webnovel

Chapter 10. Guild Master Djaja Ridwan Hartanto [Revised]

Tidak terasa, dua jam telah berlalu, hanya untuk mendaftarkan diri sebagai petualang di Guild. Hiro, Yumi, Rina dan Allen telah selesai mengisi formulir. Kemudian, Allen melirik jam tangan miliknya, menunjukkan pukul 17.59. Anehnya, jam dunia sebelumnya dengan di sini jarak berbeda. Dia melihat matahari sedang bersinar meski jam sudah menunjukkan hampir pukul enam sore.

"Daritadi kau melihat jam tangan terus," celetuk Rina memasang muka cemberut.

"Maaf. Aku ingin mengecek perbedaan jam di antara dua dunia. Ternyata berbeda jauh jaraknya."

"Begitu toh," gumam Rina singkat disertai bola matanya mendongak ke atas pojok kanan.

"Tunggu sebentar. Barusan kau mengejekku bukan?"

"Mana mungkin."

Berbeda dengan Rina, Hiro maupun Yumi saling melirik satu sama lain. Kebingungan dengan sikap Allen yang sedikit sensitif mengenai jam tangan. Ketiga remaja bertanya-tanya mengenai jam tangan yang Allen kenakan. Pria tua berambut putih berpikir sejenak. Lalu dia jelaskan kepada mereka karena kebiasaan lama dia selama bekerja.

"Lalu kenapa ambil jam tangan dibandingkan akseseoris lainnya?" tanya Rina.

"Begini. Saat kita berada di ruang gudang senjata Dewa, Aku memilih dua pistol berjenis desert eagle dan pistol revolver. Kemudian aku menemukan jam tangan yang pernah kupakai saat menjalani misi pertamaku. Kebetulan jam tangan yang kukenakan dilapisi sihir anti goresan dan pecah, serta menyesuaikan waktu yang ada."

"Luar biasa!" jawab serempak mereka bertiga.

Mulut Hiro dan lain-lain terbuka lebar. Ketiganya saling mengangguk mendengar penjelasan dari Allen. Pria tua berambut putih memasang wajah datar. Baginya, terdengar seperti mengejek penjelasan dari Allen. Sepertinya aku harus banyak bersabar kali ini, gumamnya dalam hati. Allen mengecek status dirinya. Terlebih job mereka berubah menjadi seorang petualang.

Nama: Allen McCarthy

Umur: 63 tahun

Level: 1

Ras: Otherworlder

Job: Adventurer

Ability: [Dual Gun] Wind Elementalist] [Earth Elementalist] [Fire Elementalist] [Dark Elementalis] [Light Elementalist]

Skill: [Age Resistance]

"Tidak ada perubahan berarti menurutku," gumam Hiro.

"Hiro, coba perhatikan jobnya Hiro. Kau pasti akan menyadarinya," sahut Rina.

Pemuda berambut coklat mengiyakan perkataan Rina. Dia mengintip status yang dibuka Allen. Seperti yang dikatakan oleh gadis berambut panjang. Job milik Allen berubah menjadi adventurer.

"Punya kita sepertinya sama dengan Allen-san. Benar tidak sih?"

"Ya. Sama walau paling lambat munculnya adalah Allen-san sendiri. Lalu, apakah ada perubahan lagi skill yang ingin tunjukkan kepada kami?" tanya Yumi.

"Sementara masih tetap sama. Tapi—"

"Tapi?" reaksi mereka disertai memiringkan kepala.

Allen menunjukkan bintik-bintik merah kepada mereka bertiga. Terutama status Allen di bagian bawah kolom kotak. Sekilas tidak ada bintik-bintik seperti yang dikatakan oleh pria tua berambut putih. Semakin lama diperhatikan, perkataan dia ada benarnya. Sebuah glitch atau bug sekilas. Hiro, Yumi dan Rina mengucek-ngucek kedua mata mereka. Memastikan tidak salah melihat.

"Bintik-bintik itu muncul saat kita di dalam Guild," ujar Allen. "aneh kalau hanya aku saja yang muncul. Sedangkan kalian bertiga tidak ada sama sekali."

Ketiga remaja membuka status jendelanya. Mereka terkejut bahwa bintik-bintik tidak ada di sana. Serasa ada sesuatu yang membuat Allen begitu spesial. Di saat mereka bertiga masih memikirkan bintik-bintik merah dalam status jendela, Allen memikirkan masalah lain. Terutama sosok dua orang yang mengawasinya. Sekilas, dua laki-laki mengenakan jubah tanpa menunjukkan wajah. Dari penampilan mereka, mereka berdua bukanlah pembunuh bayaran. Siapa mereka sebenarnya? Apa mereka musuh? Atau salah satu dari kami berempat menjadi target utama dalam pembunuhan. Aku harus mengawasinya, pikir Allen dalam hati.

"Allen, apa kau baik-baik saja?"

"Tidak apa-apa. Aku sedang memikirkan sesuatu."

"Mengenai pertemuan dengan ketua guild tah?"

Sebuah anggukan dari Allen. Rina sebenarnya juga memikirkan hal serupa. Termasuk Yumi dan Hiro yang begitu meragukan mengenai orang yang memiliki pangkat ketua guild.

Dua jam yang lalu …

Rina menepuk jidatnya sendiri, tidak menyangka penangkapan para perampok membuat suasana mendadak heboh. Termasuk para petualang dan staf guild sendiri. Penangkapan para perampok Crimson High merupakan hal yang sulit dilakukan, sehingga menjadi prioritas utama bagi petualang profesional untuk mendulang uang banyak. Terutama ranking di atas putih dan kuning. Akan tetapi, ketika mendengar biaya pendaftaran gratis beserta pengurusan dipercepat oleh staf guild, para petualang ramai-ramai mengajukan protes. Walau demikian, mereka tidak bisa berbuat apa-apa karena sudah dari kebijakan ketua guild.

Akhirnya, ketua guild pun datang dengan aura terpancar bercahaya. Hiro, Yumi, Rina, dan Allen mengikuti arahan salah satu staf guild. Anak tangga ditapaki oleh mereka berempat. Menaikinya hingga memasuki sebuah pintu besar dengan ornamen kayu dan dicat berwarna coklat tua.

Sebuah ketukan dari staf guild bertelinga runcing. Pintu dari dalam telah dibuka. Seorang laki-laki tua sedang membuat laporan mengenai insiden beberapa hari silam. Keempatnya dipersilakan untuk masuk ke ruang kantornya. Sesampainya di dalam ruangan, banyak sekali kilauan di tiap sudut yang sulit terdeteksi. Sebagaimana mengkilap seperti ruangan yang baru saja direnovasi. Selain itu, susunan rak buku begitu rapi dan angin dari luar sangat menyejukkan. Belum lagi mejanya dilapisi sihir anti kotor supaya tidak meninggalkan debu beterbangan. Sebuah cermin tidak lepas dari kedua mata Hiro berbentuk persegi panjang. Pemuda berambut coklat merasakan adanya sedikit partikel sihir di area sekitar. Hiro ingin mengatakan sesuatu pada ketua guild itu, tetapi mengurungkan niatnya karena beliaunya sedang sibuk. Baru beberapa menit setelahnya, ekspetasi dari beliau berubah 180 derajat. Senyuman lebar dan wajah sumringah dari bibirnya.

"Selamat datang di Guild cabang kota Ars. Kalian pasti kelelahan bukan? Melakukan perjalanan jauh," ucap pria tua berpangkat sebagai ketua guild.

"Terima kasih atas sambutannya …"

"Akhirnya ada yang dari otherworlder juga. Aku merasa lega bisa ketemu sesama," ucapnya bernapas lega.

"Tunggu sebentar. Jangan-jangan anda juga?" gerutu Hiro.

"Benar sekali!" jawab beliau penuh antusias.

Hiro melihat ekspresi ketua guild nyengir senyam-senyum. Saking tidak percayanya, beliau bangkit dari kursinya. Berjalan pelan dengan menggunakan tongkat jalan alat bantu. Dengan langkah tertatih-tatih, beliau mendekati sofa yang ada di depan Allen, Hiro, Rina dan Yumi. Laki-laki tua bertubuh kurus, sudah beruban, mengenakan kacamata minus dan ke mana-mana, selalu membawa tongkat kayu alat bantu jalan atau disebut Teken, tongkat yang dikhususkan untuk kalangan orang tua. Allen berkedip, menduga bahwa beliau berasal dari orang Indonesia. Apalagi bahasanya menggunakan logat bahasa daerah. Allen ingin menanyakan siapa namanya sebelum bisa menarik kesimpulan. Sebuah seragam berwarna putih bermotif garis-garis disertai name tag tertera di bagian dada sebelah kanan. Yaitu Djaja Ridwan Hartanto.

"Tuan Hartanto. Itukah nama anda?"

"Betul sekali, nona Yumi."

"Kenapa anda tiba-tiba menggratiskan biaya pendaftaran untuk kami?" tanya Allen.

"Itu karena kalian berasal dari dunia sebelumnya. Tidak mudah lho otherworlder yang bersedia jadi petualang. Karena kebanyakan mereka memilih jadi petugas staf, ksatria, ahli penyihir dan lain-lain. Ditambah lagi, kalian telah berhasil meringkus perampok tanpa melalui proses pengambilan Quest pada umumnya. Oleh sebab itulah, aku merasa tenang, karena tidak perlu lagi membutuhkan bantuan."

"Entah kenapa, anda memiliki masalah dengan para petualang pada umumnya," gumam Rina.

"Soal itu, aku tidak bisa membantahnya."

Djaja terkekeh-kekeh mendengar tuturan kata dari Rina. Kemudian, beliau duduk di sofa kecil. Tongkat yang selalu bersamanya, diputar di bagian ujungnya. Saat Djaja diputar, Allen melakukan posisi bertahan. Meningkatkan kewaspadaan terhadap beliau. Djaja akhirnya mengembalikan tongkat ke posisi semula sambil melanjutkan ceritanya.

"Dulunya aku seorang pejuang tanah air Indonesia sebelum berada di sini sebagai ketua guild. Akan tetapi, karena pemerintah mengabaikanku, jadinya aku meninggal dalam kemiskinan. Saat mengalami reinkarnasi, tubuhku menjadi lebih muda seperti anak remaja berusia 17 tahun. Bahkan, ingatan dulu sebagai pejuang masih tersimpan baik-baik sampai saat ini. Sayangnya, saat sudah berusia 54 tahun, aku sudah tidak memiliki kemampuan sebagai petualang. Seseorang menawarkanku sebagai ketua guild atas pencapaiannya di masa lalu. Akhirnya, kuputuskan untuk menjadi petugas Guild," katanya menjelaskan.

Hiro, Yumi, Rina dan Allen mengangguk pelan. Betapa beruntungnya pria tua bernama Djaja Ridwan Hartanto. Meski beliau dulunya pejuang Indonesia, tetap saja bereinkarnasi dengan usia muda membuat Allen sedikit iri terhadap nasibnya. Telapak tangan beliau diayunkan pelan. Menandakan Djaja ingin berbisik pada staf guild bertelinga runcing. Eskpresinya terkejut bukan palang. Dia pun pamit pergi meninggalkan ruang kantornya. Allen dan ketiga remaja bertanya-tanya mengenai apa yang dibicarakan oleh beliau kepadanya.

"Sekali lagi, aku berterima kasih kepada kalian, karena telah menangkap para perampok meresahkan itu. Sejujurnya, aku bisa saja melakukan sendirian, Tapi sudah ada aturan bahwa Guildmaster dilarang melakukan aktivitas yang menyalahi aturan, kecuali bahaya besar seperti munculnya naga, iblis dan bencana alam. Memang Mmerepotkan, bukan?"

"Sebagai orang yang sudah pengalaman kerasnya kehidupan, aku mulai paham," gumam Allen.

Djaja tertawa kecil mendengar perkataan Allen. Kemudian, beliau membuka status jendela. Menunjukkan kepada mereka berempat mengenai kemampuannya.

Nama: Djaja Ridwan Hartanto

Umur: 67 tahun

Level: 54

Ras: Otherworlder

Job: Guildmaster

Ability: [Bamboo Spear] [Sten Gun MKI-MKVI]

Skill: [Age Resistance] [Javelin Throw]

"Kelihatannya ability milik Djaja-san mirip dengan pejuang Indonesia," kata Yumi dilanda kebingungan.

"Kau benar, Yumi. Aku tidak komentar soal ini."

Dari segi kemampuan, Djaja tidaklah istimewa. Tetapi karena skill [Javelin Throw] adalah kemampuan dari cabor atlet lempar tebing, otomatis kemampuan beliau bisa meningkat pesat seiring berjalannya waktu dan terus dilatih. Terlihat tulang belulang begitu nampak di sekujur tubuh Djaja. Hingga akhir hayatnya, kondisi fisik beliau tetaplah sama seperti sebelumnya. Ironis sekali, mengingat dulu sekali pemerintah Indonesia menyia-nyiakan kemampuan pejuang seperti Djaja. Terasa aura para pejuang terpancar di sekitar tubuh beliau.

"Nah, sudah saatnya kita berbincang bisnis. Katakan kepadaku, bagaimana kalian bisa di sini dan menangkap para perampok itu."

Chương tiếp theo