webnovel

12. Wild Kissing

Chapter 12

Wild Kissing

Di dalam bangunan yang terbuat dari kaca, Vanilla memekik, tubuhnya bergetar hebat, ia nyaris tidak bisa bernapas dengan benar. Kedua pahanya melingkar di antara pinggang Nick, ia mengalungkan lengannya di leher Nick sementara wajahnya berada di antara ceruk leher pria itu. Seumur hidupnya yang ia ingat, ia hanya pernah melihat harimau di televisi. Mungkin pernah melihat di kebun binatang ketika ia masih kecil, yang jelas ia tidak mengingatnya.

Kucing yang Nick maksud adalah lima ekor harimau besar, sangat besar seperti seekor sapi hanya saja tingginya tidak setinggi sapi. Harimau itu terdiri dari tiga ekor harimau berwarna kuning dan dua ekor berwarna putih. Harimau-harimau itu menyambut kedatangan Nick dan Vanilla dengan cara mengendus-endus tubuh Nick dan Vanilla bergantian lalu menggosok-gosokkan kepala mereka ke kaki Nick dengan manjanya.

Vanilla benar-benar ketakutan, ia merasa jika ia seperti sebongkah daging yang akan dimasukkan ke dalam penggilingan. Ia ingin menangis sambil berlari dari tempat itu. Tetapi, jelas tidak mungkin karena untuk berdiri menggunakan kedua kakinya sendiri saja ia tidak sanggup.

"Nick... itu bukan kucing," rengeknya dengan suara bergetar.

Nick justru tertawa, ia mendekap tubuh Vanilla semakin erat, pria itu kembali mendaratkan kecupan kecil di pundak Vanilla. Sudut bibirnya tersenyum penuh kemenangan.

"Mereka sangat lucu," ujar Nick.

Pria itu menekuk kakinya, menumpukan kedua lututnya di lantai menyejajarkan dirinya dengan harimau-harimau yang mengelilinginya seolah mereka adalah raja dan ratu rimba.

"Mereka tidak akan memakanmu." Nick mengelus salah satu harimau yang berwarna putih.

Takut-takut Vanilla mengintip dari balik dada Nick. Pemandangan pertama yang ia lihat adalah seekor harimau putih yang duduk di samping Nick, harimau itu berkedip ke arahnya membuat Vanilla kembali menyembunyikan wajahnya di dada Nick.

Nick terkekeh menyaksikan Vanilla yang ketakutan dan menurutnya sangat menggemaskan. "Kau bisa menyentuhnya."

"Tidak mau!" sahut Vanilla cepat-cepat.

"Mereka cukup makan, tidak mungkin mereka ingin memangsamu," ujar Nick.

"Oh Tuhan. Nick, mereka binatang buas."

Nick terkekeh. Harimau-harimau itu ia beli dari Afrika sejak mereka bayi. Mereka jinak karena induk mereka juga bukan harimau liar yang hidup di rimba, dengan kata lain mereka memang benar-benar telah terbiasa hidup bersama manusia. Seharusnya satu-satunya yang harus Vanilla khawatirkan adalah hewan buas lain yang memeluknya dengan posisi yang tidak aman. Posisi paling intim dan bisa menimbulkan kesalahpahaman.

"Mereka jinak dan mereka... menyukaimu," ujar Nick, nada suaranya lembut meyakinkan.

"Dari mana kau tahu? Mereka tidak berbicara," sungut Vanilla.

"Mereka menyukai apa yang aku suka."

Menyukai apa yang aku suka... apa arti kalimat Nick barusan?

Kedua pipi Vanilla terasa memanas mendengar apa yang Nick ucapkan bahkan jantungnya seolah menggedor-gedor rongga dadanya, berdetak tidak beraturan dan sel-sel tubuhnya berteriak kegirangan. Tetapi, segera Vanilla menepis perasaan suka cita itu. Nick, ia adalah pria kaya, mapan, dan tampan. Ia pasti memiliki segalanya, memiliki banyak wanita di dalam hidupnya. Pria itu pasti berniat mengambil kesempatan karena ia sedang patah hati, mempermainkan lalu meninggalkannya.

"Aku ingin kembali ke rumahku," gumam Vanilla, ia ingin melarikan diri dari situasi yang menurutnya sulit meski ia tidak rela jika harus menjauh dari pelukan pria beraroma floral berpadu kayu-kayuan dan balsamic.

"Baiklah," ucap Nick. Dari nada suaranya pria itu terdengar kecewa karena ternyata Vanilla tidak menyukai binatang peliharaannya.

Ketika Nick bermaksud bangkit dari duduknya, rasa tidak nyaman menjalari perasaan Vanilla.

"Tapi, a-aku ingin menyentuh mereka sebelum aku kembali," ucap Vanilla setengah mengerang. Memaksakan dirinya agar tidak mengecewakan Nick yang telah mengajak melihat harimau peliharaannya.

Nick mengurungkan niatnya. "Ide bagus," ucapnya. "Berikan tanganmu padaku."

Meski masih merasa sangat takut Vanilla melepaskan sebelah lengannya yang melingkar di leher Nick untuk menyentuh salah satu harimau, tangannya bergetar.

"Kau benar-benar takut." Nick merasakan tangan Vanilla yang bergetar dan terasa dingin. "Jangan memaksakan dirimu."

"Aku berani kok," sahut Vanilla cepat dengan nada di tegas-tegaskan. "Aku serius, aku berani."

Nick terkekeh. "Baiklah, kau berani. Tapi, bisakah kau bergeser sedikit?"

Posisi mereka membuat Nick kesulitan menuntun tangan Vanilla untuk menyentuh salah satu harimau.

Vanilla menjauhkan wajahnya dari dada Nick. Ia menengadah dan mendapati wajah Nick sangat dekat dengannya, tatapan mata mereka bersobok. Keduanya saling menatap seolah dua orang yang saling merindukan, tidak satu pun dari mereka yang berusaha mengalihkan tatapannya.

"Nick...." Vanilla bergumam, namun justru seperti mengerang.

Bibir gadis itu merekah seolah menunggu Nick untuk segera mencumbui bibir yang merekah indah di depannya. Tetapi, Nick tidak melakukannya meski ia sendiri merasa tidak sabar lagi untuk menghisap bibir Vanilla. Ia menyingkirkan sejumput rambut yang tergerai di wajah Vanilla, tatapan matanya mengunci tatapan mata gadis itu.

"Aku ingin menciummu, Vanilla," ucap Nick lambat-lambat. Pelan, tetapi tegas.

Vanilla rela, demi Tuhan ia rela dicium oleh Nick bahkan jika Nick tidak meminta izin terlebih dulu. Tetapi, ia hanya diam, tidak bereaksi. Ia tidak mungkin mengangguk begitu saja, ia takut Nick menganggapnya jika ia gadis murahan atau mungkin gadis patah hati yang dengan mudah melemparkan dirinya kepada pria lain.

"Jadilah milikku...."

Untuk kedua kalinya, Vanilla tertegun dengan apa yang Nick ucapkan. Pria yang ia idolakan sejak sekolah menengah atas mengatakan ingin menciumnya lalu memilikinya. Tetapi, apa maksudnya? Memiliki? Menjadi istrinya atau apa? Vanilla tidak mengerti, ia perlu penjelasan pasti karena sepanjang hidupnya ia tidak pernah memiliki kekasih, tidak pernah berkencan dengan siapa pun, dan tidak pernah ada pria menyatakan cinta kepadanya.

Vanilla mengerjapkan matanya, bibir gadis itu bergetar. "A-apa... maksudmu?"

Nick mendekatkan bibirnya, sangat dekat hingga nyaris bersentuhan. "Jadilah kekasihku."

Bersamaan dengan itu bibir Vanilla telah berada di bibir Nick, ciuman pertamanya telah diambil oleh pria yang ia idolakan. Tubuhnya menegang, seluruh sarafnya seolah menjerit dalam suka cita. Namun, ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan.

Nick menjilati bibir Vanilla yang tidak bereaksi meski gadis itu kembali mengalungkan lengannya di leher Nick. Nick mendorong lidahnya masuk ke dalam rongga mulut Vanilla, membelai lidah Vanilla yang lembut dan hangat. Bibir pria itu sedikit berkedut, tersenyum di balik ciumannya. Dari sikap kaku dan canggung Vanilla, ia yakin jika gadis itu belum pernah berciuman.

Beck, terima kasih.

Perlahan Vanilla bersaksi, membalas belaian lidah Nick yang menghantarkan sengatan listrik ke sekujur tubuhnya, aroma napas pria itu menyeruak masuk ke dalam Indra penciumannya, menguasai seluruh pikirannya yang mulai kosong di isi oleh aroma khas Nick yang telah mulai ia hapal sejak beberapa hari kebersamaan mereka.

Seharusnya ia tidak membalas ciuman Nick begitu cepat. Tetapi, ciuman mereka telah terjadi.

Vanilla merasakan jika kedua dadanya nyeri, mengeras, dan basah di antara kedua pahanya hanya karena ciuman Nick.

Ini salah. Tapi, aku tidak ingin berhenti.

Vanilla mengerang sementara dadanya semakin merapat ke tubuh Nick, jemari tangannya menyelisik di antara rambut ikal Nick. Ciuman mereka semakin dalam dan bergairah, seolah-olah saling membutuhkan dan tidak ingin ciuman itu berakhir.

Sesat Vanilla tersadar ia memindahkan telapak tangannya di dada Nick, alih-alih ingin mendorong dada pria itu untuk menjauh ia justru meremas pakaian yang Nick kenakan. Ia mengerang saat Nick menarik lidahnya hingga rasanya seluruh tubuhnya benar-benar terangkat lalu nyaris terhempas ke langit.

"Vanilla, aku jadilah kekasihku." Nick menggeram di bibir Vanilla.

Vanilla telah melupakan kesedihannya karena Beck, rasanya sangat bahagia mendengar pria yang idolakan menginginkannya dan meminta untuk menjadi kekasihnya. Tetapi, belum sempat Vanilla menjawab dan menghirup napas lebih banyak lagi Nick telah kembali menciuminya. Kali ini lebih dalam, lebih bergairah, dan menuntut.

Nick menyandarkan tubuh Vanilla di atas seekor harimau yang meringkuk tepat di depan mereka, mencumbui gadis itu dengan rakus melebihi harimau yang lapar. Vanilla tidak menolak, ia tidak lagi ketakutan, gairahnya kepada Nick telah menenggelamkan rasa takutnya hingga hilang tak bersisa. Ia membalas cumbuan bibir Nick yang merangkak di atas tubuhnya.

"Aku tidak yakin, kau mungkin dalam bahaya jika terlalu lama di sini," geram Nick saat bibir mereka terlepas.

Tatapan mata mereka kembali saling mengunci, sementara ibu jari Nick mengusap ujung bibir Vanilla yang basah karena sisa ciuman mereka.

Vanilla masih mengatur napasnya dan juga detak jantungnya yang menggila. Ia menggigit bibirnya, wajahnya telah memerah hingga ke bagian lehernya. "Nick... kita tidak seharusnya."

"Ssttt...." Nick meletakkan jari telunjuknya di depan bibir Vanilla. "Ini yang paling benar, ini yang seharusnya."

"Tapi, aku...." Vanilla menatap Nick dengan perasaan tidak menentu.

Ia baru saja dicampakkan oleh Beck. Bukan, ia memang tidak pernah di anggap oleh Beck. Tetapi, jika ia memutuskan untuk bersama Nick sekarang apakah keputusannya itu tidak terlalu terburu-buru?

Bersambung....

Jangan lupa tinggalkan jejak komentar dan rate.

Salam manis dari Cherry yang manis.

Chương tiếp theo