Untuk beberapa saat, keempat pria itu saling pandang lalu akhirnya Ley bersiap untuk mengatakan kepada sang raja bahwa mereka sangat membutuhkan kerajaan Timest. Mereka sangat memohon bantuan kepada sang raja untuk bersedia mengerahkan bala tentaranya untuk membantu penyerbuan ke sarang Kimanh di Selatan.
Mereka juga mengatakan tentang sang pewaris akhir sang raja Elf yang ingin mengalahkan Kimanh dengan membaca mantra Rapher. Hatt, bahkan menceritakan semua cerita yang ia ketahui kepada sang raja Timest dengan sangat rinci.
Gael, sang raja Timest tampak mencermati cerita pangeran peri lembah itu di tiap katanya. Dia bahkan hampir tidak mengedipkan mata bulatnya ketika Hatt sedang bercerita.
"Jadi kalian akan membawa pasukan untuk menyerbu Kimanh di dua sisi, sedangkan sang pewaris Rapher mencari buku pusaka Elf bersama dengan pangeran Soutra?" tanya Gael dengan sedikit memiringkan kepalanya, itu gaya khas sang raja Timest ketika dia merasa masih belum percaya akan sesuatu.
"Benar, kurang lebihnya begitu," jawab Hatt yang segera meraih minuman yang ada di meja dengan sedikit melirik ke arah saudaranya dan juga Ley, seolah meminta persetujuan atas ceritanya yang tidak seutuhnya benar.
Dia tidak menceritakan tentang tenggelam dan hilangnya Wedden bersama dengan pangeran Soutra, dia hanya mengatakan kalau mereka berpisah untuk dua misi yang berbeda. Untung saja, saat ini si muda Tao sedang asyik menikmati hidangan istana sehingga dia tidak begitu mendengarkan pembicaraan yang sedang berlangsung, karena jika saja dia mendengar cerita bohong yang dikatakan oleh Hatt, bisa-bisa dia protes dan segera menceritakan yang sesungguhnya kepada sang raja Timest.
"Baiklah, aku akan menyiapkan delapan ribu pasukanku untuk membantu penyerbuan kalian. Tetapi aku tidak dapat membantu kalian lebih dari itu, aku masih harus menunggu para prajuritku dengan si pencuri yang akan mendapat hukuman dariku." Gael begitu antusias dan serius dengan kalimatnya.
Kalimat sang Raja yang barusan secara otomatis membuat keempat pria pengelana tersenyum bahagia sekaligus sedikit lega dengan adanya tambahan bala tentara untuk pasukan penyerbuan di sisi Timur. Mereka hanya mengharapkan sebuah keberuntungan yang akan membuat mereka kembali ketambahan pasukan dari para peri hutan dan lembah di Barat Persei yang akan mereka lalui besok hari, jika tidak ada halangan.
"Bersihkan diri kalian dan beristirahatlah di kamar tamu istana," ujar raja Timest dengan kedermawanannya.
Segera saja mereka beranjak dan menuju kamar tamu dengan diantar oleh pelayan kerajaan yang menjamu mereka dengan baik.
<><><>
Sementara itu di tempat lain, lebih tepatnya di tepi sungai Sief di negeri Barat Persei yang berbatu dan sunyi mencekam, seorang pria Utara berambut keriting tengah berusaha untuk terbangun dari tidurnya yang panjang di atas bebatuan kerikil sungai. Dia memandangi sekitar dan memijat pelan kepalanya yang terasa pusing dan pandangannya tak jelas.
Dia mencoba mengingat apa yang terjadi yang telah membuatnya tak sadarkan diri di tepian sungai yang terhubung dengan hutan Bares yang begitu gelap dan berudara dingin. Pria keriting yang tidak lagi mengenakan jubah itu menoleh ke arah kirinya, ke arah dimana seorang pria berambut panjang merah muda dan berponi tergeletak tanpa ada gerak dan memucat. Pria keriting itu segera menghampirinya dan sedikit menggoyangkan tubuh pria berambut merah muda.
"Ren, bangunlah ...," ujarnya lirih seraya sedikit memberi pukulan di wajah pangeran Soutra.
Wedden sangat kebingungan dengan apa yang harus dia lakukan, dia segera mendekap tubuh pangeran Soutra yang memucat itu dengan berharap supaya dia cepat tersadar. Dia meraih jubah emas milik Ren yang tergeletak tak jauh dari tubuh pemiliknya dan menyelimutkannya kembali ke tubuh pangeran Soutra.
Wedden ingin membuat api, tetapi dia tidak mungkin membuat api di antara bebatuan sungai yang basah, dan tidak mungkin juga jika dia harus membuat api di dalam hutan sementara Ren berada di tepian sungai.
Wedden harus mengangkat tubuh Ren ke dalam hutan dan membuat sebuah tempat istirahat yang hangat, tetapi dia tidak bisa karena tubuhnya yang terlalu lemah akibat terlalu lama mengapung didalam air. Wedden sedikit menyerat tubuh pangeran Soutra dan merebahkannya di sebuah batu yang berukuran lumayan besar dengan penuh kekhawatiran dan rasa takut yang menyelimuti benak dan pikirannya.
"Apa ini termasuk dalam sebuah adegan romantis yang tidak diperbolehkan untuk dilihat anak dibawah umur?" Seseorang berbicara di samping Wedden, sosok pemuda berambut hitam pendek tampak samar dibawah bayangan pepohonan hutan Bares.
"Siapa kau?" tanya Wedden yang sangat waspada dengan kehadiran sosok asing itu.
Pemuda itu menampakan diri di bawah cahaya bulan yang mulai tinggi, dia membawa sebuah karung yang dipikul diatas bahunya. Dia memiliki bekas luka yang baru di bagian dahinya, dan dia juga memiliki aksen bicara negeri Timur.
"Aku Seredon, kau dapat memanggil Ser jika kau mau." Pemuda tinggi itu menghampiri Wedden yang duduk di samping tubuh Ren yang tergeletak di atas batu.
"Kekasihmu, kenapa dia? Apa kalian baru tenggelam dari sebuah kapal?" tanya pemuda itu lagi seraya mengamati wajah pangeran Soutra yang pucat.
"Dia bukan kekasihku, dan dia adalah seorang pria," ujar Wedden yang terlalu apa adanya. Tetapi pemuda itu hanya sedikit tertawa sambil mengangkat kedua bahunya.
"Anggap aku percaya dengan ucapanmu, kawan.," sahut pemuda itu yang berjalan menuju tepian sungai. Dia melihat sesuatu, lebih tepatnya sebuah benda yang berkilauan diterpa cahaya bulan di dalam air sungai.
"Woww, ini pedang terbaik yang pernah ku sentuh" gumam Ser yang tengah mengelus perlahan benda perak panjang yang baru dia pungut dari dalam sungai.
"Jauhkan tangan kotormu dari benda itu, Nak!"
Wedden segera menoleh kearah Ren yang telah tersadar, pangeran berambut merah muda itu telah berusaha untuk duduk dan membuat posisinya nyaman.
"Apa? Suara siapa itu?" Ser seketika menoleh ke arah dua sosok asing yang bersandar di sebuah batu yang berjarak sekitar lima meter dari tempatnya berdiri.
"Kau?" Ser memandangi pria berambut merah muda panjang dengan cermat dan dia kembali melirik si pria keriting.
"Ohh baiklah, ini sulit dipercaya karena kau adalah satu-satunya pria yang telah menggetarkan hatiku. Tetapi, benda indah ini akan menebus itu kurasa." Ser memain-mainkan pedang perak pangeran Soutra seolah dia adalah pemiliknya, dia menebas dan menghunus dengan penuh suka cita.
"Hei!" teriak Ren yang masih sedikit lemah. Dia menghampiri sosok pemuda asing itu dan segera memberi sebuah pukulan manis di wajahnya ketika dia menoleh untuk merespon kata sapaan si pangeran Soutra.
Wedden terhenyak dan sedikit kagum, baru kali ini dia melihat sosok cantik temannya itu meluapkan emosi dengan sebuah pukulan tangan kiri. Biasanya, dia langsung menggunakan pedang perak miliknya.
Ren meraih pedang itu dan membawanya kembali ke tempat dia duduk dan beristirahat semula. Dia tidak memperdulikan si pemuda dari Timur itu yang pingsan di tepian sungai yang basah.
Ren, menoleh kanan dan kiri. Seketika dia telah menyadari bahwa dia hanya berdua dengan si pria Vitran tanpa ada si Arkstone bersaudara dan juga peri lembah bersaudara.
"Kita terpisah dari mereka sejak pertempuran tadi sore," ujar si keriting Wedden seolah mengerti dengan apa yang sedang dipikirkan Ren.
Ren hanya sedikit mengangguk, dia masih terlalu lelah untuk memberi respon yang lebih dari itu. Mereka bukan hanya terdampar di negeri Barat, tetapi mereka juga terasingkan. Tanpa adanya bekal ataupun benda lainnya yang mungkin dapat membantu mereka mempertahankan hidup di hutan Bares yang begitu gelap dan pengap, itu dapat diketahui ketika mereka berada di sisi luarnya. Udara yang pengap dan suasananya yang gelap, membuat kedua pria Utara ini tidak ingin untuk beristirahat di dalam hutan
***