webnovel

MCMM 60

"Kecuali apa?" Baru saja Gladys hendak beranjak meninggalkan Banyu, tiba-tiba segerombolan pria berbadan tegap menghampiri mereka.

⭐⭐⭐⭐

Happy Reading ❤

"Elo yang namanya Banyu?" tanya satu pria berbadan tegap yang sepertinya pemimpin gerombolan tersebut.

Banyu otomatis menyembunyikan Gladys dibalik tubuhnya.

"Siapa yang bertanya?"

"Nggak usah banyak bacot! Gue kesini cuma mau kasih peringatan ke elo untuk menjauhi istri bos gue."

"Siapa bos elo? Mana dia? Kenapa bukan dia sendiri yang datang kesini? Apa bos lo itu b**ci?" tantang Banyu.

Gladys memperhatikan dari balik tubuh Banyu. Ia gemetar melihat betapa sangar muka orang-orang itu. Bahkan beberapa di antara mereka ada yang menggunakan brass knuckle di tangan mereka. Gladys melihat di kejauhan ada seorang pria berkacamata hitam memperhatikan mereka.

"Banyak bacot lo ya!!" Si pimpinan gerombolan sudah hampir melayangkan tinjunya saat seorang gadis mungil dan cantik tiba-tiba muncul dari belakang Banyu dan berdiri dengan tangan terentang menghalangi.

"Siapa lo?!"

"Saya istrinya. Anda jangan sembarangan nuduh ya. Nggak mungkin suami saya mau mendekati istri bos anda." Jawab Gladys sambil memeluk tubuh Banyu. "Buat apa dia mendekati istri orang kalau dia memiliki istri seperti saya. Iya kan, yang?"

Banyu terkejut Gladys tiba-tiba berdiri di antara dirinya dan gerombolan tersebut. Ia dapat merasakan tubuh Gladys yang gemetar walaupun ia bicara dengan penuh keyakinan. Bahkan Banyu yakin Gladys sengaja memeluknya agar dia tidak terjatuh.

"Hahahaha..... Anak kecil kayak kamu mengaku-aku istri cowok gembel kayak gini? Nggak usah bercanda!!" Orang-orang itu tertawa mendengar ucapan ketua genk mereka.

"Coba anda pikir baik-baik, mana ada perempuan yang mau dengan cowok gembel macam ini? Cuma saya yang berani mencintai dia dan menikahinya. Kalau sampai istri bos kalian mendekati dia, berarti bos kalian itu im****n. Nggak bisa memuaskan istrinya. Iya kan, sayang."

"Lagipula ngapain juga suami saya mendekati istri orang lain. Dengan menjadi suami saya, dia sudah cukup bahagia kok. Suami mana yang tidak bahagia kalau punya istri cantik, seksi, kaya, dan sangat mencintainya." Apa yang Gladys ucapkan tak sepenuhnya bualan demi menyelamatkan Banyu.

"Dys.." bisik Banyu sambil pura-pura mencium kepala Gladys. Ah, wangi ini membuatku kangen, batin Banyu. "Jangan aneh-aneh. Mereka ini tukang pukul."

"Mas ikuti saja sandiwara ini." bisik Gladys sambil mencium pipi Banyu.

"Wow.. sandiwara yang mengesankan." Tiba-tiba pria berkacamata yang tadi memperhatikan dari jauh menghampiri mereka. "Nggak usah pura-pura. Gue tau siapa elo. Putri pengusaha terkenal Praditho Hadinoto yang beberapa waktu lalu dilamar putra pemilik rumah sakit. Jangan elo kira dapat membohongi gue."

"Hahaha... sepertinya anda kurang cerdas ya. Memang anda pikir berita di media online itu bisa dipercaya? Mobil bagus, pakaian perlente, punya banyak bodyguard tapi rupanya otak anda jarang dipakai ya. Pantas saja istri anda meninggalkan anda. Coba anda pikir baik-baik. Apa mungkin pengusaha terkenal seperti Praditho Hadinoto akan mengumumkan kepada khalayak ramai kalau menantunya hanya seorang pemuda miskin seperti dia? Jelas nggak mungkinlah. Makanya demi menjaga nama baik keluarga Hadinoto - Van Schuman, dirilislah berita itu."

"Hah! Mana mungkin. Jelas-jelas disitu disebutkan elo dilamar oleh si dokter itu," balas Awan tak mau kalah. Namun terlihat ia mulai ragu.

"Pernah dengar tentang gimmick? Oh iya saya lupa, otak anda jarang dipakai ya. Kalau settingan ngerti dong. Berita lamaran itu nggak lebih dari settingan. Supaya apa? Pertama supaya rahasia pernikahan kami terjaga dan kedua untuk mengiklankan rumah sakit mereka agar semakin terkenal. Hellooow... anda tinggal di dunia apa sih sampai nggak ngerti soal gimmick." Ledek Gladys. Banyu semakin erat memeluk pinggang Gladys, karena ia dapat merasakan tubuh Gladys yang semakin gemetar.

"Wan, mau lo apa?"

"Balikin Senja. Jangan sampai gue laporin elo ke polisi karena menyembunyikan istri gue."

"Oh, kamu suaminya mbak Senja. Astagaaa.. anda pikir suami saya mau bertahan dengan wanita

pengkhianat model Senja. Asal anda tahu ya, suami saya sudah melupakan wanita pengkhianat itu. Kalau istri anda nggak bisa melupakan suami saya, itu artinya anda nggak bisa membahagiakan istri. Apakah anda im****n? Atau mungkin sebenarnya anda penyuka sejenis, dan memakai pernikahan itu untuk menutupi rahasia anda?"

"Buktikan kalau kalian memang suami istri," tantang Awan dengan senyum sinis.

"Waah, orang seperti anda ternyata otaknya kotor ya. Apakah melihat orang lain melakukan hubungan seks mendatangkan kepuasan? Pantas saja mbak Senja meninggalkanmu. Jangan-jangan anda ingin melakukan th***s**e namun ditolak oleh istri anda. Atau jangan-jangan anda memiliki kelainan seksual... tidak bisa e****i kalau belum melihat hal-hal seperti itu."

Wajah Awan merah padam mendengarkan celotehan Gladys. Sementara itu Banyu setengah mati membuat wajahnya datar, padahal ia ingin tertawa. Gladys yang bermulut pedas telah kembali.

"Anda benar-benar pervert kalau ingin melihat kami melakukan itu. Apalagi ini tempat umum. Parkiran kampus. Bagaimana kalau kami memberikan spoiler supaya anda yakin dengan ucapan saya?" Tanpa banyak bicara Gladys mengalungkan lengannya di leher Banyu.

"Dys...." Banyu hendak mencegah Gladys melakukan hal konyol. Namun belum sempat itu dilakukan, Gladys sudah mencium lembut bibir Banyu. Tindakan yang berbahaya karena mampu menggugah gairah Banyu. Akhirnya Banyu mengimbangi sandiwara Gladys dengan membalas ciumannya.

"Waaah, nggak nyangka ternyata mas Banyu a good kisser."

"Waduh, masih terang ini mas, mbak."

"An**r bikin gue pengen ajah."

"Suek banget.. kagak ada malu-malunya tuh mereka."

"Gilak, ceweknya mas Banyu hot banget. Mana cantik lagi."

"Ya ampuuun.. patah hati deh gue liat calon imam gue disosor cewek lain."

"Astaghfirullah.. bisa kasus nih mas Banyu kalau ketahuan sama dekan."

Itulah berbagai komentar yang terdengar dari para penonton. Bahkan ada yang memvideokan mereka. Dalam sekejap rekaman tersebut menyebar di kampus mereka.

"Gimana? Sudah percaya kan? Jadi tolong bilang sama istri anda untuk tidak lagi mendekati suami saya." Peringatan ini benar-benar datang dari lubuk hati Gladys.

"Oke gue percaya sama kalian. Tapi kalau sampai terbukti Banyu menyembunyikan istri gue atau masih menjalin komunikasi dengannya, maka gue nggak akan ragu buat menghabisi dia." Ancam Awan 1.

"Kalau anda berani melakukan itu, berarti anda akan berhadapan dengan abang-abang saya." balas Gladys tak mau kalah.

Setelah Awan dan para bodyguardnya pergi meninggalkan mereka. Banyu dan Gladys masih berpelukan. Bukan pelukan mesra, namun Banyu menahan tubuh Gladys yang mendadak lemas. Sekian lama Gladys berusaha kelihatan kuat dan tidak takut saat menghadapi Awan dan para bodyguardnya.

"Dys, kamu nggak papa?" Tubuh Gladys seolah tak bertulang. Lemah lunglai dalam pelukan Banyu. Matanya tertutup. Nafasnya terlihat memburu. Sialnya itu dalam kondisi itu Gladys terlihat semakin cantik dan membuat siapapun yang melihatnya ingin melindunginya. "Dys, kamu nggak pingsan kan? Bangun Dys. Malu dilihatin orang-orang."

Gladys membuka matanya dengan lemah. Sekujur tubuhnya terasa tak karuan akibat sandiwara tadi dan tentunya karena ciumannya dengan Banyu. Gladys menutup mata sebenarnya karena malu melihat Banyu yang kini berada dekat dengannya. Setelah beberapa hari mereka saling mendiamkan, ciuman sebagai pelampiasan rindu yang mereka pendam dalam diam dan amarah.

"Kamu baik-baik saja kan?" tanya Banyu khawatir. Saat ini mereka berada di dalam mobil. Untunglah Gladys diantar oleh pak Dudung. Sementara itu Endah menatap dengan cemas nona mudanya yang terlihat lemah.

"Den Banyu, kak Gladys kenapa?" tanya Endah khawatir.

"Aku nggak apa-apa Ndah. Kamu jangan khawatir. Mungkin karena aku skip makan siang, makanya sekarang lemas dan sedikit pusing," Elak Gladys memberi alasan.

"Kak Gladys sih, akhir-akhir ini sering banget skip makan. Bukan cuma makan siang, tapi juga sarapan. Malah kemarin kakak seharian nggak makan. Cuma minum jus aja buat sarapan. Padahal kak Gladys..." Endah langsung bungkam saat melihat nona mudanya melotot ke arahnya.

"Apa benar itu Dys? Tolong jangan siksa dirimu sendiri. Apapun yang terjadi antara kita, kamu harus tetap menjaga kesehatanmu."

"Mungkin aku terlalu baperan ya, mas. Perhatian-perhatian kecil darimu ini yang sering membuatku salah sangka kepadamu. Itu juga yang membuatku semakin jatuh cinta padamu." Banyu hanya menghela nafas kasar sambil membuang pandang.

"Terima kasih karena kamu sudah melindungiku. Kenapa kamu lakukan itu? Padahal kamu bisa saja membiarkanku dipukuli oleh orang-orangnya Awan."

"Aku nggak tau ada masalah di antara kalian. Aku hanya nggak sanggup melihat pria yang kucintai babak belur karena membela perempuan lain."

"Dys.. aku.. "

"Nggak usah dijelaskan mas. Aku saat ini nggak mau memikirkan hal lain. Apalagi bila memikirkan hal yang hanya akan membuatku sakit hati. Permasalahan dalam hidupku sudah cukup berat. Nggak perlu lagi ditambahkan dengan mendengar cerita tentang wanita lain."

"Ya sudah sekarang kamu pulang ya. Tolong jangan sampai skip makan. Jaga kesehatanmu." Gladys hanya diam memandang kepergian Banyu. Setelah Banyu hilang dari pandangan barulah pertahanan Gladys jebol. Ia menangis dan menumpahkan segala beban perasaannya. Pak Dudung dan Endah hanya bisa diam melihat nona mudanya seperti itu. Hati mereka ikut sedih melihatnya, namun tak ada yang bisa mereka lakukan.

"Pak, kita pulang."

"Nggak jadi ke rumah tuan Robert, non?"

"Nggak pak. Saya capek banget. Besok saja saya ketemu dengan eyang."

"Baik non."

⭐⭐⭐⭐

"Nyu, gue pengen ngomong serius sama elo." Gibran, Banyu, dan Erick sedang berkumpul di ruang tamu rumah Erick.

"Ada apa sih? Kok elo berdua serius banget. Hmm.. gue tau nih. Urusan Gladys ya."

"Gue dengar dari Mila beberapa hari yang lalu elo ketemuan sama Senja. Apa benar?" tanya Gibran dengan pandangan tajam.

"Gladys cerita sama elo?" Gibran mengangguk.

"Wait.. wait.. wait.. kok gue nggak nyambung ya. Apa ini ada hubungannya dengan video yang Ge kirim waktu itu? Itu beneran Gib?"

"Elo nggak lihat berita?"

"Nggak sempat bro. Gue cuma ikutin berita dari Qori. Tapi akhir-akhir ini kita berdua lagi jarang ngobrol. Karena gue sendiri lagi sibuk bujukin Qori supaya mau pulang dari rumah orang tuanya."

"Istri lo ngambek?" tanya Banyu. Erick mengangguk lemas.

"Dia minta pulang karena gue sering pulang malam atau pergi ke KL buat urusin proyek." Banyu tersenyum mendengarnya.

"Nyu, beneran elo ketemuan sama Senja?" Gibran mengulang pertanyaannya. "Gimana sih elo bro. Urusan lo sama adik gue aja belum beres, eh elo malah ketemu sama mantan."

"Senja butuh gue, Gib."

"Elo egois, bro. Elo pikir adik gue nggak butuh elo?" Gibran balik bertanya.

"Kenapa dia harus butuh gue? Kan dia sudah memiliki pria lain."

"Elo cemburu sama Lukas?"

"Nggak."

"Kalau nggak cemburu kenapa elo marah dan memutuskan hubungan kalian?"

"Kalian putus?" tanya Erick tak percaya. "Aaah.. doa gue nggak terkabul nih. Padahal gue dan Qori sudah berharap banget Adis bakal nyusul kita. Dari seluruh anggota squad cuma Adis yang jomblo. Gue senang banget waktu Qori cerita kalian berdua jadian di Bali."

"Gue bukan cemburu. Lebih tepatnya gue sakit hati karena perasaan gue dipermainkan. Bahkan dia sudah memberi harapan palsu ke Nabila dan Aidan. Mereka sangat berharap Gladys bisa menjadi kakak mereka."

"Bagaimana dengan elo sendiri, Nyu? Apakah elo mengharapkan Gladys menjadi istri lo? Perlu lo tau, adik gue nggak pernah mempermainkan perasaan lo. Dia benar-benar mencintai elo. Bahkan dia sampai rela ribut sama mami demi membela elo."

"Gue dari awal sudah sadar diri, Gib. Gue tahu kami nggak mungkin bersatu."

"Kata siapa nggak mungkin? Pada awalnya gue berpikiran sama kayak elo. Tapi setelah gue melihat perjuangan Gladys, pikiran gue berubah. Baru kali ini gue melihat Gladys sedemikian seriusnya memperjuangkan keinginannya."

"Bro, jangan lupa. Dunia kita sangat berbeda. Orang tua lo juga pasti nggak akan setuju kalau putri kesayangannya hanya menikah dengan pemuda kere seperti gue."

"Nyu, berapa lama kita berteman? Apa selama ini elo pernah melihat keluarga gue membeda-bedakan teman anaknya? Apa pernah keluarga gue melarang gue bergaul dengan orang-orang biasa, yang maaf mungkin masuk kategori tak mampu? Kalau elo masih punya pikiran kayak begitu berarti persahabatan kita selama ini nggak punya arti apapun buat elo."

"Nyu, elo mau balikan sama Senja makanya elo memilih putus dengan sepupu gue itu?" Pertanyaan Erick serasa menohok perasaan Banyu. Tak bisa dipungkiri ia masih berharap hal itu bisa terjadi.

"Apa menurut lo, orang tua Senja yang jelas-jelas sudah menolak lo akan mau menerima elo?"

"Nggak ada bedanya antara orang tua lo dengan orang tua Senja. Mereka pasti mengharapkan kebahagiaan dan kesejahteraan anaknya."

"Beda Nyu. Bokap nyokap gue nggak sekaku itu. Kalau saja elo mau berjuang bersama Gladys, gue yakin mereka akan menerima elo sebagai calon menantunya. Elo tau kenapa? Bokap gue pun dulunya seperti elo. Bahkan lebih susah dari elo. Tapi demi cintanya kepada mami dia nggak menyerah. Dia buktikan kepada orang tua mami kalau dia nggak akan menelantarkan mami. Cintanya kepada mami membuatnya semakin semangat berjuang hingga seperti sekarang ini. Cinta mereka berdua yang memungkinkan hal ini terwujud."

"Cinta... gue sendiri nggak tau apa sebenarnya yang gue rasakan untuk adiklo. Apakah semudah itu menyebut perasaan ini cinta. Perasaan diantara kami masih terlalu dangkal untuk bisa disebut cinta."

"Gib, ini gue yang bego atau si Banyu yang bego sih? Semua perasaan yang dia miliki terhadap Adis adalah semua rasa yang gue miliki terhadap Qori. Itu yang membuat gue berani mengambil keputusan menikahi dia. Padahal kami hanya jalan bareng selama satu tahun. Saat itu pun gue nggak yakin dengan perasaan Qori, tapi gue sangat yakin dengan perasaan gue sendiri."

"Mungkin gue yang bego." sahut Banyu pelan.

"Elo bukan cuma bego, tapi elo juga pengecut dan nggak mau move on dari wanita yang jelas-jelas nggak mau memperjuangkan cinta yang telah kalian jalin selama bertahun-tahun. Sementara adik gue baru mengenal elo selama beberapa bulan tapi dia bisa yakin dengan perasaannya."

"Terserah kalau kalian mau menghakimi gue. Tapi saat ini Senja benar-benar membutuhkan gue untuk melindungi dia dari Awan yang melakukan KDRT. Gue nggak bisa melihat wanita yang kusayangi menderita seperti itu."

Gibran dan Erick terdiam mendengar perkataan Banyu. Mereka baru tahu alasan Banyu menemui Senja.

⭐⭐⭐⭐

Chương tiếp theo