webnovel

Normal yang tidak biasa

Orang itu adalah Min Jae Ho.

Setelah beberapa hari dia harus melakukan pekerjaan tambahan karena melakukan rekrutmen bersama Alan, akhirnya dia bisa pulang kerumah dan beristirahat. Dia tidak masalah membuat laporan tentang apapun, tapi menghabiskan waktu bersama Alan bukanlah hal yang mudah dijalani. Memikirkan hal itu dia ingat siapa yang menjadi sumber masalahnya, yaitu si anak hacker, Kreisleriana. Kalau bukan karenanya mungkin dia tidak perlu melakukan hal yang sangat merepotkan.

Jae Ho juga memikirkan flair Krei yang dapat berkomunikasi dengannya saat dia mengendalikan gelombang otaknya. "Entah dia punya mental yang sangat kuat atau dia hanya tidak suka kekalahan," kata Jae Ho dengan percaya diri.

Jae Ho telah sampai di rumah tinggalnya dan turun dari mobil membawa barang-barangnya. Dia merasakan gelombang yang tidak asing ketika dia turun dari mobilnya. Dia melihat Herve, teman di rumahnya yang sedang melakukan pemanasan di halaman rumah.

"Apakah ada tamu? Kenapa ini terasa agak berbeda dari tamu yang biasanya? Tapi, sepertinya ini familiar," pikir Jae ho dengan raut wajah yang serius. Dia merasakan gelombang yang tidak biasa namun terasa familiar dengannya.

Herve hanya menatap Jae Ho dengan aneh.

Berbeda dengan saat dia melakukan rekrutmen. Sesuai dengan syarat yang diberikan akademi, di sekitar masyarakat umum, Jae Ho harus membatasi flairnya. Dampak dari flairnya mungkin tidak cukup untuk membuat ISA terekspos namun, hal itu dapat menghancurkan dirinya sendiri. Jadi, ditengah masyarakat dia secara sengaja mempersempit luas area flairnya untuk menjaga dirinya sendiri. Berbeda dengan di pulau itu, Jae ho tidak perlu membatasi dirinya. Karena itu dia bisa merasakan kehadiran orang asing saat dia sampai dirumah.

Tidak lama setelah itu, semua pertanyaannya terjawab dengan sendirinya saat Krei keluar dari rumah itu.

"KAU PASTI BERCANDA!" kata Jae Ho dan Krei saat mata mereka bertemu.

"Apa yang kau lakukan disini?!" tanya Krei dengan kesal.

"Bukankah aku yang seharusnya bertanya? Kenapa kau disini?" balas Jae Ho dengan sinis.

Krei melipat tangannya dan bilang, "Tentu saja aku tinggal disini sejak kemarin,"

"Hah! Yang benar saja," jawab Jae Ho dengan tatapan sombongnya.

Krei tidak suka dengan wajah itu, "Sebenarnya apa yang kau mau, Jae Ho?" tanya Krei sambil bersiap jika Jae Ho ingin berkelahi.

Jae Ho ingin sekali untuk melanjutkan adu mulutnya dengan Krei, tapi dia terlalu lelah untuk melakukan itu. "Terserah, aku lelah. Dah." Jae Ho masuk kedalam rumah, mengabaikan Krei.

Krei masih kesal karena bertemu dengannya sampai dia sadar bahwa Jae Ho memasuki rumah yang sama dengannya. Dia melihat ke pintu, lalu melihat ke arah Herve dengan tatapan bingung.

Herve mengerti jawaban apa yang dibutuhkan Krei saat itu. Dia mengangguk ketika Krei melihat ke arahnya dan Krei menaruh tangan di dahinya seakan dia merasakan sakit kepala.

"Dari semua rumah yang ada untuk murid akademi, kenapa aku harus serumah dengan orang itu?" pikir Krei. Lalu dia mengingat bahwa dia harus berolahraga, ketika dia ingin memulai pembicaraan dengan Herve untuk menyapanya, dia menghilang. Nyatanya dia sudah mulai berjalan usai melihat Krei dan Jae Ho saling cekcok.

Krei mengikuti Herve dari belakang. Sebenarnya dia tidak masalah untuk berolahraga sendirian, namun dia tidak ingin tersesat di hari-hari sebelum ujian. Karena itu dia mengikuti rute Herve.

Herve menyadari Krei yang mengikutinya dan memutuskan untuk berpura-pura tidak tahu. Krei tetap mengikuti arah Herve berlari dan bertanya-tanya kapan dia akan mengurangi kecepatan nya dan seberapa jauh rutenya. Dia mulai lelah.

Krei menunduk memegang lututnya, saat dia mulai berlari lagi, dia mendengar terlalu banyak suara di kepalanya seakan-akan flairnya tidak terkendali, terlalu banyak informasi yang terkirim ke otaknya seakan-akan itu menggerogotinya. Hal itu membuatnya pusing dan terhuyung. Krei kehilangan keseimbangannya dan pandangannya mulai buram, "Ah, tidak mungkin. Memalukan sekali… " Pikirnya saat dia tahu dia akan terjatuh. Sebelum dia menutup matanya terlihat siluet anak kecil tidak jauh darinya.

Krei masih sadar walaupun matanya tertutup, tapi dia tidak merasa sakit saat terjatuh. Dia merasakan ada orang yang menangkapnya sebelum jatuh ketanah. "Apakah anak itu? Tidak mungkin.." pikirnya. Saat merasa lebih baik dia membuka matanya dan menyadari bahwa Herve menangkapnya. Krei terkejut meski tidak ada tenaga untuk bergerak ataupun berbicara.

Melihat reaksinya, Herve mengangkat Krei dengan kedua tangannya dan berjalan membawanya ke tempat duduk. Herve membawakan air untuknya.

Krei mulai tenang dan bisa fokus untuk mengontrol flairnya. "Terima kasih, Herve. Karena sudah menolongku." Kei tersenyum padanya. Herve mengalihkan pandangannya ke hal lain.

"Jika dipikir-pikir aku memang hampir tidak pernah olahraga atau melakukan aktivitas fisik. Mungkin karena itu ketika kelelahan, aku jadi sulit mengendalikan flairku." Krei bilang.

Saat itu, Herve berdiri dan ingin melanjutkan olahraganya. "Ah, tunggu, Herve!" kata Krei yang masih terdengar lemah dari suaranya. Herve menghentikan Krei dan mengisyaratkan Krei untuk tetap beristirahat. Lalu dia bertekuk lutut di depan Krei dan memegang tangan kirinya. Krei sedikit tersipu. Dia tidak tahu apa yang ingin diminta Herve sampai dia bertekuk lutut.

Herve membuka telapak tangan Krei dan mengetuknya. Saat itu terbuka sebuah hologram dari tangan Krei. "Oh, bukankah ini?!" tanya Krei.

Herve mangangguk dan menunjukan yang dia miliki. Itu adalah peta sekaligus GPS akademi. Hal ini membuat semuanya masuk akal. Karena seluruh jaringan komunikasi keluar pulau tidak bisa dijangkau oleh smartphone biasa. Chip yang ditanamkan semua orang di akademi kurang lebih memiliki fungsi yang sama dengan itu.

Herve berdiri dan melambaikan tangannya seolah-olah dia mengatakan, "sampai ketemu di rumah". Krei tersenyum. Meskipun dia tidak pernah berbicara, entah kenapa dia merasa nyaman dengan Herve. Dia merasakan interaksi yang tidak biasa, namun itu terasa normal.

Chương tiếp theo