Lin Xiao Yi sedang mewarnai kukunya dengan cat lalu mengembusnya agar cepat kering.
"Xiao Yi, kau tadi sungguh keterlaluan. Bagaimana jika mereka benar-benar orang kaya. Kita pasti akan mendapat masalah," ujar Fang Yin yang sudah berbaring terlebih dahulu di atas ranjang.
"Itu sebabnya aku menolak dengan keras. Tidak semua yang ada di dunia ini bisa dibeli atau ditukar dengan uang. Mereka terlalu sombong dan itu membuatku tidak suka dengan orang kaya," ucap Lin Xiao Yi dengan sinis.
"Tidak semua orang kaya seperti suamimu. Banyak juga yang tidak melibatkan harta dalam kehidupan mereka," tukas Fang Yin.
"Aku tidak punya suami. Aku hanya menganggap jika itu hanyalah sebuah mimpi ketika aku tertidur," ucap Lin Xiao Yi sembari menyipitkan matanya dengan tatapan tidak suka ke arah Fang Yin.
"Jangan melibatkan rasa trauma itu terus berlanjut. Terbukalah sedikit untuk menerima semua keadaan," saran Fang Yin.
"Aku penasaran seperti apa wajah suamimu itu." Fang Yin meletakkan jari telunjuknya di bibir.
"Apakah kau mau bersama dengannya?" lirik Lin Xiao Yi sambil memutar bola matanya.
"Jika kau ingin menggantikanku nanti aku akan mencari tahu dimana saat ini keberadaannya," imbuh Lin Xiao Yi.
"Aku hanya penasaran mengapa kau sampai kabur. Orang tuamu pasti sangat mengkhawatirkan dirimu saat ini," tukas Fang Yin seraya memandang Lin Xiao dengan tatapan rumit. Sudah sejak lama ingin mengatakan hal ini tapi takut menyinggung perasaannya.
"Bukankah sudah kukatakan jika dia itu pria yang sangat jelek dan perutnya juga buncit. Memiliki dua anak," tukas Lin Xiao yang kembali bergidik ngeri membayangkannya.
"Orang tuaku sudah tidak peduli denganku lagi semenjak aku kabur," lanjut Lin Xiao Yi sembari menghela nafas berat.
"Apakah kau melihat sendiri wajahnya?" ucap Fang Yin dengan tatapan menelisik.
"Tentu saja, aku melihatnya ketika hendak melangsungkan pernikahan. Aku merasa jijik sehingga tidak sudi melihat wajahnya lagi ketika pernikahan berlangsung," ujar Lin Xiao Yi sembari bergidik membayangka wajahnya ketika hari pernikahan.
Sekaya apapun pria itu Lin Xiao Yi tidak akan mengorbankan diri untuk keluarga. Lagi pula yang seharusnya menikah adalah saudaranya. Itulah sebabnya dirinya kabur meskipun harus dikhianati oleh kekasihnya.
Tok … tok … tok …
Suara ketukan pintu menghentikan obrolan mereka yang sedang berlangsung.
"Siapa lagi yang malam-malam seperti ini berkunjung?" gerutu Lin Xiao Yi.
"Biarkan aku membukanya siapa tahu penting. Bisa saja tetangga kita membutuhkan bantuan," ujar Fang Yin sambil bangkit berdiri kemudian keluar dari kamar.
Baru saja Fang Yin menapaki tangga yang terakhir, terdengar kembali suara ketukan pintu hingga beberapa kali.
"Siapa?" tanya Fang Yin untuk memastikan jika ada orang di luar.
"Saya, Nona," sahut suara seorang pria dari balik pintu.
"Itu seperti suara pria yang tadi," gumam Fang Yin sembari memasukkan kunci ke dalam lubang kemudian memutarnya hingga perlahan pintu terbuka.
"Anda bukankah yang tadi?" ujar Fang Yin sembari memandang Yuwen dengan dahi yang berkerut.
"Maafkan kami jika mengganggu kalian," ujar Yuwen sembari membungkukkan tubuhnya.
"Kami?" gumam Fang Yin yang tidak melihat siapapun di belakang Yuwen.
"Kedatanganku hanya mengantar Nona Mei-Yin karena Nona Lin Xiao Yi tidak mau datang ke rumah kami," ujar Yuwen sembari menggandeng tangan mungil.
Fang Yin merendahkan pandangannya, barulah ia melihat seorang anak kecil yang memiliki bulu mata yang lentik, rambut yang berponi serta wajahnya yang bulat. Sangat cantik dan menggemaskan untuk anak seusianya.
Fang Yin menggaruk kepalanya, sebenarnya tidak masalah jika anak itu menginap di rumahnya tapi dirinya tidak yakin jika Lin Xiao Yi bersedia melakukannya. Tadi saja ia sudah marah-marah mengatakan jumlah ka tidak menyukai anak kecil.
Setelah Yuwen menjelaskan semuanya akhirnya Fang Yin membawa Mei-Yin masuk ke dalam rumah. Lalu membawanya ke lantai dua.
"Xiao Yi, bangunlah." Fang Yin mengguncang tubuh Lin Xiao Yi yang sedang berbaring karena memakai masker wajah serta mata yang tertutup dengan irisan buah timun.
"Hmmm, ada apa?" ujar Lin Xiao Yi dengan rasa malas.
Fang Yin mengambil irisan buah timun yang ada di atas mata Lin Xiao Yi sehingga membuatnya membuka mata.
"Anak itu?" Lin Xiao Yi langsung terduduk ketika melihat Mei-Yin sudah duduk di tepian ranjang sambil mengerjapkan kedua bola matanya.
"Bagaimana bisa kau ada di sini?" ujar Lin Xiao Yi sembari beringsut mundur seperti melihat sesuatu yang mengerikan.