Langit hitam telah berganti menjadi biru dengan awan menghiasi. Bulan telah terbenam digantikan oleh mentari yang hangat di pagi itu.
Seperti yang Kuroha duga sebelumnya. Dia benar-benar tidak terbangun di kamarnya atau kamar rumah sakit. Melainkan di batang pohon tumbang yang dia gunakan sebagai tumpuan tadi malam.
Kuroha tidak mengerti. Bagaimanapun dia juga memiliki sifat realistis. Dia tahu dunia ini sangat berbahaya; penculikan, perbudakan, pemerkosaan, penghakiman sepihak, pemboikotan, pemfitnahan dan penggunaan kuasa sewenang-wenang. Semuanya lengkap disini.
Dia bahkan yakin ada makhluk yang bisa menahan serangan nuklir yang menghantam Hiroshima di dunia ini. Namun, inilah hidupnya. Semuanya pasti memiliki lika-liku tersendiri bahkan jika tidak masuk akal.
Setelah membereskan kemah sementara milik mereka. Kuroha dan yang lainnya langsung melakukan perjalanan menuju kota terdekat. Jaraknya cukup jauh, membutuhkan waktu 1 jam berjalan kaki dari lokasi mereka saat ini.
Perjalanan dimulai dengan normal dan biasa. Tidak ada hal khusus yang menarik saat itu.
Ngomong-ngomong, timeskip.
Setelah berjalan dari hutan dan melalui padang rumput yang sangat luas. Kelompok dadakan itu sampai di depan gerbang kota.
"Ini dia, kota Brassfill."
Kota bergaya fantasi barat yang tertutup oleh tembok yang melindungi dari para monster di luar sana. Kuroha tersenyum melihat pemandangan itu. Dibalik Identitasnya sebagai wibu, dia juga memiliki hobi melihat pemandangan alam dan suasana kota-kota jaman pertengahan.
Itu adalah hal yang sangat menenangkan bagi dirinya sendiri ketika mendengar suara angin menerpa dedaunan dan rerumputan.
Mereka segera mendekati pintu gerbang yang terbuka lebar dengan beberapa prajurit yang menjaga.
"Bisa kalian tunjukkan kartu identitas?"
Mereka segera mengeluarkan kartu identitas milik mereka. Yang pertama adalah Mia, dan yang terakhir adalah Elias.
"Dimana kartu identitas milikmu?"
"Aku tidak memilikinya. Aku tersesat di sini dan bertemu mereka."
"Lalu, dari mana asalmu?"
"Sebuah negara bernama Indonesia."
"Indonesia? Dimana itu? Aku tidak pernah mendengar negara semacam itu seumur hidup."
Penjaga itu kebingungan dengan jawaban yang diberikan oleh Kuroha, seperti reaksi Mia dan Gelf, dia tidak mengetahui Indonesia.
"Negara itu berada di luar Seven Sea. Sebenarnya, ketika aku terbangun, aku sudah berada di hutan dan bertemu dengan mereka yang diserang oleh semut raksasa berwarna biru."
"Wah, kalian bertemu dengan seekor Great Bluant ya? Cukup berbahaya."
"Sebenarnya ... bukan hanya satu ekor. Tapi satu sarang Great Bluant."
"Apaaaa!!!"
"Lalu bagaimana dengan Great Bluant-nya? Kami harus melaporkannya kepada komandan!"
Kelompok itu saling memandang. "Mereka semua sudah ... dihabisi."
"Huh? Jangan berbohong. Kalian hanya sekelompok petualang dengan peringkat perak dan bersama satu orang tersesat, bagaimana bisa ...? Atau jangan-jangan kalian hanya berbohong tentang Great Bluant-nya?!"
Kuroha sudah menduga hal ini, penjaga itu akan meragukan kata-kata yang mereka utarakan. Untuk itu, dia sudah menyiapkan sebuah jawaban yang memiliki sebuah resiko tinggi.
"Sebenarnya kami ditolong oleh lima orang misterius yang sangat kuat. Mereka memiliki pakaian yang sama—baju yang menutupi seluruh tubuh dan helm yang juga menutupi kepalanya sampai tidak kelihatan siapa identitas orang itu—tapi berbeda warna. Ada merah, biru, hijau, kuning, dan merah muda. Lalu mereka juga mengatakan, Power Knight dengan gaya." Kuroha mengatakan kebohongan itu dengan percaya diri.
"Hmm ..."
Keringat mulai pecah di pipi Kuroha. Dia berharap cerita karangannya bisa dipercaya oleh para prajurit penjaga yang mendengar.
"Ya, benar. Orang-orang itu sangat kuat. Mereka bisa mengalahkan Great Bluant hanya dengan benda aneh yang menembakkan cahaya." Ujar Elias.
"Bukankah itu hanya tongkat sihir?"
"Bukan, benda ini berbeda. Dia memiliki bentuk seperti ini ... Lalu begini ...,"
Kuroha segera menggambar pistol yang bisa dia gambarkan dari pikirannya. Dia perlu menggunakan segala cara untuk menghindari pihak kerajaan.
"Jika itu kalian aku tidak percaya ... tapi, jika itu lima orang misterius yang kuat aku bisa mempercayai mereka. Kau saat ini dianggap sebagai orang hilang, jadi kami bisa memastikan jawabanmu."
'Selamat....'
"Namun, karena kau adalah orang hilang, kau perlu melakukan pengecekan kriminalitas. Kami tidak ingin penjahat memasuki kota."
'Ya tentu saja pada akhirnya sampai ke hal ini.'
Bagaimanapun, Kuroha sudah memperkirakan semua plot klise yang akan terjadi pada dirinya.
Penjaga itu mengambil sebuah bola bening seukuran bola kaki. Lalu dia menyuruh Kuroha untuk meletakkan tangannya di atas benda itu.
"Apakah kau pernah membunuh manusia?"
"Tidak." Kristal itu memancarkan cahaya biru, menandakan Kuroha tidak berbohong.
"Bagaimana dengan merampok?"
"Tidak pernah."
Sama seperti sebelumnya, kristal itu memancarkan cahaya biru.
"Hmm, mencuri?"
"Saat kecil aku pernah mencuri uang milik ibuku untuk membeli jajan."
"Hahaha, aku pikir kau mencuri saat sudah dewasa."
Kristal itu sama seperti sebelumnya, bercahaya biru. Penjaga itu mengangguk puas dengan hasilnya dan memperbolehkan Kuroha untuk masuk.
"Oh ya, tolong pandu pemuda itu ya, dia berasal dari negara yang berbeda soalnya."
"Tenang saja, kami akan melakukannya." Mia menjawab dengan semangat. Sepertinya dia adalah orang yang sangat aktif.
Pemandangan di dalam kota terlihat ramai dengan banyak orang berlalu lalang melakukan aktivitas mereka masing-masing. Ada yang mendorong gerobak, dan ada yang hanya saling berkomunikasi satu sama lain.
Penampilan mereka pun juga beragam, ada yang menggunakan baju zirah, jubah, dan ada juga yang menggunakan baju biasa.
Ini kelihatan sangat damai. Berbanding terbalik dengan suasana dan situasi di luar tembok pemisah kota dan alam liar.
Yang pertama kali mereka lakukan setelah sampai di kota adalah, melaporkan misi. Sebenarnya, mereka bukan melakukan misi pembasmian, tetapi pengintaian terhadap rasio monster yang semakin banyak akhir-akhir ini, begitu jelas Gelf.
Mereka berempat menuju ke bangunan yang lebih besar daripada bangunan di samping-sampingnya. 'Adventurer Guild,' begitulah yang tertulis di depan bangunan.
Memasuki bangunan itu. Pemandangan berbagai petualang dengan perlengkapan yang beragam memasuki mata.
Ngomong-ngomong, Kuroha belum melihat ras selain manusia di kota ini. Entah berbentuk budak ataupun warga biasa dia belum melihatnya.
Ada dua kemungkinan, entah memang tidak ada ras pintar selain manusia atau mereka menjauh dari manusia karena beberapa alasan tertentu.
Hanya itu yang bisa Kuroha pikirkan.
Untuk sekarang dia akan mengabaikan, dia ingin mendapatkan uang terlebih dahulu sebelum melanjutkan rencananya.
"Oh ya, dia berkata ingin mendaftar." Gelf menunjuk pada Kuroha setelah berbicara dengan resepsionis.
Kuroha mengangguk kepada resepsionis perempuan berambut coklat.
"Kalau begitu tolong isi formulir ini, lalu silahkan letakkan tangan Anda di bola ini."
Tanpa pikir panjang, Kuroha melakukan apa yang di instruksikan oleh resepsionis.
"Amamiya Kuroha, lalu panggilannya Kuroha? Nama Anda dibalik ya ... apakah Anda dari negara timur?"
"Bukan, aku tidak berasal dari sana. Hanya namaku saja yang mirip."
"Seperti itu ya."
Setelah mengisi formulir itu dengan memalsukan beberapa hal, Kuroha lalu meletakkan tangannya pada bola kristal di sebelahnya.
'Ini cukup ceroboh karena aku tidak waspada dengan bola ini, tapi tidak masalah. Aku sudah menyiapkan pengaman.'
Ketika tangan Kuroha menyentuh permukaan bola, bola kristal itu bercahaya terang selama beberapa saat dan kembali seperti semula.
"Baik, sekarang ikuti saya."
Kuroha mengikuti resepsionis itu menuju ke suatu tempat yang tidak dia ketahui.
Dia memiliki beberapa tebakan pada saat ini. Antara dia akan di uji atau ada hal lain yang diminta dari dirinya.
Pintu terbuka, menunjukkan lapangan luas dengan seorang pria berdiri di bangku yang berada di pojokan lapangan.
"Leon-san, seseorang ingin mendaftar!!"
Orang itu membuka matanya, berdiri menatap Kuroha dengan tajam, tapi korban incarannya hanya menatapnya seperti biasa.
"Hooh ... kau bocah yang lumayan, bisa menahan kemampuanku."
'Hm, emang iya?' Kuroha sedikit bingung, dia sama sekali tidak merasakan tekanan apapun yang disebutkan oleh orang itu.
"Dia adalah Leon-san. Seorang mantan petualang peringkat B yang menjadi instruktur penguji karena keinginannya sendiri."
"Perkenalkan namamu Nak, aku ingin tahu bawang yang ingin di ulek selanjutnya."
"Amamiya Kuroha, salam kenal instruktur."
Instruktur berotot itu memiliki ekspresi yang kurang sedap di wajahnya. "Nak, kau harus belajar untuk menjadi lebih bebas, kami petualang bukan murid akademi!"
Kuroha mengerti hal itu, tapi dia tidak ingin menghilangkan sifat sopan yang sudah diajarkan oleh orang tuanya dahulu. Itu sebabnya dia akan membatasi sifat sopannya kepada orang tertentu.
"Jadi apa job-mu?"
"Aku seorang [Magic Swordman]."
Leon agak skeptis, tapi setelah menerima anggukan dari resepsionis wanita itu dia mempercayainya.
[Magic Swordman] adalah job yang cukup langka karena mereka memiliki [Mana] atau lebih dikenal sebagai energi sihir yang hampir setingkat dengan [Magic Caster].
Mereka juga mampu menggabungkan sihir dan teknik berpedang dengan efisien yang membuat tekniknya menjadi lebih kuat.
"Tanpa banyak bacot lagi, pilih salah satu senjata disana."
Kuroha menghampiri rak senjata. Itu adalah rak yang berisi senjata berbilah logam bukan kayu seperti senjata latihan pada umumnya, tapi semua senjata itu tidak begitu tajam.
Setelah melihat berbagai jenis senjata, Kuroha memilih sebuah Cutlass. Pedang yang sering digunakan oleh perompak dan bajak laut. Panjang pedang ini sama seperti panjang pedang pada umumnya.
Semua penonton disana cukup terkejut karena Kuroha memilih senjata yang cukup jarang digunakan oleh orang-orang.
Mengabaikan reaksi mereka, Kuroha dan Leon bersiap di posisi mereka saling memandang satu sama lain. Resepsionis wanita yang mengantar Kuroha sebagai wasit.
"Siap ...?" dia bertanya kepada dua petarung itu setelah mengangkat tangannya.
Mereka berdua mengangguk memberikan balasan.
"Mulai!" bersamaan dengan seruannya, tangan si resepsionis wanita dijatuhkan dan itu menandakan pertarungan dimulai.