padahal kan beneran di bunuh," gerutu Nares lalu melahap suapan terakhir mie ayamnya.
"Maksud? Lo tau dia beneran di bunuh?" Tanya Acio terkejut.
"Tadi pagi Kak Aksa bilang kalau ada yang kirim foto Gendra, berarti emang dibunuh," jawab Nares apa adanya.
"Kalau beneran di bunuh, alasannya apa? Kak Gendra gak punya masalah sama orang lain, paling ke kita-kita aja."
"Berarti pelakunya di antara kita berdua belas, gampang kan?"
Alis Acio menukik tajam. "Lo serius berpikir begitu?"
Nares mengernyitkan keningnya. "Kenapa ekspresi lo begitu? Lo marah?"
"Ya iyalah, kan belum ada bukti. Kenapa berpikir pelakunya ada di antara kita berdua belas?"
Atmosfer terasa berubah, hawa mulai panas. Abang penjual mie ayam langsung mengarahkan kipas angin ke mereka, haduh bang...
"Itu cuma dugaan gue, kenapa emangnya?" Balas Nares mulai kesal.
"Berarti sama aja dong lo gak percaya kita?"
"Kalau pelakunya memang di antara kita?"
Acio bungkam, tak menjawab pertanyaan Nares yang membuatnya skakmat seketika. Tatapan Nares berubah mengintimidasi, menyipitkan mata kepada sang adik.
"Acio, peran lo di film The Among Us bukan dari diri lo di kehidupan nyata, kan?"