Xiao Yi sejak tadi mendengar teriakan dan ketukan pintu dari luar. Tapi tubuhnya gemetar karena menahan lapar.
"Xiao Yi," ujar Li Zheng Yu. Dengan langkah cepat segera menuju ranjang dimana gadis itu berbaring.
Begitu pula dengan Mei-Yin yang langsung naik ke atas ranjang mengikuti ayahnya.
"Bibi, kenapa?" tanya Mei-Yin dengan wajah polos.
Xiao Yi tetap memejamkan matanya. Bibirnya terlihat pucat dan gemetar.
"Aku lapar," ucap Xiao Yi dengan suara serak. Dipegangnya perutnya dengan sangat erat untuk mengurangi rasa perih di lambungnya.
Li Zheng Yu mendesah kesal dan memijat pelipisnya menghadapi gadis yang keras kepala seperti Xiao Yi.
"Itu salahnya tidak mau makan padahal aku sudah meminta pelayan memasak untukmu," ujar Li Zheng Yu dengan jengkel.
"Kasihan Bibi Xiao Yi." Mei-Yin memeluk tubuh Xiao Yi dengan tangan mungilnya. Sejak pertama bertemu Mei-Yin merasa sudah sangat sayang pada Xiao Yi.
"Aku akan meminta pelayan untuk membawa makanan kemari." Li Zheng Yu lantas keluar dari kamar.
Tidak lama kemudian beberapa pelayan memberikan nampan berisi makanan ke dalam kamar Xiao.
"Kalian boleh pergi," ujar Li Zheng Yu sembari menggerakkan jarinya.
"Baik, Tuan," sahut para pelayan serempak.
"Xiao Yi, makanlah. Lain kali tidak usah membohongi diri sendiri jika kelaparan," ujar Li Zheng Yu. Lalu mengambilkan makanan ke dalam piring.
Xiao Yi beringsut bangun untuk bersandar di sisi ranjang. Semalam ia benar-benar seperti ingin mati dan nyawanya sudah melayang.
"Ayah, aku juga lapar. Aku ingin Ayah menyuapi kami," timpal Mei-Yin sambil membuka mulutnya lebar-lebar bersiap untuk makan.
Li Zheng Yu segera menyuapi putrinya yang mendadak cerewet dan bilang lapar. Biasanya sangat sulit jika Mei-Yin untuk dibujuk menghabiskan makanannya.
'Siapa sebenarnya gadis ini? Kenapa putriku langsung akrab dengannya? Padahal sifatnya sangat menyebalkan,' gumam Li Zheng Yu di dalam hatinya. Tiba-tiba saja ingin mencari tahu kehidupannya.
"Ayah, suapi juga bibi Xiao Yi," ujar Mei-Yin dengan penuh semangat.
"Aku bisa makan sendiri. Kalian pikir aku anak kecil," tolak Xiao Yi dengan bibir cemberut.
"Ayah, lihatlah tangan bibi sakit. Ayah harus menyuapi kami sebagai permintaan maaf." Mei-Yin menunjukkan siku Xiao Yi yang menggunakan plester.
"Baiklah, aku minta maaf," tukas Li Zheng Yu sembari menyodorkan sendok agar gadis itu membuka mulutnya.
Xiao Yi memalingkan wajahnya karena bukanlah anak kecil yang harus suapi. Meski sejak kecil haus akan kasih sayang tapi ia tidak ingin mengemis pada orang lain yang baru dikenalnya. Apalagi pria itu sudah membuatnya terjebak.
"Kenapa kau begitu keras kepala? Aku sudah berbaik hati tapi kau selalu saja menganggapku lain," gerutu Li Zheng Yu.
"Kau baik karena ada maunya," sindir Xiao Yi sambil terus memegangi perutnya. Sudah kelaparan tapi masih gengsi. Itulah yang dilakukan gadis itu saat ini.
"Sejak kapan aku seperti itu?" tanya Li Zheng Yu tanpa sadar.
"Haruskah aku membeberkan semuanya di depan putrimu? Dasar tidak tahu malu." Xiao Yi melirik Li Zheng Yu sekilas tapi segera membuang muka ke arah lain.
Wajahnya semalam masih teringat jelas ketika mereka berciuman. Xiao Yi merasa malu dan ingin membenturkan kepalanya jika ingat akan hal itu.
Mei-Yin memandang ayahnya dan Xiao Yi yang terus berdebat. Ia tidak mengetahui pemikiran orang dewasa yang keras dan tidak ada yang mau mengalah.
"Bibi, makanlah. Setelah ini aku ingin Bibi mengantarkanku ke sekolah," ujar Mei-Yin dengan wajah memelas.
"Kau pergi saja bersama Bibi Ling Zhi," ujar Xiao Yi dengan suara sedikit kasar. Emosinya selalu naik jika berada di dekat Li Zheng Yu.
"Xiao Yi, aku membayarmu dengan mahal untuk mengasuh putriku bukan malah untuk bersantai ria di rumah ini," gerutu Li Zheng Yu dengan tatapan tidak suka.
"Perutku sakit, apakah kau tega memintaku mengantarnya?" Xiao Yi memutar bola matanya.
"Makan sekarang juga atau aku akan meminta kembali uang pada rentenir tua itu. Agar temanmu itu dinikahi olehnya. Kau pikir mendapatkan uang itu semudah mengedipkan mata," ancam Li Zheng Yu.
Xiao Yi mengepalkan tangannya. Sudah mengangkatnya ke atas hendak memukul Li Zheng Yu tapi mengurungkan niatnya. Jangan sampai hukumannya menjadi sepuluh tahun.
"Pukul saja jika kau ingin seumur hidup berada di sini," tantang Li Zheng Yu sembari membusungkan dadanya yang terbuka.
Belahan dada yang terlihat membuat Xiao Yi meneguk salivanya yang sudah mengering.
"Makanlah, sebelum aku kehabisan kesabaran. Ini sebagai permintaan maaf karena aku sudah makan tanpa izin semalam." Li Zheng Yu kembali menyodorkan sendok ke mulut Xiao Yi.
Dengan wajah yang cemberut, Xiao Yi membuka mulutnya lalu mengunyah dengan sangat cepat makanannya. Ternyata mementingkan gengsi itu tidak bagus.
Li Zheng Yu menyuapi secara bergantian putrinya dengan gadis itu. Ia seperti seorang ayah yang sedang membujuk anaknya untuk makan. Meski menjengkelkan tapi setidaknya Mei-Yin merasa bergembira.
Mei-Yin biasanya hanya sedikit makan kini sampai tambah hingga beberapa kali dengan syarat Li Zheng Yu menyuapi mereka.