webnovel

Salah Bicara

Betapa Kanaya terkejut saat pulang dari reuni melihat sosok Brandon duduk di teras rumahnya. Kanaya masih memperhatin dari jauh, ia juga langsung sembunyi di balik pohon untuk melihat gerak gerik sang kakak sepupu. Menemuinya tidak berani di lakukanya karena Brandon baginya begitu mengerikan. Kanaya memilih merindik pelan agar dirinya dapat pergi dari tempat tersebut tanpa di ketahui oleh laki laki bertubuh kekar tersebut.

Kanaya melangkah cepat tanpa suara untuk menjauh, hingga akhirnya ia sampai pada jalan raya yang ramai. Untung hari masih sore, belum memaukki malam hari, betapa dia akan kebingungan jika sekarang dalam keadaan larut malam.

Kanaya merasakan ponselnya bergetar, ia segera mengambil ponsel dari tasnya dengan cepat. Ternyata panggilan itu dari Arka, Kanaya tersenyum senang saat dirinya butuh teman ada seseorang yang menghubunginya.

"Hallo," sapa Kanaya dengan girang.

"Nay, lagi dimana?"

"Aku lagi jalan raya, aku mau ke taman kota."

"Kamu di jalan mana?"

Kanaya clingak clingguk untuk melihat sekelilingnya. "Dekat halte, Kak."

"Aku kesana sekarang ya?"

"Iya."

Beep.

Suara ponsel Kanaya mati tanda panggilan keduanya berakhir.

Kanaya menunggu di tempat halte bus, ia duduk di pinggir jalan raya dengan hati sangat senang.

Setelah menunggu beberapa menit, akhirnya Arka datang juga dengan sebuah mobil Avanza warna putih. Laki-laki itu turun dan menutup pintu mobilnya kembali untuk mendatangkan Kanaya yang sejak tadi menuggunya.

"Kak," sapa Kanaya langsung berdiri.

"Hai, aku ikut kamu ya? Atau kamu ikut aku?" Ujar laki laki itu menggoda.

"Kemana?"

"Makan."

Meski Kanaya tadi baru saja reuni, tetapi jujur saja dia masih lapar karena memang dia di sana hanya makan sedikit, saat perjalanan pulang rasanya perutnya terasa lapar kembali. Namun, Kanaya enggan menjawab, dirinya cukup merasa malu jika jujur kalau dirinya juga lapar.

"Mau tidak?" Ulang Arka menagih.

"Iya deh," putus Kanaya.

"Ayo masuk!" Ajak Arka membawa Kanaya masuk ke dalam mobilnya.

Kanaya duduk di depan samping kemudi, perempuan itu menggunakan seat belt mobil dengan pelan. Arka menoleh singkat ke arah Kanaya, ia mengetukkan jari telunjuknya di kemudi mobil dengan ekspresi wajah bingung.

"Ayo!" Ujar Kanaya sembari merapatkan sabuk pengaman.

Kanaya mengernyitkan keningnya, ia tahu betul ekspresi Arka yang tak seperti biasanya.

"Ada apa, Kak?" Tanya Kanaya.

"Emm, Nay. Aku ingin tanya sekali lagi kepadamu." Arka menatap Kanaya, ia mengubah posisi tubuhnya menghadap perempuan itu.

"Ada apa? Kenapa sepertinya serius, kamu juga jangan begitu, kita disini hanya berdua, takut aja orang orang mikir kita macam macam," Kanaya berusaha memperingati.

"Iya, Nay. Aku hanya menghadapmu, tapi tidak mendekat kok," terang Arka.

Kanaya mengangguk paham.

"Tanya apa?" Kanaya mengembalikan ke topik awal.

"Soal kamu."

"Ada apa denganku?"

"Kamu mau nggak memberiku penjelasan kepadaku sekarang, maksud aku tidak sampai masalah hutang itu selesai."

"Loh, bukanya Kakak setuju untuk menanti?"

"Aku tidak ingin menungguku berakhir kecewa, kecuali jika kamu janjinya bakal menikah denganku setelah hutang itu selesai. Ini kan lain, Nay."

"Jadi?"

"Aku mau kamu jawab sekarang, Nay."

Kanaya merasakan pikirannya campur aduk, tiba-tiba saja ia tidak nyaman berada di mobil Arka. Tadinya Kanaya pikir dia akan bersenang-senang dengan Arka, tetapi ternyata justru keadaannya malah lain dari apa yang dipikirkannya.

"Nay," panggilan lembut itu Arka lakukan agar kalimatnya tidak menyakiti Kanaya.

"Maaf." Suara itu terdengar lirih dan kecil.

Arka merutuki segala ucapanya, ia tidak menyangka akan membuat perempuan yang di cintainya terluka oleh kalimatnya.

"Nay, aku hanya --." Rasanya Arka di buat kebingungan dengan kebodohan yang baru saja di lakukanya. Tangan Arka mengapung di angin, ia rasanya ia mengusap puncak kepala Kanaya agar perempuan itu tenang, tetapi hal itu tidak mungkin di lakukanya karena Arka tau Kanaya tidak suka hal itu.

"Nay, aku minta maaf ya. Aku tidak bermaksud melukaimu." Arka meminta maaf dengan sungguh sungguh.

"Sudahlah, Kak. Aku tidak apa apa, aku mengerti maksud Kak Arka. Lebih baik Kak Arka cari perempuan lain yang mencintai Kak Arka." Ujar Kanaya dengan air mata tertahan, perempuan itu berusah keras menatap Arka dengan kuat.

Arka merasa sangat bersalah dan tidak tega dengan keadaan Kanaya.

"Nay ...." Arka memiringkan kepalanya untuk melihat Kanaya lebih jelas, setelah menatapnya, Kanaya langsung menunduk kembali.

"Aku pulang saja ya," pamit Kanaya.

"Nay." Arka segera menarik lengan Kanaya saat perempuan itu hendak keluar dari mobilnya.

"Kak!" Kanaya seolah memperingatkan Arka agar tidak memegang tanganya.

"Iya, maaf. Kamu duduk dulu ya," pintanya.

"Iya."

****

"Aku ingin pesan mie," kata Rio.

"Aku ayam geprek," seru Rian.

"Hari ini ada informasi apa?" Tagi Gibran.

Rian tiba tiba terbatuk, kalau saat Gibran bertanya dalam keadaan dirinya sedang makan, pastia ia sudah tersedak ayam geprek.

"Apa?" Sahut Rio dengan jengkel.

"Tugas kalian," terangnya.

Rio ingin sekali menjedotkan kepala Gibran ke meja agar dia sadar kalau Kanaya sudah menikah. Entah hatinya terbuat dari apa sampai sampai rasa cintanya membatu.

"Lebih baik kita makan dulu, masalah itu kita bahas nanti," usul Rian.

"Nah, itu baru benar. Lagi pula hal itu tidak harus buru buru di infokan." Nampaknya ucapan Rio menjadi penyebab rasa kesal Gibran memuncak.

"Sekarang aku lagi sabar, kalau sedang tidak, pasti sudah ku minta pekerja cafe untuk membuat ayam geprek dari daging manusia," kecam Gibran.

Rian dan Rio mengidik ngeri, mereka mengambil jus mangga dan jambu yang tadi mereka pesan dengan cepat. Entah kenapa mendengar kalimat Gibran membuat tenggorokanya tiba tiba kering.

****

Brandon yang sejak tadi menunggu di depan rumah Kanaya mulai melangkahkan kaki pergi menjauh. Laki-laki itu sepertinya kecewa berkali-kali datang ke rumah Kanaya tak kunjung juga berjumpa dengan orang yang ia cari. Brandon berjalan kaki menuju jalan raya, ia datang ke tempat itu menggunakan angkot. Motor yang dulu membuat para tetangga terganggu dengan suara bisinya kini sudah laki-laki itu jual untuk kepentingan hidupnya. Tidak ada yang tahu laki-laki itu berubah atau hanya pura-pura berubah, mungkin hanya dirinya dan Tuhanlah yang tahu.

****

Ckreekkk ...

Suara tertutupnya pintu toko fotocopy itu terdengar nyata dari jarak satu meter seorang pedagang bakso keliling di sekitaran toko Kanaya. Semilirnya angin juga begitu terasa di bagian tubuh Ratu yang kurus tanpa kain tebal yang menyelimutinya. Nampaknya malam ini angin berhembus lebih kencang dari hari hari sebelumnya, perempuan itu membuka jaket di tas ranselnya untuk menyelimuti tubuhnya.

"Aaaaa...." Suara teriakan itu tiba tiba terdiam tatkala seseorang membungkam mulut Ratu dengan sebuah kain.

BACA TERUS KISAH GIBRAN

NANTIKAN PART SELANJUTNYA

JANGAN LUPA MASUKKAN RAK YA ....

SALAM

GIBRANKU.

Chương tiếp theo