webnovel

Terkadang Raja Iblis Suka Sekali Bercanda

Butuh sekitar dua jam untuk menyiapkan makan malam. Rin sibuk mengolah bahan makanan sedangkan Cheryl masih tidak bergeming dari sofa. Teh yang disuguhkan untuknya masih tidak dia sentuh, uap putih yang mengepul darinya sudah lama hilang bersama suhunya yang menurun berubah dingin.

Saat Rin memasak, Cheryl sesekali mengintip ke arahnya.

Sebenarnya Cheryl bukan hanya tidak menyukainya, tapi dia juga merasa takut berada di dekat Rin. Dia tidak mengerti pola pikir Rin, gambaran Rin menurutnya tidak ada yang lebih cocok selain gadis yang menakutkan.

Seandainya bukan untuk menjaga kakaknya, Cheryl tidak ingin dekat dengan perempuan itu. Kemarahan Cheryl padanya sudah sampai pada titik membenci, meski sekarang Rin sudah banyak berubah dibandingkan dirinya yang dulu.

Tapi di sisi lain perbuatan Rin juga memberikan efek ketakutan pada Cheryl. Perempuan itu ibarat mimpi buruk baginya.

Rin sendiri tampaknya menyadari kesan buruk Cheryl terhadapnya.

Sudah terlambat untuk berkata bahwa dia menyesal sekarang, tidak akan membuat perubahan sikap Cheryl menjadi lebih baik kepadanya meski dia meminta maaf.

Dia menyadari bahwa dia pernah melakukan kesalahan di masa lalu yang melibatkan tuannya dan Cheryl. Sebab itulah Cheryl masih belum memaafkannya.

Jadi sekarang yang bisa Rin lakukan hanya membawa kesalahan itu selagi berusaha memperbaiki hubungannya dengan Cheryl, menurutnya itu adalah pilihan terbaik yang bisa dia lakukan saat ini.

Rin memandangi sosok belakang Cheryl dari dapur, merasa bahwa dia harus bekerja keras untuk lebih dekat dengan Cheryl.

Dia menarik napas untuk menghilangkan kegelisahannya, menepuk pelan pipinya dengan kedua tangannya lalu tersenyum sebagai pertanda bahwa dia sudah kembali ke keadaannya yang biasa.

Rin sedang membuat menu makan malam berupa salmon, salad bayam, sup dan pasta jamur. Dia hampir menyelesaikan semuanya kecuali sup yang masih dimasak di atas kompor.

Selain itu dia juga membuat pie apel, rencananya ingin dia sediakan untuk Cheryl.

Rin membeli banyak buah apel yang awalnya ingin dia berikan pada Edwin, tapi dia menyisihkan beberapa untuk dibuat pie setelah memikirkan apa yang ingin dia berikan pada Cheryl yang sepertinya tidak berniat memakan makanan yang dia sajikan.

Tapi melihat hasil pie apel yang dia buat, Rin yakin kalau Cheryl tidak bisa menolak untuk mencobanya.

Pie apel yang baru saja matang terlihat cantik dan berkilauan. Microwave memanggang permukaan pie dengan baik. Itu hasil yang sudah jelas, karena inti dari alat itu menggunakan kristal essence yang berkualitas.

Peralatan dan teknologi di Anderwelt kebanyakan menggunakan kristal sebagai inti bahan bakar.

Kristal essence terbuat dari fasa energi yang diendapkan menggunakan reagen tertentu dengan metode khusus. Selain itu juga diperlukan katalis yang sesuai agar kristal essense dapat terbentuk. Bahan baku yang digunakan untuk membuat kristal essence berasal dari energi yang difiltrasi dari lingkungan.

Tapi Rin cukup terkejut, meski tuannya tidak suka memasak tapi dia memiliki banyak peralatan memasak di apartemennya.

Rin menyusun pie apel ke piring kecil, kemudian dia membuat teh hitam dalam teko.

Rin membawa piring dan teko tersebut serta dua cangkir yang permukaannya dihias oleh motif bunga, kemudian berjalan ke arah Cheryl.

Selesai meletakkan semuanya di hadapan Cheryl, Rin duduk di sofa tiga seat pada sisi terjauh dari Cheryl.

Cheryl mencium aroma manis yang datang dari depannya, dia melirik untuk sekadar mencari tahu.

Melihat makanan di depannya, Cheryl menyipitkan matanya dengan curiga, mewaspadai kalau perempuan yang tiba-tiba duduk di sampingnya sedang merencanakan sesuatu.

"Tolong setidaknya makan pie apel ini. Kamu belum makan sejak siang, bukan? Teh ini juga enak, lho. Aku membawanya dari ruang Komite Akademi."

"Tidak perlu. Aku tidak lapar," Katanya datar.

Dia sebenarnya tertarik tapi tidak ingin mengungkapkan gerakan yang menunjukkan bahwa dia menginginkan hasil masakan Rin.

"Ayolah jangan keras kepala. Cobalah sedikit." Rin menawarkan dengan nada yang persuasif.

Cheryl menghela napas kesal.

"Apa kau tidak dengar? Atau mungkin kau pura-pura tidak tahu bahwa kehadiranmu sedang ditolak?"

"Eh, benarkah? Kesampingkan itu, cobalah pie ini, enak loh." Tapi tampaknya Rin tidak memedulikannya, keinginannya untuk dekat dengan Cheryl sepertinya tidak mengenal kata penolakan. "Kau sungguh tidak ingin mencobanya?"

"Cheryl." Cheryl mengabaikan panggilannya, jadi Rin menggeser tubuhnya untuk duduk lebih dekat dengannya.

"Heei~ Cheeryl~!" Dia tetap diabaikan, Rin menggembungkan pipinya sambil cemberut. Lalu semakin mendekatkan dirinya ke arah Cheryl.

"Kalau kau tidak ingin memakannya ..." Rin mendekatkan wajahnya dan berbisik sangat dekat ke telinga Cheryl. Cheryl merinding, instingnya merasakan bahaya akan datang. "... Aku yang akan memakanmu. Fuuh−" Rin pura-pura mengancam Cheryl, meniup telinganya untuk mengakhiri kata-katanya.

Ketika berbisik barusan, dia menggunakan sedikit auranya yang diubah ke dalam bentuk intimidasi, mirip seperti skala kecil dari hawa membunuh, membuat ancamannya pada Cheryl terasa nyata.

"Kyaah!" Tubuh Cheryl bergetar. Mulutnya terbuka lebar, air mata mulai berderai di matanya.

Ketakutan merasuki pikirannya, dan bayangan masa lalunya tentang Rin menembus pertahanan terakhirnya. Kemudian dia meraung dengan suara yang keras.

Jika reaksinya bisa digambarkan, dia terlihat seperti karakter rakyat biasa dalam game yang meminta pertolongan karena tidak sengaja bertemu raja iblis.

"Waaa ...! Kak Ed, perempuan ini menakutkan!"

Cheryl berlari dengan tubuh gemetar ke kamar Edwin sebagai upaya menyelamatkan dirinya.

"Hmm, sepertinya aku berlebihan melakukannya." Rin memandangi Cheryl yang kabur darinya. Dia tidak serius melakukannya, tapi sepertinya Cheryl malah menganggap serius ancamannya.

"Hmm?" Edwin yang baru saja hampir terlelap, mendadak tersadar oleh bunyi pintu yang dibuka dan ditutup dengan keras.

"Kaak. Kakaaak~!" Cheryl yang menangis masuk ke kamarnya sambil meneriakkan namanya.

"Ada apa, Cheryl? Tenanglah, kau terlalu berisik kepalaku jadi sakit."

"Perempuan itu menyeramkan. Selamatkan aku, kak," ujarnya sambil memohon dengan dramatis. Cheryl mendekatkan tubuhnya ke arah Edwin sampai hampir memeluknya.

"Menyeramkan? Siapa?"

"Siapa lagi kalau bukan pelayanmu itu."

"Rin? Ada apa dengannya?"

"Dia ingin memakanku."

"Hah?" Edwin tidak mengerti apa yang dikatakannya, wajahnya seolah mengatakan apakah orang di depannya habis bermimpi buruk.

"Itu benar, aku tidak berbohong. Dia sendiri yang mengatakannya." Cheryl memperhatikan keraguan Edwin jadi dia mendesaknya untuk percaya.

"Tenanglah, pertama-tama jelaskan dulu agar aku mengerti."

"B-baiklah ...."

Cheryl terpaksa harus menenangkan dirinya. Setelah beberapa tarikan napas, dia menceritakan kejadiannya.

"Jadi begitu. Bukankah itu salahmu sendiri karena tidak mau memakan pie buatannya."

"Kak Ed, kau bodoh. Adikmu saat ini sedang dalam bahaya, kau seharusnya tahu!" Keluh Cheryl.

"Kau berlebihan Cheryl. Dia hanya bercanda, tidak mungkin dia ingin memakanmu."

"Tapi kalau dia yang mengatakannya aku yakin dia serius akan melakukannya."

Terlebih lagi dia tahu kalau Rin benar-benar akan melakukannya, itulah sifat perempuan itu yang dia tahu bahwa dia akan serius jika ingin melakukan sesuatu.

"Sudah tenanglah. Tidak ada yang perlu kau khawatirkan. Lagi pula jika kau memang benar akan dimakan, pada gigitan pertama dia akan menyerah memakanmu karena rasa tubuhmu tidak enak." Edwin menaruh tangannya di atas tangan Cheryl, mencoba menenangkannya.

"... Kau benar. Tapi entah kenapa yang kau katakan malah mengesalkan." Cheryl kembali tenang, mengusap air mata yang tertimbun di sudut matanya.

"Ya. Jadi kau tidak perlu takut lagi. Jika itu terjadi, kau hanya akan kehilangan satu anggota tubuhmu sebelum dia sadar bahwa tubuhmu adalah hidangan terburuk." Edwin menepuk-nepuk tangannya sebagai isyarat bahwa bagian itu yang kemungkinan hilang.

"Itu malah menakutkan!" Cheryl dengan cepat menarik tangannya dan berteriak dengan marah.

"Makanya sudah kubilang kalau kau pulang saja, itu lebih baik daripada tinggal di sini."

"Jika aku pulang, bagaimana dengan perempuan itu?"

"Aku tidak tahu, mungkin dia akan tetap di sini dan baru pulang saat malam, atau mungkin dia baru pulang saat aku sudah sembuh."

Wajar jika seorang pelayan merawat tuannya yang sedang sakit, tapi Cheryl tidak senang jika perempuan itu yang melakukannya.

"Kalau begitu aku juga akan tinggal di sini sampai kau sembuh. Aku tidak akan mengizinkanmu berduaan dengan perempuan berbahaya itu."

"Tidak, aku hanya bercanda tadi. Kalian berdua harus pulang. Tidak perlu memaksakan diri kalian. Aku hanya perlu tidur untuk sembuh jadi tidak perlu khawatir." Akan merepotkan jika keduanya tinggal, Edwin lebih suka jika dia sendiri tanpa ada orang lain yang mengganggunya, jadi setelah Cheryl pulang dia rencananya akan menyuruh Rin untuk pulang juga.

"Apa?! Apa kau tidak senang aku menemanimu? Atau kau ingin berduaan dengan perempuan itu?!" Tapi Cheryl menanggapi kata-katanya dengan cara yang berbeda.

"Bukan itu maksudku. Lagi pula Rin datang karena dia khawatir, dia juga membantu merawatku, bahkan membuatkan makanan."

"A-aku juga bisa merawatmu, membuatkan makanan juga."

Cheryl merasa tidak ingin kalah entah bagaimana.

"Hah?! Memangnya apa yang bisa kau buat?"

Edwin tidak pernah melihat Cheryl membuat makanan, yang dia tahu selama ini Cheryl selalu memakan masakan yang dibuat oleh pelayan di kediamannya.

Karena Cheryl terlihat percaya diri, jadi mungkin dia memiliki kemampuan memasak dan hanya malas untuk melakukannya seperti dirinya, itulah yang dipikirkan Edwin.

"Kalau cuma mie cup aku bisa." Tapi ternyata pada langkah pertama dia langsung dikhianati oleh kepercayaan dirinya.

"Kalau itu bahkan bocah sekolah dasar bisa melakukannya karena kau cuma perlu menuangkan air panas!! Sialan, entah kenapa aku merasa kalau kau memang benar adikku!" Edwin mendesah kecewa.

"Aku memang adikmu!"

"Baiklah-baiklah, aku mengerti. Kau boleh tinggal. Ada kamar kosong di sebelah, kau bisa menggunakannya. Tapi ingat hanya untuk hari ini." Kalau sudah seperti ini Cheryl tidak bisa dihentikan, jadi tidak ada pilihan selain menyerah dan membiarkan keegoisannya untuk kali ini.

"Aku ingin tidur di sini." Sepertinya dia masih takut dengan Rin jadi dia tidak ingin tidur sendiri atau mungkin malah berakhir tidur bersama dengan perempuan itu dalam satu ruangan.

"Kau tidak boleh. Aku akan meminta Rin untuk pulang nanti, jadi kau tidak perlu khawatir."

"Baiklah, kalau kakak yang mengatakannya." Cheryl menyetujuinya karena kakaknya sudah berkata bahwa dia akan menyuruh perempuan itu pulang.

"Kalau begitu biarkan aku istirahat untuk saat ini. Kau boleh tetap duduk jika masih takut untuk keluar dari ruangan, tapi tidak boleh berisik."

"Baiklah."

Cheryl mengangguk patuh, mengusap air matanya yang tersisa.

***

Chương tiếp theo