"Tak ada wanita yang senang jika dipuja oleh pria lain selain pasangannya. Apalagi jika rasa cintanya diragukan seolah tak berarti apa-apa. Itu mungkin terlihat sepele di mata pria. Namun, tidak dengan wanita yang begitu menghargai dengan apa yang dinamakan cinta." (Adinda)
*****
Suara yang terdengar akrab membuat Adinda bungkam. Tubuhnya kaku mengetahui bahwa sosok yang berada di belakangnya pasti menyaksikan interaksinya dengan Azka. Mungkin... inilah penyebab Aditya kembali mengingat kenangan buruk di masa lalu.
"Apa yang coba kamu katakan?" Aditya berbisik di telinga Adinda, tangannya melilit pinggang Adinda dengan erat seolah ingin meremukkannya.
Adinda meringis tanpa perlawanan, dia tahu bahwa Aditya tidak akan mengizinkannya mengungkapkan kebenaran yang begitu menyakitkan. Namun... bagaimana nasib dari pria di depan Adinda? Saat Adinda mengetahui yang sebenarnya, mengapa dia harus diam saja?
Adinda tahu bahwa Aditya masih tidak bisa menerima bahwa dia yang membunuh sahabatnya dengan tangannya sendiri. Aditya ingin fakta tersebut disembunyikan selamanya seakan tidak pernah terjadi.
Tapi sampai kapan semuanya harus disembunyikan jika yang berkaitan berhak untuk mengetahui mengenai asal-usulnya. Adinda memejamkan matanya disertai embusan napas untuk menguatkan tekadnya agar mengungkapkan masa lalunya pada Azka.
"Nak Azka, sebenarnya aku tahu siapa---"
"Diam, Dinda!! Aku menyuruhmu untuk diam!! Jangan mencoba untuk mengungkit mengenai insiden itu!!" Aditya berteriak marah, matanya menatap Adinda dengan tatapan mengancam. Tak seperti biasanya, Adinda memeloti Aditya membuat Aditya tersentak.
Apa? Di mana Adinda yang Aditya kenal penurut? Adinda bahkan menurut saat Aditya ingin mendominasi putra putri mereka dan mendidik mereka dengan keras. Sekarang, Adinda memberontak hanya untuk pria yang bahkan tidak ada hubungan darah dengannya?
Hanya karena ikatan yang bernama persahabatan, Adinda melawan suaminya sendiri. Tanpa sadar Aditya menggeram marah. Giginya bergemelatuk dengan atmosfer mengerikan mengelilingi tubuhnya.
"Jadi, ini yang kamu lakukan hanya untuk anak ini?! Baiklah, aku akan memberitahumu mana yang baik dan buruk untuk dirimu!" Aditya memanggul Adinda layaknya karung beras dengan gerakan kasar. Dia melangkah lebar menuju mansion yang gerbangnya dijaga ketat oleh anak buahnya.
"Lepasin aku, Adit!! Sampai kapan kamu akan menyembunyikan kebusukan ini!!!" Adinda memukul punggung Aditya berkali-kali melampiaskan rasa sakit dan sesak yang memenuhi dadanya. "Sampai kapan, Adit, sampai kapan kamu akan menyiksaku dengan menyembunyikan keburukan ini?"
"Apakah tidak cukup membuatku merasa bersalah atas kejadian itu? Hiks... ka-kamu jahat, Adit, kamu j-jahat... Hiks..." Adinda menangis tersedu-sedu membuat jantung Aditya seakan tertusuk ribuan jarum yang memberinya rasa sakit sedikit demi sedikit sampai membuatnya menyadari bahwa itu sesuatu yang menyakitkan.
Aditya menutup telinga seolah tak mendengar tangisan Adinda yang semakin keras. Aditya berhenti melangkah. Dia menoleh ke belakang menatap Dira tepat pada manik matanya. "Dira, ikut Papa pulang, kamu tidak diizinkan untuk keluar tanpa seizin Papa!"
Mata Dira membulat sempurna. Mulutnya terbuka hendak melayangkan protes pada keputusan Aditya. "Enggak mau! Dira enggak mau dikurung lagi di mansion, Pa!! Kenapa Papa selalu mengurung Dira layaknya hewan?! Dira sudah besar, Pa! Dira berhak mengambil keputusan atas hidup Dira sendiri!!"
Napas Dira tersengal-sengal setelah mengucapkan kata-kata yang selama ini selalu dia pendam. Azka yang mendengar hal tersebut mencoba menenangkan Dira yang sangat marah dan sedih secara bersamaan.
Gadisnya telah mengalami penderitaan membuat Azka ikut merasakan rasa sakitnya juga. Azka memang sempat penasaran dengan apa yang coba Adinda katakan padanya sampai Aditya berusaha untuk menghentikannya.
Seperti... ada sesuatu yang mereka sembunyikan dari Azka. Sesuatu yang mungkin sangat berkaitan erat dengan dirinya.
"Kamu!" Azka tersentak dari lamunannya ketika merasakan tatapan menusuk yang mengarah padanya. Sesuai dugaan Azka, Aditya memang menatapnya penuh permusuhan dan sepertinya ingin Azka lenyap dari pandangannya.
"Jika kamu bahkan tidak mengetahui asal-usulmu dengan jelas, kamu tidak diperbolehkan untuk mendekati putriku atau pun menjalin hubungan dengannya!!" Perkataan tersebut membuat Azka tertohok.
Apa? Mengapa Aditya mengetahui bahwa Azka tidak tahu mengenai asal-usulnya yang sebenarnya? "Maksud, Om, apa?"
Aditya tersenyum sinis dengan matanya yang menatap rendah Azka. "Mengapa bertanya padaku jika kamu sudah mengetahuinya dengan jelas? Kamu yang paling tahu mengenai dirimu sendiri."
Aditya kembali melangkah dan meninggalkan Azka yang terdiam dengan perasaan rumit. Dira yang menyadari perubahan suasana hati Azka pun mencoba untuk bertanya. "Azka, apa maksud dari perkataan Papaku? Bukannya kamu tinggal bersama keluargamu?"
Dira yang pernah tinggal di rumah Azka walau untuk satu hari tentu sudah menjumpai orang tua Azka bahkan adik perempuan Azka yang bernama Rachel. Itu yang Aditya sebut Azka tidak mengetahui asal-usulnya?
Napas Azka terasa berat saat akan mengungkapkan mengenai kebenaran dirinya pada Dira. "Benar. Perkataan Papamu benar. Aku... bahkan tidak mengetahui siapa yang melahirkanku dan di mana kedua orang tua kandungku. Mengapa mereka meninggalkanku di panti asuhan?"
"Azka... kamu tidak pernah menceritakan hal ini padaku. Aku akan membantumu sebisaku jika kamu menceritakannya padaku." Dira bergumam, ada nada kecewa yang terkandung dalam ucapannya. Dira merasa masih tidak mengenal Azka atau mungkin Dira yang terlalu tidak peduli dengan Azka sampai Dira bahkan tidak mengetahui fakta tersebut.
Jadi, ada kemungkinan Azka mengalami fobia perempuan akibat masa lalunya. Akan tetapi, Dira masih merasa puas bahwa fobia Azka tidak bereaksi padanya. Hal ini akan menutup peluang Azka mengkhianati Dira.
Dira menggenggam tangan Azka yang terkepal erat. Dira membuka kepalan tangan Azka dengan gerakan lembut. Dira menyatukan tangan mereka dan menggesekkan punggung tangan Azka pada pipinya. Senyum tulus terbit di wajah meresapi momen yang terjadi. "Aku pasti akan membantumu, Azka. Kamu hanya perlu untuk tetap berada di sisiku."
*****
Bruk!
Aditya membanting tubuh Adinda di ranjang dengan kasar membuat Adinda meringis merasakan ngilu di punggungnya. Kepalanya terasa pening akibat Aditya yang memanggulnya sehingga Adinda berada dalam posisi kepalanya yang di bawah.
"Apakah selama ini aku terlalu baik padamu sehingga kamu bahkan tak menuruti ucapanku?" Aditya mengurung Adinda di bawahnya dengan kedua tangannya di masing-masing sisi Adinda untuk menahan berat badannya. Wajah Aditya tampak memerah karena diselimuti amarah.
Geraman tak henti-hentinya keluar dari mulutnya karena merasa cemburu ketika mengetahui Adinda lebih membela bocah yang mengaku sebagai pacar putrinya. "Kamu bahkan membela bocah ingusan itu? Apa kamu mencoba berpaling dariku, Dinda?! Apakah masa lalu itu belum cukup bagimu?!"
Adinda melengos ke samping tanpa berniat untuk menjawab pertanyaan Aditya yang begitu menusuk relung hatinya. Air mata menggenang di pelupuk matanya, Adinda bahkan menggigit bibir bawahnya menahan bibirnya yang gemetar pelan.
Aditya yang sekarang terlihat menakutkan. Sekejam apapun Aditya yang bahkan dengan mudahnya membunuh seseorang, belum pernah sekali pun Aditya memperlakukannya dengan kasar seperti sekarang. Hati Adinda terasa perih mendapatkan perlakuan yang berbeda dari Aditya.
Aditya semakin tenggelam dalam amarah serta kecemburuannya ketika tak mendengar respon Adinda yang justru mengabaikannya. Apakah Adinda sudah muak padanya sampai-sampai tak mau untuk menatap wajahnya?
"Apakah sekarang kamu mengabaikanku, Dinda?!! Ha! Ternyata kamu menikmati ketika dirimu dipuja oleh pria di luar sana! Seharusnya aku tidak perlu bersikap baik padamu sejak awal! Sehingga kamu mau menuruti semua keinginanku tanpa bantahan!"
Aditya mencengkeram kedua pipi Adinda dan membuat Adinda menghadap wajahnya dengan paksa. Aditya tak sempat melihat wajah Adinda karena dia langsung melayangkan ciuman kasar di bibir Adinda.
Adinda tergugu mendapatkan perlakuan seperti itu. Dia tak membalas ciuman Aditya yang terasa kasar dan mendominasi. Kini, Adinda menyadari betapa berbahayanya pria bernama Aditya Angelo.
Tubuh Aditya seketika kaku ketika merasakan cairan hangat yang mengenai jemarinya yang masih digunakan untuk mencengkeram pipi Adinda. Gerakan mencium Aditya bahkan terhenti. Aditya kembali ke akal sehatnya, amarahnya menghilang seolah tidak pernah ada sebelumnya.
"Hiks... Huhu..." Adinda menangis tersedu-sedu, napasnya bahkan tak teratur sampai membuat dadanya sakit akibat kekurangan pasokan oksigen.
Adinda merasa seperti dilecehkan walaupun sudah menjadi istri sah Aditya. Perlakuan Aditya yang kasar saat menciumnya membuat Adinda merasa menjadi wanita yang bernoda. Di mana Aditya yang Adinda kenal sebagai pria yang memperlakukannya layaknya porselen yang begitu dia sayang dan dijaga dengan hati-hati?
"D-Dinda... A-aku..." Aditya tak sanggup melanjutkan ucapannya saat mendengar tangisan istrinya yang membuat dadanya nyeri. Perlakuan gila macam apa yang sudah Aditya lakukan pada istrinya?
Seseorang yang begitu Aditya sayangi melebihi darah dagingnya sendiri sekarang menangis tersedu-sedu di hadapannya akibat dirinya yang terlalu gelap mata. "Argh! Sialan!"
Aditya menjambak rambutnya dengan kasar, otaknya terasa blank menghadapi situasi yang tidak biasa seperti sekarang. "Dinda,... maafkan aku, Sayang."
Adinda masih menangis. Dia tak berniat untuk membalas ucapan Aditya. Bukan, Adinda bukan menangis akibat Aditya yang memperlakukannya dengan kasar. Melainkan.... "A-apakah kamu menyesal menikah denganku, Adit? Hiks... A-apakah aku sehina itu di matamu, s-sehingga hiks... sehingga kamu berpikir bahwa a-aku menikmati dipuja oleh pria lain? Huhu..."
Adinda mengatakan kalimat tersebut disertai tangisan. Adinda bangkit dan menjauhi Aditya dengan tangisannya yang tidak kunjung berhenti. Aditya membeku mendengar ucapan Adinda. Hah, kali ini tampaknya Aditya sudah keterlaluan.
"T-tidak... Aku tidak mungkin menyesal menikah denganmu, Dinda. Maaf, maafkan aku, Dinda. Sungguh, aku benar-benar minta maaf dan menyesal karena sudah mengatakan hal yang menyakiti hatimu."
Tangan Aditya berusaha meraih Adinda, namun Adinda menghindari Aditya membuat Aditya terkejut. Ugh, Adinda menjauhinya, Adinda bahkan tidak ingin melakukan kontak fisik dengannya.
Tubuh Aditya mendadak tremor parah apalagi saat Adinda berlari keluar dari kamar mereka. "A-akhh... D-Dinda, j-jangan pergi... J-jangan meninggalkanku, Dinda."
Aditya berusaha turun dari ranjang. Saat kakinya menapaki lantai, Aditya terjatuh karena kakinya terasa lemas dan tak bertenaga. Pikirannya sudah memikirkan hal-hal negatif yang mungkin terjadi. Jangan sampai ada orang yang berusaha merebut Adinda yang hanya miliknya seorang disaat Aditya bergantung padanya. Bagaimana Aditya bisa hidup jika Adinda yang sudah seperti belahan jiwanya menjauh darinya dan pergi dengan pria lain.
"T-tidak... J-jangan pergi, Dinda!!!"