webnovel

Rumah Sakit.

"Anak sialan!" bentak Tuan Dimas.

"Sakit, Pa.." rintih Adit sambil memegang punggungnya.

Tuan Dimas yang mendengar ucapan Adit langsung mencengkeram wajah anak bungsunya. Ia menatap tajam wajah anaknya yang tengah menahan sakit.

"Kau tau sakit! Tapi kau selalu membuatku marah! Apa mau mu ha? Kau mau mati di tanganku!" bentak Tuan Dimas.

Adit menggelengkan kepalanya dan menunduk, Tuan Dimas menarik kerah baju Adit. Ia menyeret Adit seperti sampah, pria itu hanya bisa diam karena jika melawan, hukuman yang ia dapatkan akan semakin berat.

Tibalah di gudang tempat, sang Ayah akan menghukum anak-anaknya. Tuan Dimas mengambil cambuk dan mengikat tubuh Adit dengan tali.

Sssreeett

Sssreeettt

Tiga kali cambukan di tubuh Adit, membuat pria itu hanya bisa menangis dalam diam. Jika menangis, ayahnya akan semakin menjadi mencambuk tubuhnya. Setelah lelah, Tuan Dimas dan istrinya langsung keluar dari gudang, kemudian mengunci Adit di dalam gudang malam ini.

"Besok aku akan selesaikan masalah ini, akan aku hapus berita tersebut dan akan aku bayar media agar kabar itu tidak membuat keluarga kita hancur. Sebelum itu aku akan mencari tahu kebenarannya terlebih dahulu.." jelas Tuan Dimas di depan pintu.

"Iya, Mas. Aku setuju padamu, mungkin saja wanita murahan itu ingin menghancurkan keluarga kita karena Adit memutuskan hubungannya dengan wanita itu. Astaga, dasar murahan main curang dia.." sahut Nyonya Winda.

Tuan Dimas mengangguk dan menggandeng tangan istrinya masuk ke dalam kamar. Sedangkan di dalam gudang, Adit tengah merintih kesakitan akibat pukulan dan cambukan dari sang Ayah. Tangan, kaki, punggung dan bahkan seluruh tubuhnya sudah dipenuhi memar. Pria itu meneteskan air matanya, memikirkan bagaimana nasibnya.

'Putri, ini sangat sakit..' batin Adit.

Pria itu hanya bisa meringkuk di lantai gudang yang amat kotor. Pakaian kantornya sudah sangat kotor dan bahkan ada noda darah di kemeja putih yang ia pakai. Ingin rasanya keluar dari gudang ini, namun tubuhnya sudah sangat lemah tak dapat untuk berdiri lagi. Kepalanya sudah pusing, karena pukulan sang Ayah tadi mengenai kepala belakang Adit.

Adit akhirnya memejamkan kedua matanya, hanya itu yang bisa ia lakukan sampai kedua orang tuanya membantu pria itu untuk masuk ke dalam kamar. Hujan pun membasahi kota Bandung, suara petir menggelegar membuat Adit tidak bisa tidur. Rasa sakit terus saja ia rasakan, ingin rasanya mati namun ia kembali memikirkan Putri yang menunggunya.

"Aku harus kuat, karena aku sudah janji dengan Putri akan menemuinya.." gumam Adit lemah.

"Akh,"

Rintih nya lagi saat ada sebuah kayu terjatuh dari atas lemari dan mengenai tubuh Adit. Noda darah semakin memenuhi baju kemeja yang dikenakan Adit. Entah kenapa tiba-tiba saja pemandangan pria itu mendadak kabur, dan seketika gelap. Kepalanya semakin sakit dan akhirnya ia pun pingsan.

Di dalam kamar, kedua orang tua Adit tengah duduk di atas kasur king size mereka dengan laptop dipangkuan mereka. "Mas, udah menemukan Oliv?" tanya Nyonya Winda.

"Belum, anak itu berhasil untuk bersembunyi. Tapi tenang saja, aku akan mendapatkan nya.." balas Tuan Dimas.

"Secepat mungkin ya, Mas. Sebelum orang-orang tau kalau dia hamil diluar nikah.." sahut Nyonya Winda.

"Kau tenang saja sayang, sekarang kita urus kabar kekerasan yang dilakukan Adit. Aku tidak yakin kalau anak itu melakukan kekerasan. Kau tau 'kan dia anak yang lemah lembut.." jelas Tuan Dimas.

"Benar, Mas. Selidiki saja dulu, setelah tau kita bisa menyuruh media menghapus semua berita tersebut.." sambung Nyonya Winda.

Tuan Dimas mengangguk dan melanjutkan pekerjaannya. Nyonya Winda memilih untuk stop, dan langsung tidur karena lelah dengan pekerjaannya.

.

Di rumah kontrakan,

Oliv tengah gelisah setelah melihat artikel tentang adiknya. Ia sedari tadi mondar mandir di dalam kamar sambil menggigit kuku tangannya.

"Astaga, apa Adit baik-baik saja? Aku harus apa? Ya Tuhan lindungi adikku yang tidak bersalah itu. Semua pasti fitnah dari wanita sialan itu. Adit semoga kamu baik-baik saja dek.." ucap Oliv yang sangat gelisah.

Disisi lain, Putri tengah menghubungi Adit namun tidak direspon oleh pria tampan tersebut. Gadis itu sangat mengkhawatirkan kekasihnya, karena ia sudah tau bagaimana keluarga pria tersebut. Sedikit saja membuat kesalahan, besoknya akan mendapatkan banyak memar ditubuh Adit.

"Angkat dong, Kak..." gumam Putri.

"Ya Tuhan, kenapa gak diangkat sih. Kak Adit angkat telepon dariku," sambung Putri yang sangat gelisah.

Ia terus menggerakan kakinya diatas kasur, mengirimkan pesan dan berharap agar dibalas oleh sang kekasihnya. Namun nihil, Adit tidak merespon sedikit pun pesan bahkan panggilan dari Putri.

"Apa aku harus ke rumahnya? Tapi hari hujan, dan nanti orang tua Kak Adit makin marah.." gumam Putri.

"Ah, sudahlah. Aku tunggu saja, semoga Kak Adit balas pesan dariku dan meneleponku kembali.." keputusan Putri.

Gadis itu meletakkan ponsel-nya diatas meja samping kasurnya. Ia memejamkan mata sambil menunggu kabar dari Adit, hingga kantuk menghampirinya. Putri langsung tertidur sambil memeluk bantal guling kesayangannya dan dia berharap Adit segera mengabari bagaimana keadaannya sekarang ini.

.

Pukul, 05:00 WIB.

Ceklek.

Suara pintu gudang terbuka, Nyonya Winda masuk ke dalam gudang dan meletakkan makanan untuk anak bungsunya. Ia merasa aneh saat tidak melihat gerakan sedikit pun pada Adit. Nyonya Winda berinisiatif untuk membangunkan Adit, agar perutnya segera diisi. Sebab dari semalam Adit tidak diberi makan oleh Nyonya Winda.

"Hei, bangun. Ini makanan mu, isi perut mu sekarang juga.." tegur Nyonya Winda.

Tidak ada respons sedikit pun dari Adit, membuat Nyonya Winda mulai khawatir terhadapnya. Sebab tidak biasanya Adit hanya diam dan tidak merespons ibunya.

"Adit, sadar hei. Kamu kenapa?" Tanya Nyonya Winda meletakkan kepala Adit di atas pahanya.

Tetap sama, tidak ada respon sedikit pun dari Adit. "Kang! Cepat kesini! Adit tidak sadarkan diri!" teriak Nyonya Winda.

Tuan Dimas masuk ke dalam gudang dan menendang pelan tubuh anaknya dengan menggunakan kaki. "Jangan akting!" bentak Tuan Dimas.

Adit tidak merespons sama sekali, karena sedari semalam ia memang tak sadarkan diri. Rasa sakit yang dirasakan Adit, sangat menyiksa tubuhnya. Tuan Dimas yang tidak melihat pergerakan dari anak bungsunya langsung menggendong Adit di punggungnya.

"Astaga, tidak biasanya dia seperti ini. Biasanya dipukul seperti apapun dia akan bertahan dan tidak akan hilang kesadaran.." jelas Tuan Dimas meletakkan Adit di dalam mobil-nya.

Nyonya Winda duduk di samping bangku kemudi, Tuan Dimas pun menghidupkan mobil dan menuju rumah sakit terdekat. Setelah tiba di rumah sakit, Tuan Dimas menggendong anaknya masuk ke dalam ruang UGD. Para perawat yang masih berjaga langsung menangani Adit, Dokter yang baru saja masuk ke dalam ruangan langsung memeriksa keadaan Adit.

Selang beberapa menit, Adit sudah terpasang infus dan Dokter langsung menghampiri kedua orang tua Adit. "Maaf apakah kalian keluarganya?"

"Saya papanya, Dok.." ucap Tuan Dimas.

"Ah, anak anda sudah baik-baik saja. Hanya saja luka yang ada di tubuhnya cukup parah. Jadi kami sudah mengambil ronsen bagian dalam Adit, jika nanti ada masalah dibagian dalam saya akan memberitahu kalian.." jelas dokter.

"Baik, Dok. Terimakasih," balas Tuan Dimas.

Dokter pun meninggalkan kedua orang tua Adit, Tuan Dimas dan Nyonya Winda masuk ke ruang UGD. "Suruh bibi kesini, aku mau bekerja..." ujar Tuan Dimas.

"Bibi lagi dijalan, Kang. Kita tunggu saja, baru pulang.." balas Nyonya Winda.

Tuan Dimas mengangguk dan menatap anaknya yang terbaring lemas di brankar. Asisten rumah tangga mereka pun datang, dengan membawa baju ganti untuk Adit. Mereka berdua pun langsung keluar dari ruang UGD, untuk pulang kerumah. Karena harus pergi bekerja, pukul 7 pagi.

.

"Gimana kandungannya, Kak?" tanya Putri.

"Baik, ah iya bagaimana kabar pria yang bersamamu semalam?" balas Oliv.

"Dia tidak ada kabar dari semalam, aku takut terjadi sesuatu padanya. Kedua orang tuanya selalu memukulnya, tapi semoga saja keadaannya baik-baik saja.." jawab Putri.

Oliv semakin khawatir pada adiknya, mereka berdua berjalan pelan kearah pintu keluar rumah sakit. Namun, Putri tiba-tiba merasakan sakit di perutnya. "Wah, btw aku BAB dulu ya.." ucap Putri.

"Yaudah sana, Kakak tunggu di depan UGD.." balas Oliv sambil terkekeh.

Putri mengangguk dan langsung berlari kearah toilet wanita. Oliv duduk di kursi depan UGD, dan terkejut saat melihat asisten rumah tangganya baru saja keluar dari UGD.

"Bibi?"

"Eh, Non Oliv. Ya Allah gimana kabarnya, mbak? Bibi khawatir loh Non.." ucap asisten rumah tangganya.

"Oliv baik, Bi. Ngapain disini?" tanya Oliv.

"Den Adit, dirawat Non. Dia tidak sadarkan diri, setelah dipukul Tuan Dimas.."

Oliv terkejut dan langsung masuk ke dalam ruangan. Terlihat Adit yang masih memejamkan kedua matanya, dan selang infus di tangan. Oliv mendekati sang adik, dan air mata pun menetes membasahi wajah Adit.

"Dek, kenapa bisa seperti ini? Wajahmu penuh memar, maafkan Kakak sudah meninggalkan mu.." tangis Oliv.

Asisten rumah tangga mereka memegang bahu Oliv dan mencoba menguatkan gadis itu. "Sabar Non, bibi yakin kalian kuat.." ujarnya.

Oliv hanya diam dan menggenggam tangan Adit dengan erat. Ia mencium kening adiknya cukup lama, hancur hatinya melihat sang adik sudah tak berdaya dihadapannya saat ini.

"Maafkan, Kakak.." ucap Oliv berulang kali.

Dokter yang memeriksa Adit, masuk kembali ke ruang UGD. Ia menatap Oliv dengan tatapan yang tidak bisa diartikan. "Maaf, saya akan memeriksa keadaan pasien terlebih dahulu.." izin Dokter.

Oliv melepaskan genggaman tangan tersebut dan memeluk asisten rumah tangganya. Dokter pun memeriksa kondisi Adit, setelah itu perawat menyuntikkan obat ke selang infus.

Asisten rumah tangga mereka memeluk erat Oliv yang menangis tanpa henti melihat adiknya. Dokter yang tadi memeriksa Adit, menghampiri Oliv dan memberikan sapu tangan pada gadis tersebut.

"Hapus air mata kamu, keadaannya baik-baik saja.." ucap Dokter.

Oliv mendongkak 'kan kepalanya dan terkejut saat melihat wajah dokter yang menangani adiknya.

.

To be countinued.

Chương tiếp theo