"Kamu serius gak mau berangkat bareng Kakak ke sekolahnya?" tanya Rehan saat melihat Nusa yang baru selesai mengikat tali sepatu. Ia berjalan mendekati adiknya itu, lalu memberikan selembar uang kertas berwarna merah sebagai uang jajannya pada hari ini, sama seperti hari-hari sebelumnya.
Nusa mendongakkan kepalanya, lalu menggelengkan kepala sambil tersenyum manis ke arah Rehan. "Bara mau jemput aku." ucapnha sambil memberikan ibu jari ke hadapan Rehan, seolah-olah berkata 'sip' secara tersirat.
Melihat itu, Rehan menghembuskan napasnya. "Hati-hati loh di jalan, pakai helm, jangan lupa pegangan sama El yang erat, jangan ngobrol di jalan, bilangin sama El bawa motornya juga jangan ngebut soalnya kan bawa kamu, nanti--"
"Kak Rehan, aku udah gede tau. Masa masih pakai acara peraturan segala sih." ucap Nusa memotong pembicaraan Rehan yang terlewat over protective terhadap dirinya. Ia menyalimi tangan kakaknya itu yang hendak pergi untuk berangkat duluan ke tempat kerjaan. "Hati-hati di jalan ya, Nusa sayang Kak Rehan!" sambungnya sambil menampilkan senyum yang memperlihatkan sederet gigi putih bersih, sangatlah manis.
Rehan mengangguk lalu mengecup kening Nusa dengan sayang. "Kakak juga sayang Nusa, kalau El macam-macam bil--"
"Kak Rehan!" pekik Nusa sebagai ucapan peringatan jika dirinya akan baik-baik saja dan Rehan hanha terlewat khawatir pada dirinya. Ia mendorong punggung Rehan supaya cowok itu cepat keluar melangkah mendekati mobilnya yang baru dicuci kemarin sore, terlihat sangat bersih sampai berkilau saat terkena pantulan sinar mentari.
Rehan menekuk senyumnya, ia hanya khawatir, itu saja. "Nanti kakak jemput pulang sekolah. Sampai jumpa, belajar yang bener dan jangan nakal!" ucapnya yang lagi-lagi memberikan pesan.
Nusa mengangguk dengan senyum yang merekah sambil melambaikan tangannya ke udara. "Hati-hati ya Kak Rehan, jangan ngebut!"
Setelah melihat Rehan yang masuk ke dalam mobil dan segera melajukan mobilnya itu, akhirnya Nusa kembali duduk di kursi yang disediakan di teras rumah. Ia memegang erat tali tasnya dengan kaki yang ia ayunkan, terlihat seperti anak kecil yang menggemaskan.
Tidak lama kemudian, ia mendengar suara deru motor yang mulai memasuki pekarangan rumahnya. Siapa lagi kalau bukan kulkas berjalan yang dengan gaya kerennya di pagi hari ini membuat Nusa membuka mulutnya beriringan dengan decakan kagum?
"Cepet naik." ucap El tanpa memberikan salam pagi atau sekiranya basa basi kepada Nusa. Menurutnya, hal itu sangat membuang-buang waktu. Ia bahkan tidak mengerti dengan jalan pikirannya saat ini.
Nusa mengerjapkan kedua bola matanya, lalu dengan cepat langsung beranjak dari duduknya dan segera berjalan menghampiri El dengan sebuah senyuman manis. "Pagi, Bara. Keren banget nih pagi ini." ucapnya tanpa rasa takut sedikitpun, lagi pula hanya sapaan ringan, ya kali El sejahat itu tidak menyapanya balik, iya kan?
Terlihat El yang membuka kaca helm, terlihat sorot mata yang begitu dingin dan memberikan hawa mengintimidasi yang cukup terasa. "Gue males jawab." ucapnya dengan nada datar, ia menatap Nusa dari atas sampai bawah. Cewek itu terlihat manis, ah tapi tujuannya pagi ini hanya untuk menjemput Nusa bukan untuk memuji cewek dengan kadar penasaran yang tinggi itu.
Nusa menaikkan sebelah alisnya, lalu mendekatkan wajahnya ke wajah El. "Bara pagi ini masih beku ya?" tanyanya dengan sorot mata yang sangat polos. Ia berpikir kenapa untuk membalas sapaan saja rasanya sangat berat? Padahal hanya berucap 'selamat pagi juga' atau sekedar 'hai Nusa' tapi cowok itu tidak melakukannya sama sekali. Padahal kan Nusa mau diberi ucapan seperti itu pada cowok yang terlewat tampan ini, berhubung El ada di dekatnya sekalian modus tidak masalah, iya kan?
El memutar kedua bola matanya. "Naik atau gue tinggal?" ucapnya sudah menyalakan mesin motornya kembali yang sempat mati tadi. Ia sudah memakai kaca helm membuat Nusa pada detik itu juga langsung memundurkan wajahnya.
"Eh Bara! Nusa ikut! Enak aja main tinggal-tinggal, nanti aku telat!" pekik Nusa dengan heboh. Jika El pagi ini meninggalkan dirinya, sudah pasti ia tidak akan berangkat ke sekolah.
Karena sifat Rehan yang protektif terhadapnya, ia jadi pribadi yang tidak tahu setiap jurusan angkot atau kendaraan umum lainnya untuk menuju sekolah. Ojek online? Tidak, Rehan tidak pernah mengizinkan dirinya untuk mengunduh aplikasi tersebut. Karena menurut Rehan, selagi masih ada dirinya dan beberapa teman laki-laki Nusa, kenapa harus memesan ojek yang sama sekali tidak pernah tertanam baik di pikiran Rehan? Ah iya, memang Rehan-nya saja yang terlewat khawatir. Selalu saja seperti itu, tak pernah berubah.
Nusa dengan cepat langsung naik ke atas motor besar milik El. "Udah, bang. Yuk jalan sesuai map ya bang jangan sampai salah." ucapnya menirukan perkataan yang biasa di lontarkan kepada pengemudi ojek online saat penumpang sudah siap duduk di jok belakang dengan nyaman.
"Gue lempar lo." ucap El sambil melajukan motornya dengan kecepatan standar. Jam masih menunjukkan setengah enam pagi, memang terbilang cukup kepagian. Tapi El sangat paham dengan Rehan yang pasti selalu mengantar Nusa lebih dari kata tepat waktu, jadi ia sebisa mungkin juga memperlakukan Nusa sama dengan cara Rehan memperlakukan cewek itu.
Suasana pagi hari yang belum cukup tercemar banyak polusi, membuat hawa dinginnya masuk menyapa tulang rusuk masing-masing. Nusa menyesal karena tidak memilih membawa jaket. Teringat dengan jaket, ia menjadi ingat dengan jaket milik Bian yang di pinjamkan pada dirinya.
"Bara?" Panggil Nusa sambil menoel pundak El dengan jari telunjuknya berkali-kali.
"Apa sih?" jawab El yang rada berteriak karena suaranya teredam oleh angin yang berhembus karena laju motor besarnya cukup cepat.
"Jaket Bian, mana? Nusa mau balikin."
Mereka berbicara dengan setengah berteriak satu sama lain.
"Udah gue buang."
"Kok Bara jahat sih? Kan jaketnya masih bagus, nanti kalau dia nyariin gimana?"
"Gak peduli."
"Bara mah! Nanti aku di omelin sama Bian, gimana? Bara tanggung jawab ya!"
"Iya gue tanggung."
Mendengar jawaban El yang kepalang menyebalkan, Nusa mendengus sambil berdecak pelan. Masalahnya ia tidak enak dengan Bian, astaga El..!
"Bara! Minta maaf ya nanti sama Bian, gak mau tau pokoknya harus minta maaf."
"Bodo."
"Nyebelin! Gak temenan kita!"
"Emang."
Nusa menggeram dengan gemas, merasa kesal dengan El yang terlewat santai. Bayangkan saja jaket dengan logo ternama di buang dengan mudahnya oleh cowok itu, sangat tidak punya perasaan!
El menatap Nusa dari kaca spion yang sengaja ia arahkan pada wajah cewek itu tanpa sadar. Ia melihat Nusa yang tengah menekuk senyumnya sambil mendengus kesal.
"Jelek lo." Komentar El sambil kembali mengalihkan pandangan lagi ke jalanan, tidak ingin memicu terjadinya kecelakaan akibat dirinya dengan tidak sengaja memfokuskan pusat perhatiannya pada Nusa, kan tidak lucu kalau oleng.
Nusa melirik El dari kaca spion juga. Cowok yang kini wajahnya tertutup helm tapi tetap saja ia hafal dengan satu ekspresi yang selalu ditunjukkan olehnya. Ia menggembungkan pipinya masih kesal dengan tindakan El yang menurutnya sangat keteraluan. Bagaimana jika Bian memaki dirinya karena tidak mengembalikan jaket itu? Ah sepertinya harus ia yang meminta maaf pada Bian. Lagipula mengharapkan El untuk mengakui kesalahannya sepertinya adalah hal yang sangat mustahil.
El menaikkan sebelah alisnya. Dibenaknya kali ini terkekeh kecil mendapati ternyata Nusa yang ternyata tengah merajuk pada dirinya. Ia mulai mengarahkan motor besarnya masuk kedalam area sekolah membuat beberapa pasang mata langsung menoleh kearahnya, lagi-lagi diiringi dengan pekikan yang dilontarkan untuk memuji dirinya.
"Bara, Nusa harusnya di turunin di depan gerbang aja." ucap Nusa sambil menarik-narik tali tas Bara dengan heboh, ia tidak ingin kejadian serupa keulang untuk kedua kalinya. Apalagi sampai di bully oleh Priska and the genk.. oh tidak!
El menghentikan motornya tepat di area parkiran, lalu langsung saja turun dari motor dan melepaskan helm dari kepalanya. Ia menatap Nusa kala helmnya sudah berhasil menggantung di kaca spion, cewek itu menampilkan sorot mata cemas. "Turun, Sa."
"Bara belum jawab ucapan aku."
"Ya terus?"
Dengan kesal, Nusa langsung saja turun dari atas motor El. Ia menghentakkan kakinya berkali-kali menghantam aspal parkiran. Belum sempat meninggalkan El sendirian di parkiran, pergelangan tangannya sudah ditahan oleh cowok itu.
"Mau kemana lo?" tanya El, ia menatap Nusa dengan sangat tajam.
Nusa menjulurkan lidahnya ke arah El. "Ke kelas lah, males aku sama kamu." jawabnya dengan nada bicara kurang santai.
El menatap Nusa dengan datar. "Helm mau lo bawa sampai kelas?" tanyanya sambil menunjuk benda bulat yang masih melindungi kepala cewek di hadapannya.
Malu, itu yang dirasakan Nusa. "Bilang kek, kalau gak inisiatif gitu lepasin helm aku biar gak malu-maluin." Setelah itu, ia melepaskan helm dan di taruh tepat di atas tangki isi bensin di motor El. "Tuh helm-nya udah di taro, bye!" sambungnya.
"Tunggu." El menahan tangan Nusa.
Berdecak, menatap El dengan kesal. "Apaan lagi sih, Bara..." balasnya dengan kesabaran berlapis.
"Bareng lah." ucap El sambil merangkul tubuh Nusa, seperti mendekap tubuh mungil cewek itu. Lalu ia berjalan membuat Nusa mau tidak mau harus mengikuti setiap langkah kakinya. Pada detik itu juga, suasana kembali ricuh saat melihat Nusa yang dengan mudahnya mendapatkan seluruh perhatian El yang sangat diidamkan oleh para makhluk hawa di sekolah ini.
"Jangan geer, gue cuma mau bertanggung jawab, kayak apa yang lo mau."
Ini, adalah rangkulan pertama El pada seorang cewek di sepanjang hidupnya.
...
Next chapter