Suara sirine mobil polisi kembali terdengar, aku yakin Elliot berada di dalam mobil polisi itu untuk mengejar kami. Kejar-kejaran antara mobil yang aku tumpangi dengan mobil para polisi pun tak terelakan lagi. Akan tetapi, benar seperti yang Elliot curigai tadi, wanita ini sepertinya seorang penjahat, penjahat yang cukup profesional karena dalam kondisinya yang tengah terluka dan menyetir mobil seperti ini, dia masih sanggup menembakan pistolnya tepat ke arah ban mobil polisi yang sedang melaju tepat di belakang mobil kami. Hal yang membuatku semakin terkejut adalah ketepatan tembakannya, sepertinya wanita ini seorang penembak jitu. Salah satu mobil yang tertembak itu meledak, sehingga mobil polisi lain yang ada di belakang mobil itu tidak bisa terus melaju mengejar kami. Aku sangat mengkhawatirkan Elliot, semoga Elliot tidak berada dalam mobil yang meledak itu.
Tak lama setelahnya, kami sampai di sebuah hutan dan wanita itu menghentikan mobil. Dia memaksaku untuk turun dari mobil bersamanya. Dia berjalan di sampingku sambil tetap menodongkan pistolnya padaku, lalu tiba-tiba wanita itu menginjak sesuatu dan dia pun terperosok masuk ke dalam lubang yang cukup dalam. Sepertinya itu adalah lubang yang sengaja dibuat oleh para pemburu untuk menangkap binatang buas di hutan ini.
Aku merasa situasi ini sangat menguntungkan, karena dengan begini aku bisa lari dari wanita itu. Aku melangkahkan kaki meninggalkan wanita itu, yang kuinginkan sekarang hanyalah segera bertemu dengan Elliot.
"Aaaaaaaaaaarrgh!"
Aku yakin baru saja mendengar teriakan wanita itu. Aku bergegas mendekati lubang tempat dia terperosok. Aku melihat beberapa ular ada di dalam lubang dan mencoba mendekati wanita itu. Aku memang marah padanya karena dia telah menyanderaku, tapi tidak mungkin aku membiarkan dia mati digigit ular-ular yang tampak berbisa itu. Aku mencari suatu benda yang bisa aku gunakan untuk menarik wanita itu, lalu aku melihat sebuah batang pohon yang cukup panjang. Aku mengulurkan batang pohon pada wanita itu dan dia pun memegang ujung batang pohon.
Aku terus menarik batang pohon dengan mengerahkan semua tenaga yang kupunya, wanita itu terus bergelantungan. Hingga akhirnya sedikit lagi tanganku bisa meraih tangannya.
"Cepatlah pegang tanganku, a-aku sudah tidak bisa menahannya lagi!" Aku mengatakan ini sambil merintih menahan beban berat yang sepertinya sudah tidak bisa aku tahan lagi. Lalu sebuah tangan tiba-tiba membantuku menahan beban itu.
"Huh, benar-benar merepotkan. Sebenarnya aku tidak menyukai wanita ini, seharusnya kita tidak perlu menolongnya."
Suara itu berasal dari Elliot yang tanpa kusadari telah berada di sampingku dan membantu menahan tubuh wanita itu yang bergelantungan nyaris jatuh ke bawah lubang yang dalam dan dipenuhi ular. Lalu tiba-tiba wanita itu memegang tangan kami dan dengan mengerahkan semua kekuatannya menumpu pada tanganku dan tangan Elliot, wanita itu melompat ke atas kami. Kemudian dia berteriak setelah kedua kakinya kini mendarat di tanah sambil menodongkan pistol ke arah kami.
"Kenapa kalian menolongku, padahal aku bermaksud membunuh kalian? Katakan kenapaaaa?" Aku diserang rasa bersalah dan penyesalan yang amat besar. Seharusnya aku tidak menyelamatkan wanita ini, seharusnya aku membiarkan dia tetap di dalam lubang. Setidaknya aku dan Elliot tidak akan berada dalam situasi seperti ini. Hari ini aku telah melakukan dua kesalahan terbesar dalam hidupku yang telah membuat Elliot ikut terjerumus dalam situasi yang benar-benar membahayakan ini. Air mata perlahan mulai keluar dan turun membasahi wajahku.
"Menurutku saling menolong itu sama sekali tidak membutuhkan alasan karena pada dasarnya manusia memang tidak akan bisa hidup sendirian. Kita diciptakan menjadi makhluk sosial pasti akan selalu terlibat dengan orang lain."
Perkataan yang keluar dari mulut Elliot itu menyadarkanku dan menghilangkan rasa bersalah dan penyesalanku sebelumnya.
"Iya, benar ... kenapa aku melupakan hal itu?"
Aku bergumam pelan seperti itu di tengah-tengah kesadaranku yang mulai menghilang. Lalu mungkin karena efek flu yang aku rasakan semakin parah, aku mulai kehilangan kesadaran. Aku pun terjatuh, walaupun kesadaranku perlahan hilang tapi aku masih bisa mendengar suara Elliot memanggil namaku
"Emilyyy… hei, Emily apa yang terjadi?"
Lalu aku bisa merasakan Elliot menggendongku, aku tidak tahu apa yang dilakukan wanita buronan itu, karena pandanganku benar-benar gelap tapi aku bisa mendengar perkataan Elliot kepada wanita itu.
"Berhenti!! kau tidak bisa menembak kami saat ini dengan pistol tanpa peredam suara seperti itu, aku yakin kau sedang melarikan diri, kau seorang buronan. Luka di perutmu itu pasti luka akibat tembakan dari seseorang yang mengejarmu, aku yakin mereka polisi. Kau pasti tidak mau polisi-polisi yang sedang mencarimu itu kemari kan, setelah mendengar suara pistolmu itu? pergilah! Saat ini aku melepaskanmu karena aku tidak mungkin bisa menangkapmu dalam situasi seperti ini."
Sungguh perkataannya itu membuatku sangat kagum padanya dan sejak saat itu aku sadar kalau aku menyukai Elliot. Tidak, bukan sekedar suka tapi aku jatuh cinta padanya. Lalu aku pun benar-benar kehilangan semua kesadaranku.
Ketika di hari lain aku bertanya tentang wanita itu pada Elliot. Elliot menceritakan semuanya padaku. Setelah membawaku yang pingsan itu ke rumah sakit, Elliot melaporkan keberadaan wanita itu kepada polisi. Wanita itu berhasil ditangkap dan seharusnya sekarang dia sudah mendekam di dalam penjara. Aku pun menanyakan pada Elliot, dengan cara apa dia berhasil mengejarku sampai ke hutan itu? Dan ternyata dia tidak ikut naik mobil polisi, dia mengejar kami dengan mengendarai sebuah motor yang dia temukan di belakang gedung tua.
Semenjak kejadian itu jantungku berdetak sangat kencang setiap kali Elliot dekat denganku. Tapi sampai hari ini, aku tetap merahasiakan perasaan cintaku itu padanya. Setelah mengenang semua kejadian itu, aku kembali tersadar pada masalah ajakan kencan yang aku terima sekarang dan aku sudah memutuskan besok aku akan meminta pendapat Elliot. Sekaligus aku ingin mengetahui perasaan Elliot padaku berdasarkan dari ekspresinya nanti setelah aku perlihatkan surat ini padanya. Aku sudah mengambil keputusan dan sekarang mencoba memejamkan mata. Tidak sulit bagiku untuk tidur karena mungkin tubuhku yang sudah kelelahan. Dalam sekejap aku pun tertidur dengan pulas.
***
"Elliot, hm, aku ingin meminta sedikit pendapatmu," ucapku dengan suara bergetar karena sebenarnya aku sedang gugup bukan main. Aku sedang berduaan dengan Elliot dan seperti rencana awal, aku sedang meminta pendapatnya mengenai surat yang kudapatkan kemarin.
"Apa?" tanya Elliot. Lalu aku menyerahkan surat dari pria yang bernama Rico itu pada Elliot. Setelah membaca surat itu, Elliot tetap diam.
"Hei, kenapa kau diam saja? Menurutmu bagaimana?"
"Apanya yang bagaimana?"
Aku sangat kesal mendengar ketidakpekaannya ini. "Itu ... aku meminta pendapatmu, menurutmu haruskah aku menerima ajakan kencan itu?"
Elliot mengangkat kedua bahunya acuh tak acuh, "Kenapa tidak? Kalau kau ingin pergi, pergi saja. Sepertinya orang yang menulis surat ini benar-benar ingin pergi denganmu."
Dia mengatakan itu tanpa keraguan sedikit pun dan tanpa ekspresi merasa bersalah atau terganggu sedikit pun. Aku sangat kesal, lalu dengan cepat aku mengambil surat yang sedang digenggam Elliot.
"Oh, begitu menurutmu. Baiklah, aku akan menerima tawarannya, besok aku akan kencan dengannya. Terima kasih sudah mau membantu memberikan pendapat dan mendengarkanku."
Setelah mengatakan itu, aku pergi secepat mungkin meninggalkannya. Sekarang aku tahu, sepertinya perasaanku bertepuk sebelah tangan. Elliot terlihat biasa saja bahkan tak terganggu meskipun dia tahu ada pria lain yang mengajakku berkencan. Dia dengan santainya menyarankan aku untuk menerima ajakan kencan itu. Tanpa aku sadari air mata turun membasahi wajah. Sungguh hatiku sangat sakit seolah ada ribuan benda tajam tak kasat mata menikam ulu hati. Jadi, seperti ini ya sakitnya patah hati karena cinta yang bertepuk sebelah tangan?