webnovel

A.19 THE EXPECTATION

Baru saja pulang dari tugas luar pulau sudah dihubungi untuk mengurus pekerjaan lagi, melelahkan saja. Bella mengatupkan bibirnya membaca pesan dari Vincent. Sungguh mengganggu tengah malamnya. Padahal beberapa menit yang lalu Ia sangat senang karena sebentar lagi akan bertemu dengan Aron. Di pertemuan kedua nanti, Ia berencana untuk mengambil hati lelaki itu dengan membicarakan apa yang mereka sukai di dunia BDSM.

Semenjak Bella dipindahkan ke kantor Vincent, lelaki itu memang lebih suka memberi tugas kepada Bella dari pada kepada ketiga sekretarisnya yang lain. 

"Bella, ngomong-ngomong apa Kau sudah kenal Pak Vincent sebelum kerja di perusahaan ini?" bisik Keilla saat mereka berada di meja yang sama.

"Itu karena Bella supel kepada semua orang, Keil," sahut Chelsea.

"Kau tidak usah iri," sambung Virra.

"Tidak usah takut bicara pada siapapun termasuk Pak Vincent, itu akan membuatmu akan cepat dikenal dan diperhatikan," dalih Bella.

Kedua staf Chelsea, termasuk Chelsea tidak tahu sama sekali apa yang sebenarnya terjadi di antara Bella dan Vincent. CEO muda itu tidak pernah menampakkan watak aslinya kepada stafnya kecuali Bella. Jika Bella berminat untuk mengacak-acak reputasi Vincent mudah saja. Gadis itu sudah terlanjur memegang kartu merah Vincent.

"Bella, tolong ke ruangan saya," panggil Vincent melalui interkom.

Keilla mengambil alih komputer yang sedang digarap Bella tanpa diminta. Dengan beribu pertanyaan, Bella bergegas menuju meja Vincent.

"Ada apa, Pak?" tanyanya dengan nada ketus.

Vincent mengangkat dagunya, wajah penatnya membuat Bella bersorak senang. Tampaknya Vincent tengah pusing mengurus pekerjaannya.

"Begini," ujar Vincent. "Karena waktu itu Kau tidak mau tidur denganku, maka aku ingin meminta ganti rugi padamu," lanjutnya. 

"Ga … ganti rugi?" Bella mengerutkan dahi. Ia harus membayar berapa, belum tuntas Ia memikirkan mengapa Vincent memanggilnya, kini Ia juga mendengar mulut lelaki itu menagih ganti rugi.

"Aku ingin berhubungan badan dengan semua karyawan di sini selama seminggu penuh," putus Vincent. Seringai ganas tercetak di wajah lelaki berwajah tampan nan mengerikan.

Bella mendengar itu merasa jengkel, mengapa Ia harus bertanggung jawab atas kepuasan pribadi Vincent? Anehnya, Vincent memiliki keinginan itu dan saat mabuk Ia mengatakan bahwa dirinya adalah istrinya. Mungkinkah Vincent menginginkan dirinya? Bella bergidik ngeri, jangan sampai Ia bercinta dengan lelaki hidung belang itu.

Bercinta? Apakah lelaki itu memiliki rasa cinta? Oh, tidak. Ia hanya punya nafsu belaka, Ia tidak punya rasa cinta.

"Itu hanya keinginan jorok Anda, Pak. Mereka belum tentu mau menuruti …."

"Yang mau saja, yang tidak mau tidak usah," Vincent memotong ucapan Bella, membuat gadis itu menggertakkan giginya penuh amarah.

"Oh iya, satu lagi. Jangan menyampaikannya secara jelas," ujar Vincent. Keluarga dan jajaran direksi senior bisa bertindak jika mereka tahu.

"Lalu?" Bella memutar bola matanya.

"Terserah Kau yang penting berhasil," jawab Vincent kemudian mengibaskan tangan memberikan isyarat agar gadis itu kembali keluar dari ruangannya.

Bukan Vincent namanya jika tidak bersikap sewenang-wenang kepada Bella. Gadis itu mengutuk kelakuan kekanakan lelaki MKKB di balik pintu kayu berukir yang megah. 

"Dasar Masa Kecil Kurang Bahagia! Makanya giliran sudah tua suka aneh-aneh," gerutu Bella dalam hati.

Aha, Bella menjentikkan jari ketika Ia mendapatkan ide untuk membuat survey rahasia di kantor tentang kehidupan di luar kerja. Ia bergegas masuk ke ruangan Vincent meninggalkan komputernya yang masih menyala. Ia menanyakan kepada Vincent tentang idenya.

"Terserah Kau. Kalau begitu kerjakan di rumah, jangan sampai Chelsea dan kedua anaknya tahu," ucap Vincent.

Bella berdecih, Vincent memang bobrok. 

Tugasnya semakin menumpuk dan membuat Bella sedikit jengkel. Sebelumnya Ia sudah mengagendakan untuk bertemu Aron setelah jam kantor selesai. Masih ada waktu jika hanya sekedar  membuat angket, batinnya.

Layar handphone-nya berpijar, notifikasi pesan dari lelaki tampan dan cerdas membuatnya tersenyum senang.

"Bella, sampai jumpa nanti," chat Aron.

"Iya, Kak. Sampai jumpa nanti," balas Bella.

"Mau bahas apa saja nanti?"

"Bahas apa saja boleh, Kak. Tapi aku mau tanya-tanya preferensi," Bella semakin bersemangat.

Seperti apa yang disarankan orang-orang, jika ingin mengenal seseorang dari dunia medsos sebaiknya bertemu minimal tiga kali. Pada pertemuan pertama bisa jadi seseorang sangat menjaga penampilannya untuk menarik simpati lawan bicara, tetapi di pertemuan kedua atau ketiga kita sudah bisa mulai untuk membaca watak asli seseorang. Apakah Aron masih sama seperti sebelumnya, cerdas dan berkarisma?

Hari ini terasa sangat panjang, bel jam pulang kantor masih sangat lama. Bella bersikeras fokus pada pekerjaannya, memeriksa notulensi rapat yang dikumpulkan oleh Keilla dan Virra. Kedua rekannya sudah banyak berpengalaman menjadi sekretaris tingkat tinggi di perusahaan ini, sedangkan dirinya hanya punya pengalaman untuk mendampingi Vincent kunjungan ke luar pulau. 

Jam pulang kantor masih satu jam lagi tetapi itu sangat lama, Bella menghela nafas. Ia iseng membuka tasnya apakah bedak, parfum, dan lipstik yang sudah Ia siapkan terbawa.

"Eh, kita belum pernah makan-makan bersama di luar, lhoo," ucap Chelsea.

"Iya, kita belum pernah jalan bersama di luar," sambung Keilla.

"Adain, yuk."

"Kalau besok saja bagaimana?" Bella mendahului yang lain agar jangan sampai mereka mengagendakan hari ini.

"Hmm, boleh. Tapi mengapa tidak sekarang saja?" tanggap Chelsea.

"Aku sudah ada acara di kost, Chelsea," ujar Bella.

Tidak mungkin baginya untuk berterus terang mengatakan bahwa dirinya akan menemui seorang lelaki, apalagi lelaki itu Ia kenal di dunia alter. Hancur lebur jika Vincent sampai mendengarnya. Lebih baik Ia mengajukan resign lagi jika vIncent sampai tahu.

"Besok saja tidak apa-apa," Virra mendukung usulan Bella. 

"Kita ketemu di mana?" chat Aron. Bella membalasnya dengan lampiran peta.

"Tapi aku mau ke ATM dulu, Kak," tambah Bella.

"Oke." 

Balasan singkat mendarat di layarnya. Bella ingin tahu bagaimana reaksi Aron ketika dirinya berlama-lama antre di ATM. Hal itu sering digunakan orang-orang untuk menguji kesabaran pasangannya. Aron bisa saja menggerutu dan menampakan rasa kesalnya ketika antrean ATM tak kunjung habis. Sebaliknya, Ia juga bisa bersabar menunggu Bella dan membuat gadis itu terkesan.

Setiap perempuan pasti memiliki ekspektasi terhadap lelaki, dan Bella adalah perempuan yang lebih suka membuktikan ekspektasinya meski akhirnya Ia mendapatkan hasil yang tidak sesuai. Itu terasa menyenangkan. Di luar sisi dominant Aron, lelaki itu pastinya tidak jauh beda dengan lelaki pada umumnya. Ada kriteria-kriteria penting yang Bella catat dan wajib dimiliki oleh lelaki yang ingin bersamanya.

Kecerdasan dan ketampanan Aroon tidaklah berarti jika ternyata lelaki itu adalah pecundang dan temperamental. Selihai apapun Ia di dunia BDSM, tidak akan berarti jika ternyata di dunia sehari-hari Ia adalah seorang penjahat. Bella belum mengenal Aron yang sebenarnya, Ia hanya memiliki ketertarikan pada lelaki itu yang sebenarnya lebih tepat jika dikatakan sebagai rasa penasaran saja.

***

Chương tiếp theo