webnovel

chapter 19

"Amnesia dok?"

"Iya amnesia, tapi sementara. Jika ada yang membuatnya mengingat hal yang berharga baginya mungkin dia akan mengingat semuanya." jawab dokter tersebut. Mama Avan menganggukkan kepalanya.

Dokter tersebut meninggalkan mama Avan yang sedang menatap anaknya khawatir. Ia kembali menangis dan memegang lengan Avan dengan lembut. Mama Avan teringat sesuatu dan mengambil handphonenya lalu menghubungi seseorang. Siapa lagi jika bukan menelepon sang suami.

Tak butuh lama. Papa Avan segera masuk kedalam ruang rawat Avan dan menatap anaknya dengan dalam.

"Avan udah sadar pa, tapi kata dokter dia amnesia." ucap mama Avan sebelum sang suami menanyakan sesuatu.

"Amnesia ma?"

"Iya pa." mereka tak menyangka Avan akan mengalami amnesia. Tapi mereka masih bersyukur karena Avan diberi kesempatan untuk hidup kembali.

*****

Tak sampai satu bulan, Avan sudah dibolehkan untuk pulang dari rumah sakit. Kesehatannya sudah membaik setelah ia mengikuti beberapa perawatan. Bahkan Avan sudah tak merasa kaku saat menggerakkan seluruh tubuhnya. Dokter menyarankan agar Avan tidak terlalu agresif dalam menjalankan aktivitas. Karena jahitan di perut dan dadanya belum benar-benar pulih dan masih dalam tahap penyembuhan. Jika jahitan itu robek, maka akan semakin parah dan proses penyembuhan pun akan bertambah lama.

"Avan, sini. Papa mau ngobrol sama kamu." kata papa Avan saat Avan tengah berolahraga kecil. Avan menghampiri papanya itu.

"Nanti, kalau kamu udah sembuh kita akan pindah ke Jepang. Kamu bakalan sekolah SMP disana. Senang kan?" kata papa Avan. Bukannya memasang wajah senang, Avan malah terlihat sedih.

"Tapi Avan pengen sekolah di Indonesia, Pa. Biar bisa ketemu sama temen-temen yang lain" kata Avan. Papa Avan terlihat memasang wajah terkejut.

"Kamu masih ingat mereka?"

"Iyalah, pa. Ya, walaupun sekarang Avan gak begitu ingat wajah mereka. Tapi Avan ingat nama temen-temen Avan kok." jawabnya. Papa Avan memasang wajah sedih.

"Lupakan mereka, Avan. Mereka sudah mengkhianati kamu." kata papa Avan membuat anak semata wayangnya ini terkejut.

"Maksud papa?"

"Iya, Avan. Stev sama yang lainnya gak datang saat kamu koma dulu. Bahkan mereka sama sekali gak mengantar kamu ke rumah sakit. Mereka ninggalin kamu gitu aja dijalanan." ujar papa Avan membuat anaknya menatapnya tak percaya.

"Van, papa mana mungkin bohong sama kamu. Kamu kan anak papa satu-satunya. Papa bilang ke kamu biar kamu gak salah berteman lagi. Mulai sekarang lupain mereka ya?"

"Tapi, pa. Avan denger kok mereka bilang apa waktu Avan koma. Av-"

"Kamu gak percaya sama papa? Itu sih terserah kamu. Tapi jangan salahkan papa kalau suatu saat nanti kamu tau kebenarannya bahwa mereka tinggalin kamu. Denger ya, Avan, papa lihat sendiri sama mata papa, mereka kabur gitu aja setelah kejadian itu, mereka bahkan gak temenin kamu dirumah sakit saat papa dan mama kerja. Terpaksa mama atau papa sering ambil cuti buat jagain kamu. Kalau aja mereka ada, pasti papa dan mama gak akan sesusah sekarang. Kamu waktu itu cuma berangan-angan, seakan-akan kamu mendengar suara mereka. Tapi, nyatanya? Bahkan mereka sama sekali gak mengantarkan kamu saat kamu dipindahin ke negara ini. Papa mohon percaya sama papa." jelas papa Avan panjang lebar membuat Avan mempercayainya dengan mudah. Kata-kata sang papa mampu membuat hati Avan membenci teman-temannya itu. Siapa lagi jika bukan The Grazon 8.

*FLASHBACK OFF*

*****

Varrel terduduk disebuah bangku taman sekolah. Ia terlihat memikirkan sesuatu. Tak lama Alvin, teman sekelasnya itu datang menghampiri Varrel. Ia duduk disamping lelaki cupu itu.

"Loe gak apa-apa Rel?" tanya Alvin. Varrel menggeleng. Alvin merasa khawatir dengan temannya itu karena sedari tadi ia terlihat melamun. Ia ingin mencaritau, tapi dirinya tau bahwa Varrel tak akan mudah memberitaunya semudah itu. Bel istirahat sudah berbunyi beberapa menit yang lalu, dan saat bel dibunyikan Varrel langsung keluar dari kelasnya tanpa sebab. Alvin pun menemukan Varrel ditempat ini sendirian, ia merasa bahwa lelaki itu sedang memikirkan hal yang tak biasa ia pikirkan.

"Varrel!" panggil seseorang. Kedua anak SMP itu menoleh ke sumber suara. Seorang lelaki berkulit putih dengan pakaian SMAnya tersenyum kepada Varrel. Siapalagi jika bukan Ken. Ia pun menghampiri kedua anak SMP itu.

"Ada waktu?" tanyanya. Varrel mengangguk.

"Ah, gue mau beli minum dulu." kata Alvin sambil berdiri.

"Tunggu, mending loe disini aja. Gak apa-apa kok loe denger obrolan kita." kata Ken menahan Alvin untuk pergi. Lelaki sipit itu mengangguk dan kembali duduk.

"Sebelumnya gue minta maaf atas apa yang udah temen-temen gue lakuin sama loe. Mereka sedikit emosi karena suatu hal. Dan gue bener-bener minta maaf karena udah ngebuat loe ketakutan." kata Ken merasa bersalah.

"Gak apa-apa kok, kak. Varrel tau kalau Varrel salah jadi Varrel juga minta maaf." jawabnya.

"Ah oke. Sorry sebelumnya kalau gue selalu pengen tau tentang diri loe. Gue cuma pengen memastikan kalau loe itu bukan temen gue yang dulu." kata Ken menjelaskan maksud dirinya berbicara dengan Varrel.

"Temen kakak yang dulu? Maksudnya?"

"Iya, loe itu mirip banget sama temen gue yang dulu. Tapi dia udah gak ada." jawab Ken. Varrel mengangguk mengerti.

"Apa benar loe dulu waktu SD sekolah disini? Dan bergabung sama geng se-SD loe itu?" tanya Ken dan terduduk disamping Varrel.

"Iya. Varrel gabung sama mereka pas kelas 5 SD." jawabnya. Ken memalingkan wajahnya sekejap lalu ia kembali menolehkan kepalanya menatap Varrel.

"Nama lengkap loe Rivarrel Avandy Ryszard?" tanya Ken. Varrel mengangguk mantap.

"Kok kakak tau nama Varrel?" tanya lelaki cupu itu. Bukannya menjawab Ken malah kembali memalingkan wajahnya dan memasang wajah kesal. Kedua tangannya ia cengkeram menahan emosi.

"Kak, gak apa-apa?" tanya Varrel. Ken menoleh dan menggeleng.

"Ah, gue lihat nama loe dibuku pelajaran loe kemarin waktu gue sama temen gue datang kekelas loe. Dan loe bisa ceritain tentang diri loe kayak tinggal dimana, orang tua loe rumahnya dimana, atau loe pernah mengalami sesuatu hal yang menurut loe paling loe takutkan. Bisa kan?" jawab dan tanya Ken sambil tersenyum yang terlihat dipaksakan.

"Bisa kak. Tapi sebelumnya emang buat apaan?"

"Mencurigakan, kak. Tingkah kakak udah kayak detektif yang lagi interogasi kriminal haha." tawa Alvin. Ken hanya menggaruk kepalanya yang tak gatal sambil menunjukkan giginya.

"Hehehe loe bisa aja, Vin. Ya, sebenarnya tujuan gue sih pengen tau aja. Biar gue gak salah orang. Cuma itu sih." jawab Ken sambil menghela nafas kecil. Sepertinya ia sudah siap mendengar cerita anak SMP itu.

"Oke. Rumah Varrel gak jauh dari sekolahan, di perumahan Vlori. Varrel pindah ke Indonesia saat kelas 2 SMP. Varrel juga pernah tinggal di Singapura sama papa dan mama. Varrel adalah anak tunggal mereka, Varrel orangnya cupu, sedikit pendiam dan kata Alvin, Varrel orangnya gak banget. Hehe." tawa Varrel disela-sela ceritanya. Alvin yang disebutkan namanya oleh Varrel hanya memalingkan wajahnya seakan-akan ia tak mendengar apa yang dikatakan Varrel. Sedangkan Ken tersenyum tipis.

"Dan Varrel pernah gabung sama geng namanya TG8 waktu SD dulu. TG8 itu artinya The Grazon 8, mereka adalah geng pemberani yang dibentuk disekolahan SD MI dulu. Terus, apa lagi ya tentang Varrel? Bingung kak jelasinnya." kata Varrel. Ken menghela nafas berat dan berdiri. Ingin rasanya ia berteriak dengan keras kepada Varrel setelah mendengar jawaban langsung darinya.

Bersambung ...

jangan lupa vote & comment-nya

Chương tiếp theo