Ocean Cakrawala selalu merasa ada yang salah dengan dirinya, selalu merasa ada yang kurang dalam hidupnya. Padahal dalam hidup, Ocean tidak pernah kurang apapun. Hidup serba berkecukupan, karir yang cemerlang, anak tunggal dari orang tua yang memiliki usaha batu bara dan lagi ia memiliki kekasih teramat cantik yang bernama Qanshana Maheswari. Lantas apa yang kurang? Apalagi yang ia cari untuk melengkapi kegundahan hatinya? Sampai suatu saat ia bertemu dengan seorang pemahat kayu bernama Javas Deniswara. Pria bermata biru menyenangkan nan seksi itu mampu membuat apa yang dicarinya selama ini akan segera terwujud. "Surai indah yang selalu menutupi dahi mu membuatku gemas. Ingin sekali aku menyisirinya setiap hari. Tapi, kau selalu tampan jika seperti itu, Vas." _Ocean_ ... Kita bisa saling sapa lewat _ IG : busa_lin :) *** Salam Busa Lin
Happy Reading
***
"Oce!"
Qanshana melambaikan tangannya di seberang jalan saat ia melihat kekasihnya sedang duduk diatas kap mobil, yang sedang fokus pada ponselnya itu. Seberapa keras teriakannya memanggil Ocean Cakrawala--kekasihnya, di saat itu pula semua orang melihatnya dengan cara yang aneh dan juga geli. Bodo amat!
"Ya Tuhan!" Ditariknya tas mahal super exclusive yang menggantung di pergelangan tangannya sampai ke bahunya. Ia tidak memperdulikan cibiran orang di belakangnya. Yang jelas Qanshana ingin traffic light ini cepat berubah menjadi hijau (khusus pejalan kaki) agar ia bisa menemui kekasihnya yang terlihat sangat seksi jika tidak sedang berpakaian formal seperti biasanya--padahal baru ditinggal 3 hari namun rasa rindunya seakan sudah melebihi apapun.
"Pasti Ocean sedang menggunakan headset-nya," gerutu Qanshana memantapkan langkah kakinya yang jenjang, menyebrangi zebra cross bersamaan dengan beberapa orang yang melangkahkan kakinya tidak kalah cepat darinya.
Laju langkahnya mendadak semakin berat, setiap kali melihat Ocean yang hanya diam seperti itu saja membuat jantungnya selalu berdebar lebih cepat dari yang biasanya. Mereka sudah menjalin hubungan selama 3 tahun namun selama 3 tahun itu juga ia selalu salah tingkah saat bertemu dengan Ocean--kekasih hatinya itu.
Jujur, sampai detik ini, memiliki status sebagai kekasih dari Pria tampan nan dingin--Ocean Cakrawala--itu masih dianggapnya sebagai mimpi. Mimpi yang tiba-tiba terwujud begitu saja. Dan yang semakin membuatnya menjadi wanita beruntung adalah orang tua Ocean pun menyukai dirinya dan menyetujui hubungan ini.
Qanshana menggigit bibir bawahnya dengan gemas saat ia melihat betapa seriusnya Ocean melihat layar ponselnya sampai-sampai tidak menyadari kehadirannya yang hanya berjarak satu meter darinya. Seketika aroma musk maskulin menggelitik indra penciumannya, membuat jantung Qanshana semakin berdebar tidak karuan ditambah bibir Ocean yang mengerucut tipis, terlihat gregetan akan sesuatu, membuatnya ingin meraup dan berperang mesra dengan bibir Ocean.
"Kau tampan, Oce." Qanshana menscan tubuh prianya dari ujung kepala hingga ke sepatu sneakers berwarna putih yang prianya gunakan. Tubuhnya sangat seksi dengan balutan jaket denim berwarna abu-abu serta celana chinos coklat yang melekat pada tubuhnya yang terlihat maskulin ini.
"Ocean Cakrawala!"
Dengan gemas dan tidak sabar, Qanshana langsung menepuk bahu Ocean.
"Astaga!!" pekik Ocean, membuatnya langsung berjingkat dan berdiri dari duduknya. Hampir saja ia menjatuhkan ponselnya. "Qans!!" seru Ocean mendelik kesal, sedikit lagi ia akan mendapatkan poin tertinggi dari permainan game onlinenya.
Bukannya kesal mendapat seruan Ocean, yang ada justru Qanshana sangat gemas dengan pemilik mata coklat hazel yang sangat meneduhkan namun terlihat sangat menakutkan sekaligus mampu membuat jiwanya meronta ingin segera memeluknya.
Ocean hanya bisa menghembuskan napasnya dengan pasrah saat melihat kedua kelopak mata itu berkedip-kedip, melihatnya dengan tatapan manja sekaligus memendam kerinduan yang teramat dalam.
Dengan terpaksa Ocean merentangkan kedua tangannya, meredam kekesalannya yang tidak mendapatkan poin tertinggi itu. Ia pun merindukan kekasihnya--Qanshana Maheswari yang berkulit eksotis ini.
Qanshana tanpa pikir panjang langsung berlari menyambut pelukkan Ocean, belum sampai kepalanya menyentuh dada bidang Ocean keningnya sudah ditahan dengan telunjuk prianya ini.
Qanshana menengadahkan wajahnya, melihat Ocean dengan tatapan sayunya, "Kenapa, Oce?"
"Cium aku!" pinta Ocean, mengerucutkan tipis bibirnya. Ia ingin menghukum wanita manis yang sudah menjadi kekasihnya selama 3 tahun belakangan ini.
"Eh…" Qanshana langsung membulatkan matanya, sedikit menjauhkan tubuhnya dari Ocean--yang tadi belum sempat ia raih, "Ini tempat umum, Oce." Matanya melirik kesana kemari. Ini parkiran bandara, tidak mungkin ia berciuman di tempat terbuka seperti ini. Apalagi jika bibir mereka sudah saling menempel satu sama lain, tidak akan mudah melepasnya walau bibir mereka sudah terasa kebas.
"Kenapa jika ditempat umum?" protes Ocean melipatkan kedua tangannya, lalu menunjuk bibirnya. "Cepat," ucapnya lagi dengan mata menatap tajam pada Qanshana. "Ok. Kau pulang…"
Cup!
Qanshana dengan cepat melepas bibirnya, lalu memutarkan tubuhnya dengan wajah memerah karena Ocean sama sekali tidak bereaksi akan ciuman yang secepat kilat itu.
Mendapat ciuman yang teramat singkat itu membuat mata Ocean berkedip-kedip kebingungan, apa tadi? Setelah 3 hari tidak bertemu, hanya itu yang ia dapatkan?
"Qans, tidak ada rasanya," ucap Ocean. Menaikan satu alisnya dengan gemas, melihat tingkah malu-malu kekasihnya itu.
Selama 3 tahun ini sudah berapa kali mereka berciuman, tidak bisa dihitung oleh jari namun tetap saja Qanshana selalu bersikap jika ini adalah ciuman pertama untuk mereka.
"Cepat, buka pintu ini dulu." Bibir Qanshana mencebik, rona wajahnya sungguh sangat imut dimata Ocean.
"Dapat lebih iya?" Ocean mengerlingkan mata sembari memencet remote mobil porschenya. Lantas ia masuk mobil dan terduduk di dalam dengan nyaman.
Belum sempat Qanshana terduduk sempurna, Ocean sudah menarik pinggangnya. Entah bagaimana caranya, dalam waktu sepersekian detik Qanshana sudah terduduk di pangkuan Ocean.
"Kau ini, kebiasaan deh," ucap Qanshana menormalkan napasnya yang masih masih sedikit terkejut dengan perlakuan Ocean.
"Kau tidak merindukanku, Qans?" tanya Ocean dengan mata teduhnya menatap mata hazel kehijaun milik Qanshana.
"Rindu, Oce." Bibir Qanshana mengecup hidung bangir milik kekasihnya, lantas jemarinya mengabsen setiap jengkal wajah pemilik hatinya ini. Wajah yang terlihat tampan dan maskulin, rahang yang tegas namun terkesan lembut, kedua bentuk mata yang terlihat amat manis nan menggoda--sangat sedap untuk dipandanginya setiap hari dan kedua alis hitam yang begitu sangat pas dipadukan dengan keseluruhan wajah kekasihnya ini.
Apalagi dengan … pandangan Qanshana tidak lepas dari bibir coklat kemerahan milik Ocean. Walaupun kekasihnya perokok aktif namun ia selalu suka dengan bibir Ocean yang sedikit tebal namun sangat nikmat jika dia mengadukan bibirnya dengan milik Ocean.
"Sudah puas melihat wajah tampanku Qans?" Ocean menghela napas panjang, membuka perlahan blazer warna abu-abu milik Qanshana. Ini sudah 3 tahun mereka menjalin hubungan namun Qanshana selalu memandangnya penuh damba seperti ini. Seperti tidak ada yang kurang dalam dirinya.
Itu yang selama ini Ocean rasakan.
"Belum, Oce." Qanshana mengedip-ngedipkan matanya, mengusap bibir Ocean dengan penuh rasa rindu. Jantungnya berdebar dengan amat kencang, saat Ocean mengusap bahunya yang sudah terbuka. Ocean selalu terang-terangan jika dia sangat menyukai bahunya--padahal Qanshana tidak pernah merasa jika bahunya akan membuat seorang pria dingin berhati lembut ini menyukainya, dan bodohnya lagi mengapa Qanshana memakai pakaian model kemben seperti ini. Jadi ia tidak akan bisa menolak jika nantinya...
"Kau tidak bosan dengan ku?" tanya Ocean mengecup bahu indah Qanshana yang selalu menjadi candunya ini. Bahu indah Qanshana yang memiliki tahi lalat tipis di kedua bahunya membuatnya terlihat sangat seksi di matanya, apalagi kulit Qanshana yang kecoklatan. Hem … sungguh sangat manis, tidak akan pernah bosan jika dipandang lama-lama seperti ini.
"Oce," Qanshana hanya bisa memejamkan mata, menikmati setiap kecupan demi kecupan lembut yang menyisir lembut bahunya. Tidak lupa jemarinya menelusup masuk kedalam sela-sela rambut hitam legam milik Ocean ini, menyalurkan rasa sengatan listrik menyambar seluruh syarafnya. Ini baru bahu kiri, bagaimana jika kedua bahunya di basahi dengan kecupan penuh sensual dari Ocean?
Ah, matilah ia. Ini masih didalam mobil, Qanshana membulatkan matanya, nafasnya terengah saat Ocean mulai menjamah lehernya, membuatnya otomatis mendongak menyerahkan apa yang dimau kekasihnya ini.
"Kau belum menjawab pertanyaanku, Qans." Ocean melepas sesapan gemas di dagu Qanshana.
"A-apa?" tanya Qanshana dengan wajah menghangat dan napas tersengal, dadanya naik turun mengambil napas sebanyak mungkin. Ini belum masuk kedalam ranah ciuman dan lain-lain. Namun, sudah membuatnya melayang kemana-mana.
"Tidak bosan denganku, manis?" Ocean mengecup bibir mungil Qanshana yang sangat sensual. Yang ditanya justru ingin menyambar balik bibir yang hanya singgah sebentar itu. Dengan cepat Ocean menutup bibir Qanshana dengan telunjuknya, lantas menggeleng pelan sembari tersenyum menggoda Qanshana.
Di seperti itukan oleh Ocean membuat Qanshana benar-benar salah tingkah, ia benar-benar merindukan bibir Ocean yang sangat menyebalkan itu.
Qanshana menyisir rambutnya yang tak terikat kebelakang, lalu ia menggigit bibir bawahnya. Mengikat pandangan dengan pemilik mata coklat hazel itu, "Bosan. Sedikit." Qanshana mengatakan itu sambil menelan ludahnya, karena sudah tidak fokus dengan bibir Ocean. Bosan karena tidak mendapatkan bibir itu sejak tadi. Tuhan, kenapa aku jadi wanita maniak bibir. Yang sangat menginginkan bibir yang penuh godaan itu?
"Benarkah?" tanya Ocean mengernyitkan keningnya, lalu ia merebahkan kepalanya di sandaran jok mobil. Berpura kesal pada kekasihnya ini. "Turunlah, aku juga bosan dengan mu!" ketus Ocean, memegang pinggang kecil nan kencang milik Qanshana yang dia dapatkan berkat olahraga teraturnya. Ia berniat memindahkan tubuh Qanshana untuk kembali duduk di jok penumpang.
"Eh, ma-maksudku … bu-bukan itu, sayang." Qanshana menangkup wajah Ocean dengan panik. "Mana ada aku bosan denganmu. Kau adalah kekasih pertama ku. Kau juga yang mengajarkanku tentang apa arti dari sebuah hubungan akan kenyamanan, Oce. Dan dari ribuan wanita yang mengantri ingin mendapatkanmu, justru kau memilihku untuk menjadikanku kekasihmu, hem. Padahal jika dilihat-lihat, dibandingkan dengan wanita lainnya aku jauh dibawah mereka."
"Dasar jelek!" ucap Ocean. Bohong! Qanshana teramat manis untuknya, senyum dan binar mata Qanshana, yang membuat ia amat sangat menyukainya. Ditambah sikap tenang sekaligus manja Qanshana, membuat jiwa laki-lakinya selalu merasa nyaman sekaligus ingin melindungi Qanshana lebih dari apapun.
"Iya, iya, aku akui aku jelek." Qanshana mendekatkan bibirnya, "Tapi, kau mencintaiku 'kan?"
Deg! Deg!
"Hem," jawab Ocean ragu namun dengan penuh penekanan kepastian akan cintanya pada Qanshana. "Qans, turunlah!" Ocean menaikan blazer Qanshana lalu menepuk pantatnya supaya ia kembali ke tempat duduknya.
"Tidak jadi?" lirih Qanshana malu-malu.
"Kau sadar tidak?"
"A-apa?" Qanshana menggelengkan kepalanya, sambil menggeser tubuhnya dengan pelan. Berharap Ocean merubah pikirannya.
"Ponselku sejak tadi bergetar," ucap Ocean mengedikan bahu, merogoh ponsel di kantong jaket denimnya. "Angkatlah, dari Mama." Ocean menyerahkan ponsel itu pada Qanshana, "Katakan, Mama mengganggu kesenanganku!" Ocean mendengus, menyalakan mesin mobil.
Qanshana hanya terkikih kecil melihat Ocean mencabikan bibir dengan kesal. Pria dingin menyebalkan ini selalu tidak bisa berkutik jika didepan Mamanya.
"Hallo, Bibi Maya."
***
Jika berkenan, silahkah kunjungi Instagram saya. Kita bisa saling sapa di sana...
IG : @busa_lin
***
Salam
Busa Lin