webnovel

Membalas

Setelah Zen menteleportkan Remia dari tempat ini menuju Alaska, Zen lalu menatap prajurit yang hendak memperkosa Remia dengan tatapan membunuh. Zen perlahan berjalan kearah prajurti tersebut, yang saat ini masih berteriak kesakitan setelah kelaminnya dipotong oleh Zen.

"Siapa ka- AHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHH"

Teriaknya disebabkan setelah sebuah dager menancap pada pahanya. Tertancapnya dager tersebut pada pahanya, bukanlah yang membuat dirinya berteriak, tetapi efek yang ditimbulkan dari dager tersebut yang mulai melelehkan bagian tubuhnya tersebut.

Suara teriakannya terus menggema, hingga beberapa prajurit mulai memasuki rumah Remia saat ini. Namun sebelum mereka memasuki tempat ini, kepala mereka tiba – tiba saja mulai terlepas dari tubuh mereka, setelah Zen langsung memenggal mereka satu persatu.

Setelah melihat para prajurit yang dibunuhnya sudah tergeletak, akhirnya dia mendapatkan sebuah pesan dari Yue, yang mengatakan semuanya sudah bersiap untuk berperang saat ini.

Namun sebelum menteleportkan para wanitanya ketempat ini, Zen kembali menuju orang yang ingin memperkosa Remia dan menancapkan dagernya menuju bahunya, dan membiarkan asam yang keluar dari dager tersebut, melelehkannya hingga tewas.

Setelah puas melihat prajurit tersebut menderita, akhirnya Zen menteleportkan para wanitanya ketempat ini. Mereka mulai muncul satu persatu dengan perlengkapan perang mereka saat ini.

"Dimana peperangannya Zen?" tanya Yue

"Tepat didepan kita. Yue, Shea dan Tio pergilah terlebih dahulu, dan selamatkan penduduk dikota ini" kata Zen. Mereka bertiga mulai megangguk dan mulai melesat dari sana.

Saat ini, wanita yang tersisa, yaitu Alice, Rina, Suguha, Shizuku, Kaori dan Sinon saat ini menatap Zen dan menunggu intruksi darinya.

"Apakah kalian sanggup membunuh manusia?" tanya Zen kepada mereka.

Alice dan Rina langsung mengangguk, dikarenakan memang sebelumnya mereka dilatih menjadi ksatria, dan peperangan dan pembunuhan merupakan hal lumrah bagi mereka. Namun tidak dengan keempat orang lainnya.

Suguha merupakan gadis yang suka bertarung, tetapi sama sekali belum pernah terlatih membunuh manusia sebelumnya sama seperti Shizuku, sedangkan Sinon sendiri mempunyai trauma akan hal itu sebelumnya. Apalagi dengan Kaori yang sama sekali tidak mempunyai pengalaman seperti itu.

"Baiklah Alice dan Rina, ikutlah bersama yang lainnya membantu penduduk dikota ini" kata Zen dan dibalas anggukan oleh mereka berdua dan mulai beranjak dari sana.

Setelah mereka berdua sudah pergi, saat ini keempat orang yang lain hanya tertunduk, karena memang mereka belum siap sepenuhnya untuk membunuh manusia saat ini.

"Maafkan kami Zen, tetapi kami belum siap melakukan semua ini." kata Sinon.

"Tenanglah, aku tidak memaksa kalian membunuh manusia, tetapi aku harap kalian terbiasa dengan peperangan, karena kalian akan mengikutiku dimasa depan" kata Zen dan dibalas anggukan oleh mereka berempat.

Akhirnya mereka berlima mulai beranjak dari tempat tersebut dan mulai menuju kesebuah atap rumah untuk melihat situasi kota ini, meninggalkan prajurit yang sebelumnya yang tubuhnya mulai meleleh.

Memang Zen memasang barier agar suara prajurit tersebut tidak keluar, dikarenakan semua wanitanya akan datang ketempat ini. Awalnya keempat orang tersebut, sempat terganggu dengan kejadian tersebut, namun sebisa mungkin mereka tahan.

"Ueeekkkkkk"

Sinon dan Kaori saat ini mulai muntah melihat peperangan yang terjadi ditempat ini, dimana saudara perempuannya yang lain mulai membunuh dengan sadis satu persatu prajurti yang menyerang kota ini.

Suguha dan Shizuku sendiri saat ini, mulai merasa tidak nyaman dan mulai mengeratkan genggamannya pada pakaiannya dengan gemetar saat ini. Zen saat ini hanya membiarkan saja mereka, karena dia tahu jika mereka ingin mengikutinya kelak, mereka harus terbiasa.

"Apakah kalian ingin aku teleportkan menuju tempat lain?" tanya Zen.

Sinon mulai menggeleng untuk menjawab pertanyaan Zen tersebut, karena dia sadar jika dia mengikuti Zen, dia harus terbiasa dengan ini. Sementara Suguha, Shizuku dan Kaori saat ini mulai menguatkan dirinya menatap adegan demi adegan pembantaian saat ini.

"Kalau begitu, aku akan membantu yang lainnya, kalian bisa tetap berada disini atau memasuki rumah tersebut, jika kalian merasa kurang nyaman" kata Zen dan dibalas anggukan oleh mereka berdua.

Zen mulai melesat meninggalkan mereka berempat, dan memasuki medan perang. Satu persatu para prajurti kekaisaran yang ditemuinya mulai dia bunuh, tanpa pandang bulu saat ini. Memang tindakannya menjadi harapan bagi para penduduk ditempat ini.

Terutama melihat jubah yang dikenakan oleh Zen dan yang lainnya, karena mereka mengetahui identitas mereka yang memakai jubah tersebut saat ini. Sementara itu, Shea dengan palunya terus membantai beberapa pasukan, hingga dia menemukan manusia kelinci yang lainnya.

"Senang bisa bertemu denganmu ditempat ini, Nona Shea" kata salah satu manusia kelinci yang ikut peperangan dikota ini.

"Menagapa kalian disini?" tanya Shea sambil menghantamkan palunya pada seseorang prajurit kekaisaran.

"Ah... kami sebenarnya bertugas menjaga kota ini, namun sayangnya terjadi peperangan dan kami ikut membantu" kata salah satu manusia kelinci yang saat ini masih berperang bersama saat ini.

Memang perilaku mereka berbeda dengan perilaku manusia kelinci yang dilatih Hajime pada kisah aslinya, karena Zen melatih mereka dengan tata cara militer seperti dunia asalnya, sehingga perilaku mereka tidak terlalu menyimpang saat ini.

"Ah... Nona Shea, apakah nona mengetahui orang ini? karena sepertinya dia sangat akrab" kata salah satu manusia kelinci sambil melemparkan sebuah mayat tepat didepannya.

"Inikan.." Shea mulai mengingat siapa prajurit terebut, yang merupakan prajurit yang memimpin prajurit lainnnya untuk mengejarnya beserta kawanannya.

"Benarkah, pantas saja dia mengatakan bahwa dia kapten dari penyerangan ini, kami sengaja melumpuhkannya pertama kali, agar pasukannya tidak memiliki komando yang memerintah mereka" kata orang yang melemparkan mayat tersebut.

"Kerja bagus" kata Shea dan mulai melanjutkan pembantaian mereka ditempat ini.

Disisi lain, Sinon sudah mulai terbiasa dengan adegan ini, mulai melihat seorang ras dagon sedang ditawan dengan sebuah pedang pada lehernya, oleh seseorang prajurit kekaisaran. Prajurit tersebut, menawannya karena dia sudah mulai dikepung oleh beberapa ras dagon yang lain.

"Apa yang harus aku lakukan" kata Sinon melihat adegan tersebut, karena tidak melihat saudara perempuannya yang lain beserta Zen disekitar wanita yang ditawan tersebut.

"Kalau kamu tidak bisa membunuh, bukankah kamu bisa melumpuhkan mereka" begitulah suara yang tiba – tiba muncul dari dalam benaknya, dan dia tahu siapa yang mengirimkannya kepadanya.

"Benar kata Zen, walaupun aku tidak bisa membunuh manusia, aku masih bisa melumpuhkannya" kata Sinon dan mulai mengeluarkan sebuah senjata laras panjang bertipe Sniper.

Suguha bingung dengan apa yang dilakukan oleh Sinon, yang saat ini sudah berbaring dan bersiap menembak sesuatu, dan melihat Sinon saat ini sedang fokus membidik targetnya. Mereka bertiga sempat bingung, apakah Sinon sudah siap membunuh orang saat ini.

Sinon mulai menghembuskan nafasnya dan mencoba fokus, untuk membidik bahu dari prajurit yang menawan seseorang saat ini. Setelah memastikan hembusan angin dan faktor lainnya, Sinon mulai menarik pelatuknya.

"Bang" suara senjatanya mulai menggelegar ditempat tersebut, dan diikuti suara teriakan dari target yang dibidiknya. Setelah pria tersebut terkena tembakan Sinon, dia langsung melepaskan orang yang ditawannya dan langsung diserbu oleh ras dagon lainnya.

Ketiga wanita tersebut disisi lain, akhirnya paham dengan apa yang dilakukan oleh Sinon saat ini. Dia tidak membunuh, tetapi membantu yang lainnya saat ini. Akhirnya Suguha mulai mengeluarkan katananya dan bersiap untuk membantu menahan serangan beberapa prajurit saat ini.

"Mari kita ikut berperang"

Chương tiếp theo