webnovel

29. Ibu Kim Tae Woo Datang.

"Hanya pembicaraan biasa," jawab Jung Ki jujur karena pembicaraan antara dirinya dengan Min Yoon Seok sama skeali tidak ada yang aneh kemarin malam. "Benarkah? Tadi malam kalian tidak melakukan apapun?" tanya Tae Woo membuat Jung Ki hanya memutar bola matanya malas. "Kau ingin aku berciuman dengan---"

"Jangan berusaha bercanda denganku, Kim Jung Ki," potong Tae Woo pada Jung Ki saat pria itu terlihat langsung marah dan waspada saat Jung Ki berusaha bercanda dengannya saat situasinya sedang tidak baik. Jung Ki terkekeh melihat wajah marah dan tidak senang milik pacarnya hari ini.

"Maaf, aku hanya sedikit kesal padamu. Kau berlebihan, aku sudah mengatakan padamu jika aku dengan Kak Yoon Seok sama sekali tidak memiliki hubungan serius selain teman, kakak dan adik laki-laki, tapi kau tidak mau mendengarku." Sekarang Jung Ki terlihat sedang memarahi Tae Woo karena sikap buruknya terhadap sesama pria yang dekat dengan Jeon Jung Ki.

"Dan jangan asal merubah marga keluargaku seenaknya, margaku masih Jeon jangan mengubahnya menjadi Kim jika kau tidak menikah denganku, kau mengerti!" Jung Ki terlihat sangat serius dengan kemarahannya karena pria itu dengan tidak sopannya merubah namanya yang telah diberikan padanya aat dia baru lahir. "Maafkan aku." Jung Ki memutar bola matanya malas, dia melirik ke arah lain untuk memastikan jika dia sedang tidak mengulur waktu atau bahkan membuat pelanggannya menunggu pesanan darinya. "Jadi pria tadi malam ayah kandungmu, Kak?" Tae Woo menganggukkan kepalanya pelan.

"Ya, sepertinya, aku mengingatnya jika itu memang suara ayahku, sangat mirip sebenarnya. Aku juga ragu karena itu sudah sangat lama," jelasnya membuat Jung Ki menyatukan alisnya karena dia bisa melihat seberapa banyak keraguan yang ada di dalam mulut dan oembicaraan Tae Woo saat menjawabnya.

Jung Ki menelan ludahnya sukar, pria itu sedikit frustasi karena dka ingin berbicara dengan leluasa menanyakan keberadaan ayah kandung Kim Tae Woo. Namun perasaan takut itu terus menempeli Jung Ki membuat pria itu hanya diam tidak berbicara.

"Kau berniat bertanya apa? Katakan saja, apa kau akan tetap diam dan tidak ingin tahu mengenai hidupku seperti kau yang terus tertutup mengenai hidupmu padaku?"

"Jung Ki, dengarkan aku. Apapun yang terjadi sebenarnya kau harus terbuka denganku, begitupun denganmu. Hanya saja kau selalu menutup diri, menutup mulut dan telingamu untuk hidupmu seperti apa dan hidupku sekejam apa. Aku sebenarnya sedikit bingung juga untuk menangani, tapi aku nyaman denganmu. Tanyakan saja Jung Ki, aku ingin kau bertanya padaku." Seperti sebuah desakan dari sisi Tae Woo sendiri jika pria itu ingin berbicara dengan Jung Ki tapi dengan pria manis itu yang beryanya padanya.

Tae Woo tahu jika Jung Ki pria yang menutup diri, pasif dan tidak banyak bicara. Tapi jika berurusan dengan Jung Ki Tae Woo hanya ingin menjelaskan dengan baik dan halus jika hidupnya yang terlalu penutup dan menutup diri sama sekali tidak baik untuk dirinya.

Buruk.

Kotor.

Konyol.

Dan tidak bisa dilanjutkan lebih jauh lagi.

"Aku sangat penasaran, Kak."

"Aku juga ingin tahu lebih banyak."

"Kenapa kau selalu keras dan mendapatkan diriku yang dirugikan dan sulit dijelaskan padamu karena aku sama sekali tidak bisa menceritakan hidupku padamu."

"Ini bukan tanpa sebab Kak, aku tidak ingin tahu hidupmu karena kau juga tidak bisa tahu hidupku seperti apa. Karena semacam itu."

Ya, Jeon Jung Ki semakin banyak bicara. Dan kali ini Tae Woo hanya memilih diam dan mengabaikan apa yang Jung Ki katakan untuknya. Pria itu benar-benar tidak bermaksud untuk itu, hanya saja Jung Ki memang benar-benar pria yang sangat keras kepala.

"Kak, kau marah padaku?"

"Maafkan aku, aku tidak bermaksud untuk itu, hanya saja aku---" Jung Ki belum selesai memberi alasan yang halus pada Tae Woo, namun ponsel Tae Woo berbunyi pria itu menaruh ponselnya dan meletakkan ponselnya ke atas meja tanpa ingin menjawab.

Jung Ki yang saat itu tidak tahu apa yang Tae Woo maksud untuknya memilih diam saja dan melihat respon apa yang Tae Woo inginkan sampai panggilan itu terlewatkan. "Kak, kenapa kau tidak mengangkatnya?" Tidak ada jawaban, dan Jung Ki melihat nama seseorang yang tertera dan menelfon ulang pada ponsel Tae Woo mengalihkan fokusnya.

"Kau tidak ingin mengangkatnya?" Jung Ki bertanya. "Biarkan aku mengangkatnya jika begitu," ucapnya selanjutnya, Jung Ki membuka ponsel Tae Woo dan mengangjat oanggilan tersbeut.

Jung Ki meloudspeaker agar keduanya mendengar tanpa Jung Ki harus memegang.

"Kim Tae Woo, ibumu ada di perusahaan, bagaimana bisa kau tidak datang! Aku sudah memintamu untuk datang tadi malam, ibumu mengamuk di sini melihat kau tidak ada."

"Pulanglah sekarang atau perusahaan menjadi lebih kacau, Tae Woo."

"Kim Tae Woo."

"Kau mendengarku? Aish, sialan."

"Dengarkan baik-baik, ibumu datang, dia marah karena tidak melihat kau di sini, sebaiknya kau kembali ke kantor atau semuanya akan hancur."

"..."

Panggilan terputus dan membuat Tae Woo hanya mengangjat bahunya malas dan menaikan satu alisnya pelan. "Pulanglah sekarang Kak, kau memiliki banyak pekerjaan." Tae Woo terkekeh, ponselnya dia simpan di saku kemejanya.

"Buatkan aku satu susuk coklat yang kental," minta Tae Woo bahkan dengan membuka tasnya untuk mengeluarkan laptopnya untuk bekerja.

"Kak!" panggil Jung Ki kesal saat pria itu sama sekali tidak mendengarkan pria dengan nama lengkap Jung Hoo Sik karena pria itu Tae Woo memberinya nama seperti itu.

"Apa? Cepat buatkan aku minuman dan bawa ke sini," minta Tae Woo dengan serius lalu menyalakan laptopnya untuk mulai bekerja dan melupakan apa yang akan menjadi masalah seriusnya nanti.

"Apa kau benar-benar pria yang tidak bertanggung jawab seperti ini, Kak?" tanya Jung Ki dengan suara yang lirih membuat Tae Woo terdiam dari gerakannya yang berusaha menjauhkan pikiran negatif Jung Ki untuk hidupnya.

"Jung Ki." Pria manis itu memutar bola matanya kecewa dan sedikit memberi tatapan datar pada Tae Woo untuk pertama kalinya. "Kak, jika kau saja tidak bisa bertanggung jawab sebagai seorang anak laki-laki untuk kedua orang tuamu, bagaimana bisa kau bertanggung jawab sebagai seorang pria untukku, Kak Tae Woo."

"Pulanglah, jika kau tidak mau pulang lebih baik hubungan kita berakhir saja. Jika keluargamu saja tidak kau hormati, bagaimana bisa kau menghormatiku." Jung Ki sengaja berbicara seperti ini karena dia ingin mengatakan pada Tae Woo jika dia bukan pria yang akan dengan senang hati menerima pelarian saja.

Tae Woo melihat dengan jelas dimana Jung Ki pergi meninggalkan dirinya di meja spesial yang selalu dia duduki setiap dia datang ke kafe itu. Tae Woo juga bisa melihat dengan jelas jika Jung Ki hanya fokus pada pekerjaannya dan tidak peeduli sama sekali dengan keberadaannya.

Bahkan kali ini Tae Woo bisa melihat Jung Ki dan Ji Min yang tidak banyak berbicara dan melanjutkan pekerjaan mereka masing-masing. Pada akhirnya pria itu mengalah, Kim Tae Woo membereskan barang-barangnya dan berjalan keluar menuju mobilnya untuk pulang.

Tae Woo tahu Jung Ki memperhatikannya, hanya saja pria itu memilih abai dan membiarkan Tae Woo menyelesaikan urusannya sendiri.

Pria itu sudah berada di dalam mobilnya, sebelum menjalankan mobilnya Tae Woo memilih untuk membuka pesan spam yang dikirimkan Hoo Sik padanya tadi malam dan hari ini.

Pria itu membacanya, baik-baik dan pelan-pelan. Hanya saja Tae Woo hanya memutar bola matanya malas.

Dia mengirim pesan sesuatu pada Hoo Sik untuk memperjelas saja.

/Kau berbicara pada bibimu jika kita berdamai? Sepertinya iya, apa yang sebenarnya kau inginkan, Kak. Aku mengajakmu berdamai, kau berbicara pada ibuku, lalu bertengkar lagi?/

/Kau tidak lelah hidup hanya seperti ini saja? Jujur aku sangat lelah, Kak./

Tae Woo menyimpan ponselnya dan memilih untuk menjalankan mobilnya unyik sampai di kantor, butuh lebih dari limapuluh menit untik sampai, tidak ada suara sedikitpun, hening tanpa suara. Dan karena itu juga Tae Woo menjalankan mobilnya dengan santai dan cepat.

Sesampainya di perusahaan kakek dari pihak ibu, Tae Woo pada akhirnya berjalan santai menuju lift. Namun baru saja sampai di lobi suasana sudah cukup hening dan mencekam.

Tae Woo tahu benar jika semua karyawan di sini tidak takut dengan ibunya, hanya saja mereka sangat takut kehilangan pekerjaannya karena sikap tidak baik milik ibunya.

"Ibuku di atas?" tanya Tae Woo pada resepsionis kantor, wanita itu menganggukkan kepalanya pelan menjawab tanpa suara. "Jung Hoo Sik juga?"

"Iya, tuan." Tae Woo memutar bola matanya malas. "Apa yang dilakukan si bodoh itu," kesalnya saat berjalan menuju lift dengan langkah lebar membuat resepsionis itu menganggukkan kepalanya setuju.

"Benar, bukankah tuan Hoo Sik ada hanya menjadi pembuat masalah di sini. Ada dan tidak adanya tuan Kim Tae Woo, semuanya terselesaikan."

"Kau benar, tuan Hoo Sik memang bisa diandalkan, namun semuanya terus butuh revisi. Tuan Jung Hoo Sik benar-benar tidak bisa bisa menyelesaikan pekerjaan."

Ketahuilah jika Tae Woo mendengar semua pembicaraan resepsionis di perusahaannya dengan jelas. Ya, memang benar.

Jung Hoo Sik memang pria yang bisa diandalkan, hanya saja semua pekerjaan yang pria itu kerjakan selalu membutuhkan banyak revisi.

Bisa, tapi tidak sempurna.

Percuma saja, karena Hoo Sik selalu meninggalkan kecerobohan yang membuat Tae Woo harus melimpahkan semua pekerjaannya pada sekretarisnya juga.

Sejujurnya Tae Woo juga muak, hanya saja pria itu memilih tetao diam karena ibunya sangat percaya pada pria itu.

Keponakannya yang sangat dibanggakan oleh ibunya.

Tae Woo sampai di ruangannya, dia bisa melihat dua orang yang sedang ada di ruangan.

Satu wanita yang sedang memarahi seorang pria yang berdiri dengan wajah menunduk.

"Apa kalian sudah selesai?" tanya Tae Woo mengalihkan keduanya saat mereka sedang sibuk dengan urusan mereka sendiri.

"Kim Tae Woo kemana saja kau? Apa selama ini kau hanya bermain-main dan melupakan kewajibanku sebagai seorang anak untuk orang tuanya? Dimana otakmu sebenarnya!!"

Dan yang didengar Kim Tae Woo adalah hal biasa yang sudah terlalu sering ibunya katakan padanya.

Hallo, maaf terlambat datang....

sakasaf_storycreators' thoughts
Chương tiếp theo