Happy Reading
Akibat ulah kejahilan temannya, Felicia harus menghadap wali kelasnya yang tampan itu. Gadis itu masih terdiam sambil menundukkan kepalanya di depan sang guru biologi. Kehadiran Maya di ruangan itu semakin menambah kecanggungan di antara mereka. "Apa hukuman untuk kita, Pak?" tanya Maya pada James yang sejak tadi memandangi Felicia yang menundukkan kepalanya karena sangat malu.
"Sepertinya kamu begitu bersemangat untuk menerima hukuman," sahut James pada gadis cantik yang menjadi anak didiknya. Di mata James, Maya memang cukup cantik dan juga rajin. Hanya kadang-kadang saja gadis itu selalu melakukan hal konyol baik di dalam maupun di luar kelas. Lelaki itu kadang hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkah konyol muridnya itu.
Maya justru melemparkan senyuman pada wali kelasnya itu. Dia bisa tahu jika diam-diam gurunya itu menyukai teman barunya. Bahkan tatapan James pada Felicia sangat berbeda, tak seperti pada murid-murid lainnya. "Bagaimana jika hukuman kita menemani Pak James jalan-jalan selama seminggu?" Maya sengaja mengatakan hal itu untuk memancing dua orang di sampingnya.
"Apa!" James dan Felicia memberikan respon yang sama. Hal itu membuat Maya semakin yakin jika ada sesuatu di antara mereka berdua.
"Jangan ngawur, Maya! Selama satu bulan, kalian berdua wajib untuk membantu saya setiap kali ada praktek di laboratorium. Itu adalah hukuman yang paling bagus untuk kaliane see berdua," ujar James sambil memalingkan badannya lalu duduk di kursinya. Lelaki itu mengambil sebuah catatan kecil dan pena di mejanya lalu memberikan pada Maya. "Tulis nomor telepon kalian!" ucapnya.
Setelah kedua gadis itu menuliskan nomor teleponnya, tiba-tiba terdengar bunyi bel yang cukup jelas di telinga mereka semua. "Pulanglah dengan hati-hati! Jangan bertindak ceroboh!" tegas James pada dua muridnya.
"Baik, Pak," jawab kedua gadis itu dalam waktu yang hampir bersamaan. Mereka berdua akhirnya bisa bernafas lega setelah keluar dari ruangan itu. Seolah segala beban di pundaknya berangsur menghilang. "Kamu masih membawa sepedamu?" tanya Maya pada seorang gadis yang juga mendapatkan hukuman dari wali kelasnya itu.
Felicia mengambil tas miliknya di bangku dan memalingkan wajahnya lalu memandangi Maya yang sudah menunggunya untuk pulang. "Aku selalu menaiki sepeda untuk ke sekolah. Rumahku cukup dekat dari sini," jawabnya dengan senyuman yang cukup lembut.
"Mulai besok ... biar aku yang mengantar dan menjemput mu. Rasanya aku tak rela kamu menaiki sepeda dalam teriknya sinar matahari yang membakar tubuhmu itu," ucap Maya dengan bibir yang sengaja dikerucutkan agar temannya itu mau berangkat bersamanya.
Gadis itu terlihat berpikir sebelum menjawab pertanyaan dari Maya. Dia tak ingin mengecewakan teman dekatnya itu. Di sisi lain, Felicia tak ingin menunjukkan jati dirinya yang terlahir dari keluarga yang cukup berada. "Bukankah itu akan sangat merepotkan bagimu? Aku tak ingin membebanimu dengan mengantar ataupun menjemputku ke rumah," jawabnya dengan sedikit keraguan yang terlihat di wajahnya.
"Bagaimana aku bisa repot? Kamu itu bukannya temanku lagi, aku menganggap kamu sebagai sahabatku," tegas Maya pada sahabatnya itu.
Felicia cukup tersentuh dengan ucapan Maya kepadanya. Dia tak pernah menyangka bisa menemukan seseorang yang begitu tulus menjadikan dirinya seorang sahabat. Sebuah penghargaan yang cukup berharga bagi seorang gadis yang baru beberapa hari tinggal di kota Solo. "Bagaimana jika aku berangkat ke sekolah bareng Mama saja, nanti barulah pulangnya kita bisa pulang bersama." Sebuah jawaban yang tentu saja menjadi sudah dipikirkan oleh Felicia sebelum mengatakannya pada sahabat barunya itu.
"Okay. Mulai besok, akulah yang akan mengantarkan tuan putri ini untuk pulang ke istana." Maya mengatakan hal itu dengan gaya bicara yang sangat lucu dan menggemaskan. Felicia sampai tertawa terbahak-bahak melihat kekonyolan sahabatnya itu.
Mereka berdua lalu keluar dari ruang kelas menuju area parkir sekolahnya. Tanpa disangka, kedua gadis itu kembali bertemu wali kelasnya yang juga hendak membuka pintu mobilnya. "Kalian berdua masih belum pulang?" tanyanya pada kedua gadis yang sedang berjalan beriringan itu.
"Kami baru saja berdiskusi di kelas, Pak. Ada hal penting yang harus kami diskusikan sebelum pulang," jawab Maya dengan sangat sopan.
James hanya menganggukkan kepalanya sambil memandangi mereka berdua. "Oh ya ... besok pagi akan ada praktek biologi di laboratorium, sebaiknya kalian berdua datang lebih pagi. Aku tak ingin jika kalian melupakan hukuman yang harus kalian terima," ujar sang guru biologi pada anak didiknya itu.
"Kami akan datang sebelum jam 7 pagi, Pak." Maya pun kembali menjawab pertanyaan wali kelasnya. Sedangkan Felicia tersenyum sambil menganggukkan kepalanya sebagai tanda setuju. "Mari, Pak. Kita duluan," pamit mereka pada gurunya.
Felicia langsung mengambil sepedanya dan Maya juga langsung masuk ke dalam mobil. Kedua gadis itu akhirnya berpisah di gerbang sekolah. Kebetulan arah mereka pulang berlawanan arus. Felicia mengayuh sepedanya dengan sangat hati-hati, dia merasa sangat bahagia hari itu. Felicia tak menyangka jika akan mendapatkan seorang sahabat yang begitu baik dan sangat perhatian kepada dirinya. Tanpa sadar, Felicia sudah berada di depan rumah mewah dengan gerbang tinggi mengelilinginya. Gadis itu meletakkan sepedanya di halaman depan lalu masuk ke dalam rumah. Seorang pelayan menyambutnya dengan sangat ramah. "Di mana Mama, Bik?" tanyanya pada seorang wanita paruh baya yang baru saja bekerja di rumahnya.
"Nyonya baru saja keluar bersama Tuan Felix, Non," jawab wanita yang bekerja di rumah itu.
Felicia berjalan menaiki tangga namun tiba-tiba dia berhenti dan membalikkan badannya. "Bik. Tolong nanti jika Mama pulang, katakan padanya kalau aku ingin berbicara penting." Gadis itu langsung melanjutkan langkahnya menuju ke kamar. Setelah mengganti baju dan membersihkan dirinya, Felicia langsung membaringkan tubuhnya di atas ranjang besar yang cukup nyaman dan membuainya ke dalam mimpi indah. Baru saja berbaring, gadis itu sudah terlelap dan tenggelam dalam dunia yang diciptakannya sendiri.
Tak berapa lama, sebuah mobil yang cukup mewah memasuki halaman rumah. Turunlah Amelia dan juga suaminya, Felix. Mereka baru saja mendatangi sebuah undangan makan siang dari seorang teman lama. "Mas. Apakah kita harus mengatakan pada Felicia sekarang?" tanyanya dengan wajah cemas.
"Tak perlu terburu-buru. Biarkan anak itu melewati masa mudanya dulu. Jangan sampai dia kehilangan masa-masa terindah saat SMA," balas Felix sambil berjalan memasuki rumah mewah milik mereka.
Baru saja memasuki rumah, seorang pelayan datang untuk menyambut kedatangan mereka berdua. "Nyonya. Tadi Non Felicia berpesan jika ingin berbicara penting pada Anda," ucap pelayan itu dengan sopan.
"Anak itu sudah pulang ya ... terima kasih, Bik. Aku akan ke kamarnya." Amelia pun berjalan menaiki tangga menuju kamar anak kesayangannya. Begitu membuka pintu, terlihat gadis itu terlelap seperti seorang putri raja. Wanita itu membelai lembut anaknya, mencurahkan seluruh kasih sayang yang mendalam.