Setelah dua minggu berada di dunia ini, Marisa baru mengetahui satu hal yang mirip dengannya dan 'Marisa'. Keduanya menyukai renang dan berbakat dalam hal itu. Ketika masih sekolah dulu, Marisa sering menghabiskan waktunya dengan berenang.
Dia bahkan sering mengikuti lomba renang dari tingkat kota hingga provinsi. Awalnya dia mengira akan menjadi atlet renang tapi ternyata dia malah mengambil jurusan sosiologi saat kuliah dan berakhir menjadi guru.
'Marisa' juga menyukai renang. Dia sering mengikuti lomba dan mendapatkan piala serta mendali dalam lomba. Perlombaan terakhir yang 'Marisa' ikuti adalah perlombaan yang diadakan oleh pemerintah untuk umum.
Atlet dan warga biasa boleh mengikutinya namun hanya untuk mereka yang berumur enam belas tahun hingga dua puluh tahun. Dalam perlombaan itu 'Marisa' juara dua walau ada atlet sebagai saingannya saat itu.
'Marisa' melakukan ini hanya sebagai hobi seperti dirinya. Lukman tidak mengijinkan 'Marisa' untuk serius dalam berenang. Karena itu, Marisa tidak ragu lagi untuk menghabiskan pagi dan sorenya dengan berenang.
Sebenarnya sejak memasuki novel ini dan melihat besarnya kolam renang mereka, Marisa sudah tidak sabar ingin menyelam disana tapi khawatir kalau 'Marisa' ternyata tidak bisa berenang karena hal ini tidak dibahas dalam novel.
"Ah, segar sekali!" ujar Marisa setelah selesai berenang dan sedang menikmati cemilan yang dibuat Bi Ina. Perutnya selalu lapar jika habis berenang. "Nona sejak kecil suka sekali berenang. Karena itu kau bisa tumbuh tinggi. Aku senang melihat Nona ceria lagi."
Sejak Diana datang suasana rumah ini menjadi kurang nyaman dan yang paling terlihat tidak nyaman adalah 'Marisa'. Itu membuat Bi Ina sedih dan berusaha melakukan banyak hal yang bisa membuat 'Marisa' lebih bersemangat lagi.
"Un! Aku merasa lebih baik setelah menggerakan tubuhku. Jadi kau tidak usah khawatir lagi, Bi." Marisa berusaha menenangkan Bi Ina. Wanita tua itu sudah merawat dirinya dengan begitu baik seperti anak sendiri.
"Jika kau sudah selesai makan, ayo masuk ke dalam. Kau bisa sakit jika terlalu lama diluar dalam keadaan basah seperti ini." ujar Bi Ina sambil memakaikan jubah handuk kepada Marisa dan mengajaknya masuk.
Baru saja mereka melewati pintu yang menyambungkan kolam renang dengan bagian dalam rumah, Hadi berdiri di depan sana. "Nona, pihak sekolah baru saja menghubungi dan mengatakan mereka menerima Nona sebagai murid disana. Mulai besok Nona sudah bisa bersekolah."
Senyum lebar terpasang di wajah Marisa. "Sungguh? Haha. Aku berhasi, Bi!" ujar Marisa dengan senang. Satu bebannya sudah menghilang. Sekarang dia hanya perlu menjauh dari keluarga ini agar tidak terseret oleh alur cerita novel.
"Apa apartemenku sudah siap di tempati?"
"Apartemennya sudah siap untuk ditinggali. Nona hanya perlu membawa barang-barang seperti pakaian dan buku ke sana."
"Bi Ina, siapkan barang-barangku. Aku mau pindah hari ini. Aku tidak mau sibuk pidah saat sudah mulai sekolah." perintah Marisa kepada Bi Ina yang segera dituruti. Marisa pun berjalan dengan riang menuju kamarnya lalu masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan dirinya.
Sementara itu Bi Ina memanggil beberapa pelayan untuk mengemas barang-barang yang dibutuhkan Marisa di apartemennya.
Dalam waktu satu jam, semua persiapan itu selesai dan dua jam kemudian Marisa sudah duduk santai di atas sofa apartemennya.
"Nona, karena disini hanya ada dua kamar, jadi sepertinya saya tidak bisa tinggal dan hanya akan ke sini di pagi hari lalu pulang di sore hari setelah membuat makan malam." Bi Ina baru saja menyesuaikan jadwalnya.
Dia hanya seorang pengasuh yang artinya selain mengurus Marisa dan Mario tidak ada lagi pekerjaan yang harus Bi ina lakukan.
"Kenapa bibi tidak pakai kamar yang satu saja?" tanya Marisa bingung. Dia sungguh tidak masalah jika kamar itu dipakai oleh Bi Ina. Lagipula bolak-balik antara apartemen dan rumah utama akan membuat Bi Ina lelah. "Itu kamar Tuan Mario."
"Bukannya apartemen ini milikku?" Wajah Marisa berubah muram mendengar perkataan Bi Ina. "Ini punya kalian." sahut Bi Ina membenarkan. Marisa mencibirkan bibirnya tidak suka dengan jawaban itu.
"Kalau begitu, karena ini sebentar lagi makan malam, aku akan segera membuatkan masakan. Nona ingin makan apa?" Mencoba mengalihkan pembicaraan, Bi Ina berjalan ke dapur untuk melihat isi kulkas. "Aku ingin telur balado dan sop ayam." jawab Marisa manja.
"Baik. Nona bisa beristirahat selama saya memasak."
"Kalau begitu aku akan berkeliling apartemen saja. Aku ingin melihat ada apa saja disini."
Apartemen tempat Marisa tinggal benar-benar bagus. Ada kolam renang beserta ruang ganti terpisah untuk lelaki dan wanita yang memiliki kamar mandi, jogging track, juga gym yang bisa digunakan secara gratis.
Selain itu ada juga taman untuk piknik atau sekedar duduk menikmati suasana dan area bermain untuk anak. Di lantai satu juga terdapat kafe, toko serba ada yang buka selama dua puluh empat jam, dan laundry.
Yang paling dikagumi oleh Marisa adalah keamanannya. Setiap tamu yang datang harus akan di periksa oleh bagian keamanan dan juga resepsionis pada lantai satu. Jika penghuni tidak mengijinkan mereka masuk, walau keluarga dan orang tua, mereka tetap tidak akan diijinkan masuk.
Tempat yang sangat bagus jika dia ingin putus hubungan dengan keluarga Darmadji terutama Lukman.
Sebenarnya, sekarang ini Marisa mempunyai perasaan yang rumit kepada Alisa dan Mario. Sebagai seseorang yang membaca cerita dan melihat dari sudut pandang orang ketiga, Marisa tidak bisa membenarkan tindakan Alisa.
Beberapa kali saat membaca, Marisa melayangkan protes terhadap Alisa karena tidak setuju dengan keputusannya bahkan bisa dibilang Marisa tidak suka Alisa. Tapi anehnya, dia merasa rindu kepada Alisa.
Begitu juga dengan Mario. Selama membaca, Marisa tidak punya kesan khusus kepada Mario. Bagi Marisa, Mario hanyalah seorang anak yang menyayangi kembarannya walaupun itu bukan adik kandungnya dan seorang kakak yang bisa diandalkan.
Tapi itu tidak cukup untuk menutupi segala kegilaan yang 'Marisa' perbuat dan juga tidak membuat 'Marisa' berhenti melakukan kesalahan demi kesalahan. Anehnya, setiap kali Marisa melihat foto keluarganya atau memikirkan Mario, dia merasakan rindu yang luar biasa.
Apa mungkin semua ini adalah perasaan 'Marisa' dan bukan dirinya?
Sibuk dengan pemikirannya, Marisa tidak begitu memperhatikan sekitarnya hingga dia terjatuh karena seseorang menabraknya. "Aww!!" pekik Marisa ketika bokongnya mendarat keras di tanah.
"Hei! Seharusnya kau memperhatikan kemana jalanmu!" Wanita yang menabrak Marisa malah balik marah kepadanya. Marisa menatap wanita itu tidak percaya dan ingin sekali mengelurkan kalimat hujatan.
"Kau tidak apa-apa?" Lelaki yang bersama wanita itu mengulurkan tangan untuk membantu Marisa berdiri. "Terima kasih." ujar Marisa yang menerima uluran tangan itu. "Ya, selain bokong yang terasa sakit, aku baik-baik saja." tambahnya sarkas.
"Heh! Apa maksudmu?!" Wanita itu menghentakan kakinya kesal. Wajahnya memerah menahan emosi. Marisa memutar malas kedua bola matanya. Wanita ini pasti gila. Rugi sekali Marisa berusuran dengan wanita ini.
"Kau menabraknya, tapi masih marah kepadanya dan bukan meminta maaf?" Lelaki itu memberikan lirikan sinis kepada si wanita yang membuatnya menunduk dan memberikan tatapan sedih kepada lelaki itu.
"Maksudku bukan begitu, Sagara." ujarnya dengan suara kecil dan tangan menggenggam ujung baju sang lelaki yang kemudian ditepis oleh si lelaki. "Terserah dan jangan ikuti aku lagi."
"S-sagara! Tunggu." Wanita itu panik karena ditinggal pergi begitu saja. "Ish! Ini semua salahmu!" teriaknya sebelum mengejar lelaki yang Marisa ketahui bernama Sagara itu.