webnovel

Insiden Meledak

Semenjak kejadian kemarin, ketika Juju merebut Salsa alias Marpuah dari Patria.

Membuat hubungan kedua sahabat itu menjadi retak.

Yah, retak mirip foundation KW yang habis makeup terus di bawa panas-panasan.

 

Patria pun memilih mengurung diri di dalam rumah, dan dia mengintip Juju dan Marpuah yang sedang asyik bermain congklak dari balik jendela kamarnya.

 

"Dasar NORAK!" umpat Patria, "memangnya di dunia ini gak ada mainan lain apa selain mainan congklak! Mana itu mainan punya adek gue!" gerutunya.

Dan tak lama terdengar ada yang mengetuk pintu kamarnya.

 

Tok tok tok!

"Kak! Kak Patria anak Umi yang paling ganteng! Dede boleh masuk enggak?!" teriak Jamilah.

Ceklek!

"Mau apa?!" ketus Patria.

"Kaka, boleh hostpotin sebentar enggak?" Jamilah memasang senyuman manis sedunia.

"Hostpot?"

"Iya, hostpot, tau hostpot, 'kan?"

"Iya, tau yang acara di tv itu ya?"

"Ih, bukan Kak, itu On The Skop!"

"Skop?" Patria celingak-celinguk bingung.

"Ah, pokoknya itu! Mana hp-nya!" Jamilah menarik paksa ponsel kakanya.

"Eh ja--"

"Astagfirullahaladzim! Kak Patria! Vidio apa ini!"

Klontang...!

Criiing....

Ponsel pun jatuh terburai.

"Aduh mataku! Jadi ternodai!" Jamilah menutup kedua matanya dengan kedua tangan.

"Eh, Jamilah! Ha—pe ...!"

Lengkap sudah penderitaan Patria hari ini, sudah pacar di rebut temannya, dan hp satu-satu sebagai modal mencari pacar baru malah di hancurkan oleh sang adik.

"Jamilah! Kenapa pakek ngerusakin hp segala sih!" bentak Patria, dengan wajah frustasinya.

"Ya, habisnya Kak Patria, nyimpen vidio begituan di ponsel!"

"Vidio apaan sih?"

"Vidio apa lagi! Pentesan sabun abis mulu!"

"Hah?! La emang gue makan sabun?! Lagian itu kan Vidio—"

"Vidio Anuan, 'Kan?"

"Bukan!"

"Tadi ada yang telanjang-telanjang dada tuh!"

"Ya namanya juga Tarzan mana ada yang pakek baju!"

Seketika Jamilah langsung terdiam, dia baru menyadari kalau yang bermasalah bukan ponsel kakanya, tapi otaknya. Padahal dia baru menonton vidio-nya sepotong saja, tapi dia sudah seuzon dan berpikiran negatif, tanpa menonton vidio yang selanjutnya.

 

"Kenapa ngelamun?! Ngerasa bersalah ya?!" cecar Patria.

"Eh," garuk-garuk kepala, "maaf, ya Kak," formasi dua Jari dengan cengiran kuda.

"JAMILAH!" amarah Patria pun kembali melonjak.

Klontang!

"Ampuuun, KAK ...!"

***

 

 

 

Esok harinya.

Didi Blue baru saja pulang dari Korea, dengan penampilan barunya.

Dengan penuh percaya diri Diblue berjalan menemui kedua saudaranya. Yaitu Rudolf dan Qimons.

"Hore! Akhirnya Kakakku yang ganteng satunya lagi sudah pulang!" teriak Qimons yang kegirangan, karna beberapa hari lalu Rudolf juga baru pulang dari rumah sakit.

Sementara Rudolf tampak biasa saja, karna dia merasa jika wajah Diblue itu tidak ada apa-apanya di bandingkan dengan wajahnya yang sudah jelas-jelas kadar kegantengannya lebih tinggi.

Tok tok tok!

"Iya, sebentar!" teriak Qimons, "siapa sih! Ganggu momen bahagia keluarga aja," gerutu Qimons.

Lalu Qimons pun membuka pintu itu, untuk melihat siapa yang datang.

 

Ceklek!

"Bang Qimons ...!" 'ting' Marpuah, mengedipkan mata kirinya dengan genit

"Oh my Wow! Marpuah! Ngapain kamu kemari?! Bikin Merinding aja!" ujar Qimons yang syok.

"Biasa, kita kan sedang ada projek kerja sama jadi, Pu'ah, bakal ke sini terus dong!" jelas Marpuah bersangat.

"Huuft, ya udah masuk!" ketus Qimons.

"Makasi, Bang Qimons, muaah ...." Cium pipi kiri.

Dan setelah itu Marpuah tanpa rasa bersalah langsung masuk ke dalam rumah untuk menemui Rudolf dan juga Didi Blue.

Sementara Qimons langsung berlari ke toilet dan membasuh wajahnya sebanyak Tujuh kali dan salah satunya di basuh dengan tanah.

"Ya, Gusti! Hamba salah apa!? Kenapa engkau memberi cobaan macam ini!" keluh Qimons.

 

 

***

 

Di dalam rumah sekaligus markas Kill Rabbits.

"Bagaimana dengan pekerjaanmu, Pu'ah?" tanya Rudolf.

"Ah, selalu lancar dong, mereka sudah mulai bertengkar, terutama Patria dan Juju, dan tinggal membuat cemburu Wans saja, nanti juga mereka langsung bubar total,"  jelas Marpuah penuh percaya diri.

Lalu mata Marpuah langsung terfokus ke arah Didi Blue yang saat ini dengan penampilan barunya itu.

Sambil tersenyum-senyum yang tentu saja senyuman mengandung ribuan arti dan rencana absurd-nya.

Hal itu tentu saja membuat Diblue merasa sangat merinding dan seketika perasaannya menjadi tidak enak.

"Bang Diblue, ganteng banget, idungnya baru ya?" Pu'ah berjalan mendekat ke arahnya, " ya ampun, mancung banget, kayak perosotan TK, mau dong merosot di situ!" puji Marpuah.

"Ih, apaan sih, Pu'ah!"

"Mau pegang dong, Bang Diblue!"

"Jangan! Nanti infeksi!"

"Bentar aja, Bang!"

"Jangan!"

"Bentar, Bang!"

"Jangan, Pu'ah!"

Dan Didi Blue pun langsung berlari menjauh dari Marpuah, karna dia yakin kalau sampai hidungnya di sentuh oleh Marpuah maka sudah pasti operasinya akan gagal, walaupun sekarang sudah di bilang berhasil, tapi sentuhan Marpuah itu mengandung bakteri yang memicu kerusakan sel kulit, jadi sebisa mungkin dia harus menghindar.

 

"Jangan lari, Bang Diblue! Pu'ah, penasaran nih!"

"Jangan! Pu'ah! Please demi kelangsungan hidup gue!"

 

Gedubrak!

Diblue pun melompati meja dengan gerakan debusnya, tapi sayangnya gagal. Bukanya berhasil melompatinya tapi tubuhnya yang tambun itu, malah terjatuh tepat di atas meja.

Dan hal itu membuat meja eksperimen menjadi berantakan dan seluruh cairan kimia pun tumpah dan berantakan pula.

Perlahan meja mulai mengeluarkan asap karna cairan kimia yang bercampur.

 

"Nah lo, Pu'ah! Gara-gara elu tu," bisik Qimons menakut-nakuti  Marpuah.

"Ih, orang bukan salah, Pu'ah, kok,"

"Dasar Blo'on ayo cepat keluar malah pada ribut!" teriak Rudolf.

"Loh, emangnya kenapa!?" ucap serempak Marpuah, Didi Blue dan Qimons.

"Ruangannya bakalan meledak!" jawab Rudolf.

"HAH! APAA!" teriak serempak.

"Ayo cepat keluar!" sergah Rudolf lagi.

Dan mereka semua beramai-ramai menuju pintu keluar, tapi saat berada tepat di depan pintu, ternyata pintunya malah terkunci.

"Woy siapa nih yang pegang kunci!?" teriak Rudolf.

"Tadi di gantung di atas knop pintu kok!" jawab Qimons.

"Terus kemana?! Kok gak ada?!" tanya Diblue yang panik.

"Lagian, kenapa pintunya segala di kunci sih!" keluh Rudolf, "kita gak punya banyak waktu nih, sebelum api menjalar ke bahan peledak sebelah sana!" Rudolf menunjuk ke sebuah karung yang berisi 1 kuintal bubuk mesiu.

"Tau nih, siapa sih yang ngunci pintu, kurang kerjaan banget!" ujar Qimons yang kesal.

Dan perlahan-lahan dengan wajah yang agak kikuk dan merasa tidak enak, Marpuah mengangkat tangannya, "Hehe, yang ngunci pintunya, Pu'ah!" Sambil nyengir kuda.

"Apa?!" teriak kompak ketiga kaka beradik itu.

"Hehe, maaf, abisnya, Bang Qimon suka ngusir Pu'ah seenaknya, makanya pintunya, Pu'ah, kunciin, biar ada alasan gak bisa keluar gitu," peace formasi dua jari.

"Pu'ah, kamu itu apa-apaan sih, sekarang mana kuncinya!" pinta Qimons.

"Pu'ah, gak mau kasih kalau, Bang Qimons gak kiss Pu'ah dulu"

"Apa?!" Qimons langsung Murka.

"Ett, gak boleh marah ayo kiss dulu," paksa Marpuah, yang masih saja memperjuangkan perasannya kepada Qimons, walaupun dia sudah punya Juju.

"Pu'ah! Cepet kasihin kuncinya, kita gak punya banyak waktu, Pu'ah!" cercar Qimons.

"Gak mau ah, kiss dulu pokoknya!"

"PU'AH!" teriak kompak mereka bertiga lagi.

Dan seketika Marpuah pun langsung melunak dan seolah akan menyerah dengan permintaannya itu.

"Maaf, ya semuanya, sebenarnya, kuncinya ...." gigit jari.

"Kuncinya mana, Pu'ah!?" tanya Qimons geram.

"Emm ...." Marpuah terlihat kebingungan.

"JAWAB PU'AH!" ucap serempak lagi.

"Ku-kuncinya, udah ketelen!" jawab Marpuah agak gagap.

"APAAA!" ketiga pria itu pun langsung melotot tajam seolah ingin memutilasi Marpuah.

"Kamu kebiasaan banget sih, Pu'ah, suka nelenin kunci," bisik Qimons yang geram.

"Maaaf...."

 

 Nguiinng... kretek kretek....

JED... DUAAAAR...! (Meledak)

Wuung....

Asap mulai membumbung tinggi dari markas besar Kill Rabbits.

 

 

 

To be continued

Chương tiếp theo