"Dia mencari mati." Torak bergumam.
Raine tertawa dengan sangat keras ketika ia mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh Torak, hingga kedua pipinya menjadi berwarna merah tua dan air matanya terlihat hampir mengalir dari ujung kedua matanya.
"Kenapa kau tertawa?" Torak menyilangkan kedua lengannya di depan dada dan bertanya kepada pasangannya dengan murung.
"Tidak mungkin jika kau cemburu padanya kan?" Raine berkata ketika tawanya sudah mereda dan ia menghampiri pasangannya yang sedang merajuk. "Kau tahu Calleb seperti apa." Ia menambahkan dan menjinjitkan kakinya untuk mengecup bibir Torak.
Torak menarik Raine mendekat dengan memegangi tengkuknya dan memperdalam ciuman mereka, karena merasakan ketergesaan dari pasangannya, Raine terkekeh di sela ciuman mereka.
Membutuhkan waktu beberapa saat untuk Torak melepaskan Riane dan menyandarkan dahinya di dahi Raine. "Aku memiliki kesabaran yang sangat besar terhadapnya, aku rasa." Jika itu adalah orang lain, Torak pasti sudah akan mengamuk besar dan pertumpahan darah tidak akan bisa dihindari lagi.
"Aku tahu bahwa kau juga menyayangi Gammamu." Raine berkata.
Tapi Torak melepaskan tubuh Raine dan mengerutkan dahi. "Itu terdengar sangat aneh." Ia berkata. "Tapi, jika menciummu sudah menjadi kebiasaan baginya, dia bisa melihat seberapa besar aku 'menyayangi' dirinya."
Calleb bahkan tidak menyapa Torak ketika ia memberitahukan kepada Raine sebuah kabar gembira. Pria itu menjadi lebih buta akan banyak hal dan kacau sejak ia bertemu dengan pasangannya...
***
Jedrek membaringkan tubuhnya di sebelah Lilac dan menarik tubuh gadis itu mendekat kepadanya untuk merasakan kehangatan dari Lilac. Jika ada sesuatu yang ia harapkan untuk mengakhiri hari yang melelahkan, itu adalah untuk berbaring bersama dengannya seperti ini.
Di dalam pelukannya, Lilac meringkuk mendekat kepada Jedrek dan menyundulkan kepalanya di leher Jedrek sementara Jedrek melingkarkan lengannya di tubuh Lilac lebih erat.
Lilac merasa aman dan sangat dicintai setiap kali Jedrek memeluknya seperti ini dan menghujaninya dengan ciuman kecil setiap kali ia mengira bahwa Lilac sudah tertidur. Itu adalah hal yang paling manis yang sangat Lilac sukai sekarang.
"Bagaimana dengan urusanmu bersama para centaurus?" Lilac bertanya, ia membuka percakapan dengan kedua matanya yang masih tertutup. Ia ingin Jedrek mengatakan segala hal kepadanya, karena ia selalu menyembunyikan banyak hal untuk dirinya sendiri selama ini.
Ia ingin Jedrek mengetahui bahwa ia ada untuknya dan akan mendengarkan setiap kalimat yang akan ia ucapkan.
"Kau tidak perlu khawatir akan hal itu," Jedrek mengecup kening Lilac lagi dan mengusap punggungnya dengan penuh kasih sayang, untuk membuatnya kembali tertidur.
Terasa sangat menenangkan dan Lilac mulai menguap lagi, tapi ia ingin mengetahui apa rencara Jedrek dengan para centaurus, maka ia memaksakan dirinya untuk bertanya lagi.
"Kau tidak akan membunuh orang-orang yang tidak bersalah, kan? Itu adalah kesalahan Chiron sendiri dan tidak akan adil jika kau menghukum mereka semua dengan hukuman yang sama." Lilac berkata dengan nada bicara yang halus, melawan godaan untuk kembali tertidur dengan lelap.
"Aku tidak melakukan itu, aku memberikan mereka pilihan." Jedrek membalas. Apa yang ia katakan tidak sepenuhnya salah, ia hanya tidak memberitahukannya secara detail mengenai apa yang ia berikan kepada para centaurus itu.
Namun, untuk mengetahui bahwa Jedrek tidak membuat keputusan karena keinginan sesaatnya, Lilac sedikit lebih tenang dan hanya membutuhkan waktu beberapa detik sebelum napasnya menjadi stabil dan ia tertidur kembali.
Jedrek tidak tahu apakah Lilac akan setuju dengan apa yang sudah ia putuskan atau tidak, tapi setidaknya, dengan kondisinya saat ini, ia tidak akan ada disana, pada hari pengeksekusian untuk melihat apapun yang akan terjadi.
***
Calleb melangkah mondar-mandir di halaman belakang, ia terlihat sangat segar dan bersih untuk seseorang, yang hanya ingin berputar-putar sebelum tidur.
Itu benar ketika orang-orang berkata, ketika kau bahagia, aura itu akan keluar dari dalam dirimu dan membuatmu terlihat jauh berbeda. Beberapa orang yang ia temui, bahkan harus menolehkan kembali kepala mereka untuk melirik yang kedua kalinya.
Raphael dan Lana tidak bisa berkata-kata ketika secara tiba-tiba Calleb mengetuk pintu kamar mereka dan mengganggu dengan beberapa pertanyaan, karena ia terlalu takut untuk mengganggu Raine karena Torak pasti akan membunuhnya jika ia melakukan itu pada waktu seperti ini.
Itu tidak bertahan lama juga, karena Raphael mengusirnya keluar karena telah mengganggu waktu istirahat pasangannya yang tengah mengandung.
Tapi, itu tidak mempengaruhi suasana hatinya sedikitpun.
Calleb terus berjalan kesana kemari di taman belakang ini, menunggu Rosie datang, mengendus udara juga, berharap bahwa ia akan mencium aroma manis darinya, tapi sudah satu jam berlalu dan gadis yang ia tunggu kedatangannya tidak juga terlihat.
Apakah Bree berbohong kepadanya? Atau, ada sesuatu yang terjadi kepada pasangannya? Calleb menggelengkan kepalanya untuk membersihkan pikirannya sendiri, imajinasinya menjadi liar.
Namun, setelah tiga puluh menit kemudian berlalu dan Rosie serta Bree tidak juga terlihat, Calleb menjadi cemas. Ia menjulurkan lehernya dan berjalan dari sana kemari di halaman belakang.
Baru saat itu, ia merasakan sebuah aroma, namun itu bukan milik Rosie, namun itu adalah aroma dari salah satu kakak Rosie. Calleb tidak begitu yakin, apakah itu Ian atau Ethan.
Ian atau Ethan datang bersama dengan Bree.
"Calleb!" Bree menyapa Calleb dengan gembira dan menghampirinya. "Apa kau sedang menungu Rosie?" Ia bertanya.
Pertanyaan dari gadis itu membuatnya seakan tertekan, karena Ian atau Ethan juga datang bersamanya, sambil memegang sebuah piring besar di tangannya, sepertinya itu adalah makanan yang ia dapatkan dari dapur untuk makan malam mereka.
"Ya, kau berkata bahwa kau akan datang bersama Rosie untuk mengambil sesuatu dari dapur," Calleb menjawabnya dengan canggung.
"Ya, tapi benda itu terlalu berat, maka paman Sterling mengatakan padanya untuk pergi dan mengambilnya." Bree berkata dengan polos. Ia tidak melakukan kesalahan apapun, gadis itu hanya ingin membantu Calleb. Hanya saja sang Gamma, yang belum cukup beruntung.
Dalam sekejap, hati Calleb terasa seperti jatuh dengan kencang. Ekspresi wajahnya menjadi sedikit lebih muram bersamaan dengan kekecewaan yang keluar dari dalam dirinya.
"Bree, ayo kembali atau kita akan terlambat makan malam." Laki-laki yang berada di belakangnya itu berkata, ia menepuk bahu kecil Bree.
"Okay," Bree berkata dengan semangat, melompat-lompat kegirangan dengan mendengar kata makan malam. "Sampai jumpa Calleb!" ia melambaikan tangannya kepada Calleb.
Tapi kemudian, kakak Rosie berbalik dan berkata kepada Calleb. "Jika kau belum makan malam, kau bisa datang dan makan malam bersama dengan kami."
"Benarkah?" Calleb mengangkat tangannya dan menatap ke arah kakak Rosie dengan penuh harap. "Ayahmu tidak akan membunuhku?"