webnovel

Bab 8

Dayana melihat jam tangannya sudah menunjukkan pukul 20.00.

"Riska gimana kalo kamu pulang sama aku aja. Nanti biar Abang yang anterin kamu pulang. Biar aku tau rumah kamu juga" tawar Dayana.

"Boleh deh kalo nggak repotin" jawab Riska.

"Kalo nggak kamu nginep di rumah aku aja"

"Kalo nginep kayaknya enggak deh, gue belum pamit sama orang tua gue, takut mereka khawatir."

"Ya udah deh. Kapan-kapan kamu bisa nginep di rumah aku."

"Sip" jawab Riska sambil mengacungkan jempol kanannya. "Dayana gimana kalau kita nunggu kakak loe di taman seberang aja?"

"Boleh. Bentar aku telfon Abang dulu"

Dayana mengeluarkan handphone di tasnya, menekan nomor kakaknya namun tidak diangkat. Ia berinisiatif untuk mengirim pesan ke kakaknya.

'Bang, Dayana nunggu di taman seberang mall ya?'

Tiba-tiba...

Braaaak.....

Dayana keserempet motor. Dayana langsung terduduk di aspal, handphone nya jatuh.

"Dayana.." teriak Riska panik.

"Kalo bawa motor hati-hati dong, Pak!" teriak Riska kepada pengemudi motor.

Si pengemudi motor tanpa dosa langsung nyelonong pergi mengendarai motornya.

Sekitar mall sedang ramai, warga meneriaki si pemotor dan mencoba menghadangnya tapi sialnya bisa lolos. Warga mulai berkerumun menolong Dayana.

"Dayana loe nggak apa-apa? Yuk coba berdiri. Pak minta tolong Pak?" Riska berusaha minta bantuan.

"Aku nggak apa-apa Ris, cuma kaki kananku sakit banget" Dayana mencoba berdiri tapi tidak bisa.

"Langsung bawa rumah sakit aja Neng, siapa tau ada apa-apa?" usul salah satu warga.

"Nggak usah, Pak!" tolak Dayana.

"Ya udah minggir dulu aja Neng.."

Dayana di bantu duduk di trotoar mall, karena jalan tiba-tiba macet.

"Day loe mending langsung pergi ke rumah sakit deh, gue panggilin taxi yah?" cemas Riska.

"Nggak usah Ris, minta tolong ambilin handphone aku aja, tolong telfonin Abang. Gue ke rumah sakitnya nunggu Abang dateng aja" ucap Dayana terbata, air matanya sudah memenuhi pelupuk mata. Seketika air mata Dayana sudah mengalir ke pipi.

Riska segera menekan tombol nomor kakaknya Dayana, namun tetap tidak diangkat.

Warga yang tadi berkerumun satu per satu mulai pergi meninggalkan Dayana dan Riska.

Mobil mewah berwarna hitam berhenti di depan mereka. Seorang turun menghampiri Dayana.

"Dayana kamu kenapa?" tanya seseorang itu dengan cemas.

Dayana mengusap air matanya dan melihat siapa yang menghampirinya.

Dayana speechless.

"Kak Anderu???" sontak Riska tak percaya.

"Hmm ini Kak, tadi Dayana keserempet motor, dan kakinya sakit, dia nggak bisa jalan" Riska menjelaskan.

"Kenapa masih disini? Kenapa nggak di bawa ke rumah sakit??" cemas Anderu. "Udah ke rumah sakit aja sama gue"

"Nggak usah Kak, sebentar lagi Abang udah mau jemput. Terimakasih sebelumnya" tolak Dayana sopan, masih dengan menahan sakit.

"Iya loe mending ke rumah sakit sama..." ucapan Riska terhenti karna Dayana menatapnya, dengan air mata sudah terbendung di pelupuk mata.

Riska tahu bahwa tatapan Dayana menyiratkan ia menolak di antar ke rumah sakit bersama Anderu.

Air mata Dayana mengalir di pipi, tangan kirinya langsung menyeka, sedang tangan kanannya memegang kakinya yang sakit terlihat sudah mulai bengkak.

Anderu melihat itu merasa iba, Anderu langsung menggendong Dayana ala bridal style.

Dayana kaget, begitu juga dengan Riska.

"Kak...??" ucap Dayana masih nggak menyangka atas tindakan Anderu. Ia tetap berusaha menolak, tangannya menggenggam lengan Anderu erat, seolah bukti penolakan. "Kelamaan kalo nunggu Abang kamu, udah nggak usah nolak"

"Tolong bukain pintu mobil" perintah Anderu pada Riska.

Anderu mendudukkan Dayana di kursi penumpang, Riska mengikuti di belakang, dia duduk di sebelah Dayana .

Anderu melajukan mobilnya menuju rumah sakit.

Dalam perjalanan notifikasi telfon handphone Dayana berdering.

Bang Satria is calling...

📞'Day kamu dimana? Abang udah di taman nih? Sorry tadi handphone Abang silent jadi nggak denger kamu telfon'

"Maaf Kak, ini temennya Dayana. Tadi Dayana mengalami kecelakaan, ini mau di bawa ke rumah sakit Bunda, kakak langsung menuju ke rumah sakit aja." jelas Riska.

Tut... Tut... Tut...

Satria mematikan sambungan telfon secara sepihak.

Dayana tak memperdulikan kakaknya telfon, Ia memegang kakinya yang terasa tambah nyeri. Dayana memejamkan mata, air matanya seketika mengalir deras ke pipi.

🌿🌿

"Demi loe nih, gue rela jadi supir. Asal loe bahagia Son" ucap Gio yang fokus menyetir.

Di kursi penumpang ada dua insan muda-mudi yang sedang berpegangan tangan.

Suasana mobil hening sedikit canggung.

Tangan Alisha tak lepas dari genggaman tangan Zwitson. Alisha berusaha melepaskan, tapi lagi-lagi Zwitson menggenggamnya. Akhirnya ia pasrah. Alisha melihat ke luar jendela membelakangi Zwitson. Alisha menikmati keindahan kelap-kelip lampu-lampu kota.

Gio menyalakan radio untuk memecah keheningan.

"Alisha..." lirih Zwitson.

Alisha masih fokus melihat ke luar jendela.

"Please Al, lihat gue sebentar aja" Zwitson memegang kepala Alisha dengan kedua tangannya, mengarahkan kepala Alisha ke arahnya agar Alisha mau menatapnya.

"Alisha gue serius sama loe. Gue serius sayang sama loe. Perhatian yang gue berikan selama ini, itu beneran. Gue sungguh-sungguh." pernyataan Zwitson dengan tulus.

"Kak..." lirih Alisha.

Mendengar percakapan yang serius, Gio dengan peka mengecilkan volume radio.

"Alisha beri gue kesempatan, cobalah buka hati loe buat gue" lanjut Zwitson.

"Kak..." lirih Alisha lagi.

"Gue tau kalo loe menaruh perasaan sama Anderu"

Alisha membulatkan matanya, Ia kaget, Ia hanya diam tak bisa berkata-kata apa-apa.

Melihat itu Zwitson kembali duduk fokus menghadap ke depan.

Suasana mobil kembali hening tanpa obrolan sama sekali.

Tak lama kemudian sudah sampai di depan rumah Alisha.

Zwitson turun membukakan pintu untuk Alisha.

Alisha kemudian turun. Ia tak langsung masuk, Ia berdiri di depan gerbang.

"Kak.. buat kata-kata Kak Zwitson yang tadi.."

"Udah nggak usah dipikirin. Loe masuk gih. Udah malem." potong Zwitson dengan canggung. "Gue balik yah" pamitnya.

"Kakak hati-hati di jalan"

Zwitson masuk ke mobil, mobilnya melesat pergi meninggalkan rumah Alisha.

Up 2 chapter. Yeay!

Rumaicreators' thoughts
Chương tiếp theo