Syaikh Maliki tertawa kecil. Lalu menjawab lirih pertanyaan dari Gentar, "Panggil saja aku aki! Jangan kau panggil aku ini sebagai gurumu!" punya orang tua misterius itu.
Lantas, orang tua itu berkata lagi, "Mulai malam ini, namamu adalah Gentar Almaliki. Jadilah pendekar yang saleh dan jangan jumawa serta takabur!" sambung Syaikh Maliki memberikan nasihat.
"Baik, Ki. Aku akan selalu ingat nasihatmu ini," jawab Gentar lirih sambil menjura penuh rasa hormat terhadap Syaikh Maliki yang ia yakini sebagai guru sejatinya.
"Bukan maksudku takabur, asal kau bisa mempelajari kedua ilmu silat itu dengan sempurna, kau akan menjadi seorang pendekar muda yang mumpuni dan sakti. Sudah cukup kau mengalami kemalangan hidup di dunia ini. Sekarang mulailah pelajari ilmu-ilmu tersebut, dan pastikan didasari oleh akhlak yang baik dan budi pekerti yang luhur!" tegas Syaikh Maliki menatap wajah Gentar.
Gentar menganggukkan kepalanya dan tidak berkata apa-apa lagi di hadapan Syaikh Maliki. Gentar siap untuk melaksanakan perintah orang tua itu, karena dalam dirinya sudah memiliki tekad yang bulat untuk mempelajari ilmu apa pun yang diberikan oleh Syaikh Maliki kepadanya.
"Pergerakan pertama dinamakan gerakan Asyhadu, yang diambil dari awalan kalimat syahadat, jurus ini akan mampu menghancurkan tubuh musuh hingga melebur seperti debu," ujar Syaikh Maliki.
Syaikh Maliki tertawa kecil melihat sikap Gentar yang belum paham dengan apa yang ia ucapkan, tampak jenggotnya yang putih panjang bergerak-gerak tertiup derasnya angin yang muncul secara tiba-tiba.
Tiba-tiba, Syaikh Maliki mulai mengambil ancang-ancang laksana harimau hendak menerkam mangsa, kedua tangannya terlihat bergetar hebat dan tampak hadir sebuah kekuatan tinggi yang maha dahsyat.
Kemudian, Syaikh Maliki langsung melancarkan satu serangan mengarah kepada Gentar. Entah apa maksudnya?
Gentar segera menghindar ketika angin kencang menyambar ke arahnya, angin tersebut berasal dari kekuatan tangan orang tua berjubah putih itu, yang dengan sengaja mengarahkan serangan tersebut kepadanya.
"Apa maksud Aki menyerangku?" protes Gentar berteriak keras.
"Diamlah! Kau perhatikan saja, Anak muda!" Syaikh Maliki sedikit membentak Gentar.
Gentar diam seketika dan memperhatikan setiap gerakan-gerakan yang diperagakan oleh Syaikh Maliki, dua bola matanya tidak berani berkedip barang sebentar pun.
Beberapa saat kemudian, Syaikh Maliki membalikkan kedua telapak tangannya, dengan sangat cepat ia sudah melakukan serangan kedua dengan jurus 'Alaa ilaa', Syaikh Maliki berteriak keras, "Awas, Anak muda!"
Gentar kembali meloncat terbang dan mengambang di udara, "Ki! Kenapa aku bisa terbang?" teriak Gentar kaget.
Orang tua itu malah tertawa terkekeh-kekeh, "Ha ... ha ... ha ...." Kemudian, ia menyeru, "Tahan napas dan turunlah!"
Gentar segera mematuhi perintah dari orang tua itu, menahan napas dan kembali meluncur ke bawah dan mendarat dengan sempurna di atas batu besar yang ada di hadapan Syaikh Maliki.
"Itu adalah jurus 'Hampang Raga' kau sudah dapat menguasai ilmu tersebut, gunakanlah jika dalam keadaan terdesak!" kata Syaikh Maliki.
Demikianlah, tiga jurus yang sudah diperagakan oleh Syaikh Maliki, secara tidak langsung sudah merasuk ke dalam tubuh Gentar.
Seketika dua tangannya pun bergetar hebat hingga pedang dalam genggaman tangannya terlepas begitu saja, seiring dengan datangnya sebuah energi besar yang tiba-tiba merasuk ke dalam tubuh Gentar.
"Tiga jurus itu sudah merasuk dan membalut dalam ragamu," terang Syaikh Maliki melambaikan tangan ke arah Gentar. "Ambil pedangmu dan kemarilah!" pintanya lirih.
Gentar segera meraih pedang yang terlepas dari tangannya dan langsung melangkah menghampiri orang tua sakti itu.
"Berdirilah, dan perhatikan setiap gerakan-gerakkan yang aku peragakan di hadapanmu!"
"Iya, Ki. Aku akan memperhatikannya dengan baik," jawab Gentar terus memperhatikan gerakan-gerakan orang tua itu.
Gentar segera menepi dan berdiri dengan jarak sekitar lima langkah dari arah Syaikh Maliki.
Orang tua itu langsung bergerak cepat dan memperagakan jurus-jurus andalannya di hadapan Gentar, dengan harapan Gentar dapat meniru dan menangkap gerakan-gerakan jurus yang diperagakannya.
Gentar terus memerhatikan jurus-jurus tersebut. Meskipun, tidak semuanya gerakan-gerakan itu dapat ia kuasai sepenuhnya.
Syaikh Maliki sepertinya tidak peduli akan hal itu, ia berpikir bahwa Gentar harus bisa menguasai semua jurus yang ia peragakan. Walaupun cara mengajarkannya begitu singkat dan sangat cepat..
Setelah itu, Syaikh Maliki menghentikan gerakannya dan berpaling ke arah Gentar. Berkatalah Syaikh Maliki, "Coba kau peragakan jurus yang tadi aku tunjukkan!"
Gentar mengerutkan keningnya. "Apakah aku bisa, Ki?" Gentar berpikir ia tidak akan bisa meniru jurus-jurus yang sudah diperagakan oleh Syaikh Maliki. Orang tua itu terlampau cepat dalam mengajarkan jurus-jurus tersebut.
"Bisa! Kau pasti bisa," jawab Syaikh Maliki tersenyum-senyum meyakinkan Gentar yang diam termangu penuh keraguan.
Gentar maju beberapa langkah dan segera mengangkat kedua tangannya. Tiba-tiba, ada getaran hebat di dua pergelangan tangan hingga merasuk ke semua persendian dan otot-ototnya. Dengan sendirinya, Gentar mulai melakukan gerakan-gerakkan jurus seperti apa yang sudah diperagakan oleh Syaikh Maliki.
"Hebat kau, Anak Muda," puji Syaikh Maliki terkagum-kagum melihat kelincahan Gentar.
Setelah itu, Gentar segera menghentikan gerakannya, perlahan mengatur pernapasannya dan langsung menghampiri orang tua itu.
"Tolong katakan, Ki! Sebenarnya di dalam tubuhku ini ada apa? Kenapa aku begitu mudah menyerap ilmu yang Aki ajarkan?" tanya Gentar diselimuti oleh rasa ketidak percayaan terhadap dirinya sendiri.
"Itu tandanya kau pintar, cerdas, dan pandai menyerap ilmu," tandas Syaikh Maliki menjawab lirih pertanyaan dari Gentar.
Setelah itu, Syaikh Maliki kembali memperlihatkan jurus-jurus berikutnya. "Kau perhatikan ini!" pinta Syaikh Maliki menoleh ke arah Gentar.
"Iya, Ki. Aku selalu memperhatikan," sahut Gentar meluruskan pandangannya ke arah orang tua itu.
Jurus demi jurus ia gerakkan kembali, saat itu Syaikh Maliki mulai mengajarkan ilmu pedang dan ilmu tombak yang merupakan ilmu pamungkas yang diajarkannya malam itu.
Dengan tekun, Gentar memperhatikan secara saksama gerakan demi gerakan dari Syaikh Maliki. Permainan pedang dan tombak yang maha dahsyat dilakukan oleh orang tua itu.
Gentar tercengang dan kagum dengan pemandangan yang menakjubkan itu.
Malam itu, Gentar berhasil menguasai jurus-jurus yang sudah diajarkan oleh Syaikh Maliki. Meskipun singkat, Gentar sangat cekatan dan pintar dalam menyerap ilmu yang diajarkan oleh gurunya itu.
"Kau sudah menjelma menjadi seorang pendekar muda yang sakti dan tangguh. Percayalah, ilmu yang sudah kau kuasai akan membalut dalam jiwa dan ragamu dengan satu syarat...!" kata Syaikh Maliki berhenti sejenak.
Gentar tampak penasaran, dua bola matanya terus terarah ke wajah orang tua sakti itu.
"Syaratnya apa, Ki?" tanya Gentar.
Syaikh Maliki tersenyum. Kemudian, menarik napas dalam-dalam. "Ilmu ini harus kau pergunakan dengan baik! Tidak boleh menyakiti musuh yang sudah tidak berdaya, dan tidak boleh takabur!" jawab Syaikh Maliki penuh nasihat.
"Baik, Ki. Aku berjanzi, akan mempergunakan ilmu dari Aki sebaik mungkin dan insya Allah akan aku pergunakan di jalan Allah," tegas Gentar.
*