Sonia berjalan terburu menuju ruang rawat Unaya. Jeni dan Yeri mengikuti langkah Sonia dengan tergopoh-gopoh, sementara itu Jun sedang on the way menuju rumah sakit. Begitu matanya menangkap sosok Jeka dan Suryo, wanita itu semakin mempercepat langkahnya. Wajahnya penuh amarah, kesal sekali pada satu manusia egois. Siapa lagi kalau bukan Suryo. Kendati lelaki itu sudah sadar akan kesalahannya, namun tetap saja bagi Sonia ialah yang patut disalahkan.
"Kamu masih berani nunjukin muka kamu disini?!". Desisnya langsung begitu sampai di depan dua laki-laki yang tadi sedang berbincang serius itu. Jeka dan Suryo langsung berdiri, terkejut dengan kedatangan Sonia yang tiba-tiba.
"Mama, udah dateng dari tadi?". Tanya Jeka basa-basi. Sudah bisa menangkap raut amarah dari wajah Sonia. Jeka berusaha mencairkan suasana, ia tidak mau ada keributan. Situasi sudah rumit, maka lebih baik mencari solusi untuk masalah ini ketimbang ribut dan menyalakan satu sama lain. Semua sudah terlanjur terjadi, tidak bisa diperbaiki.
"Kamu masih berani nunjukin muka setelah apa yang kamu lakukan sama anak saya, ha?". Desis Sonia sekali lagi tanpa menghiraukan Jeka.
"Unaya juga anak saya, saya yang ngerawat dia setelah kamu meninggalkan kami". Sahut Suryo dengan berani.
"Omong kosong!". Bentak Sonia kemudian menampar pipi Suryo.
"Ma, tenang Ma. Jangan ribut disini". Cegah Jeka. Yeri dan Jeni merangkul lengan Sonia agar wanita itu tidak berbuat macam-macam.
"Gak bisa Jeka! Mama gak bisa tenang setelah masa depan anak mama hancur! Coba bayangkan bagaimana jadinya Unaya nanti? Dia pasti bakal menanggung malu dan terpuruk, mama gak bisa bayangin betapa hancur perasaannya. Dia kehilangan sesuatu yang berharga Jeka. Kasihan Unaya...". Tangis Sonia pecah. Tubuhnya limbung dipelukan Jeni. Wanita itu seperti merasakan apa yang Unaya rasakan. Merasakan hancurnya, sakitnya, sedihnya. Sebab wanita itu yang melahirkan Unaya, ia tahu betul perasaan putrinya. Meski ia tidak merawat Unaya secara utuh, meski ia pernah meninggalkan tanggungjawab sebagai seorang ibu.
"Mama tenang aja, Jeka akan menikahi Unaya. Jadi Unaya gak perlu menanggung malu. Ini salah Jeka juga karena gak bisa menjaga Unaya seperti permintaan Mama". Kata Jeka sambil menunduk. Ia sadar telah melakukan kesalahan besar, membiarkan Unaya tinggal di rumah seorang iblis. Padahal ia telah berjanji pada Sonia untuk menjaga Unaya bagaimanapun caranya. Tapi sayang, Jeka telah gagal menjalankan perintah itu.
"Kamu aja yang tanggungjawab? Terus orang ini mau tanggungjawab apa buat bayar kesalahannya?". Sindir Sonia. Wanita itu menatap Suryo dengan penuh kebencian. Benci sekali karena lelaki yang selama ini sudah merasa paling benar mendidik putrinya itu malah diam saja.
"Kamu mau saya melakukan apa? Saya tahu betul jika semua ini bermula dari saya. Saya rela melakukan apa saja, kalau memang bisa menebus kesalahan saya pada Unaya". Ujar Suryo sungguh-sungguh. Sonia salah jika mengira Suryo sama sekali tidak menyesali perbuatannya. Suryo sangat menyesal telah menjodohkan Unaya dengan Guan, entah sudah berapa kali lelaki itu berujar demikian. Bahkan mungkin ia akan dihantui rasa bersalah ini selamanya. Karena keegoisannya, sesuatu yang paling berharga dari putrinya terenggut. Bahkan membuat masa depan Unaya nyaris hancur karena trauma.
"Pergi sejauh mungkin dari kami. Saya benci sekali sama kamu. Saya meninggalkan semuanya demi kehidupan yang layak untuk Unaya dan Jeni. Tapi seperti ini akhirnya? Saya memang menyesalinya, tapi saya tidak pernah menyesal telah meninggalkan kamu dulu". Sahut Sonia kemudian masuk kedalam ruang rawat Unaya diikuti Jeni dan Yeri.
Selepas ucapan Sonia tadi, Suryo semakin tertunduk pilu. Kini ia sudah jatuh dan tidak punya apa-apa. Harta tidak punya, keluarga pun tidak. Lelaki itu tidak pernah menduga jika Tuhan dengan begitu cepat mengambil semuanya. Inikah balasan dari keserakahannya selama ini?
"Om, omongan Mama Sonia tadi tolong jangan dijadiin beban. Meski Om gak bisa tinggal sama kita, tapi Om bisa tinggal di daerah yang gak begitu jauh. Jadi Om masih bisa ketemu Unaya". Hibur Jeka.
"Jeka, kamu butuh orang gak buat mantau cabang Boba kamu?". Tanya Suryo yang jelas melenceng dari perkataan Jeka tadi.
"Eunggg... Butuh sih Om, tapi di Jogja". Sahut Jeka setelah mengingat-ingat sesuatu.
"Kalau gitu biar Om aja yang lakuin".
"Hah? Om serius? Harus gitu Om pergi ke Jogja. Tapi Unaya?". Jeka jelas kaget dengan perkataan Suryo. Lelaki itu benar-benar tertekan dengan perkataan Sonia rupanya. Tapi kalau Suryo pergi, apa nanti Unaya tidak semakin sedih? Mengingat gadis itu terjebak dengan Guan demi membebaskan Suryo dari penjara.
"Omongan Sonia tadi benar. Om gak mau jadi beban lagi. Om sudah sangat bersalah. Biarkan Om menjauh sementara untuk introspeksi diri. Kalau sudah siap bertemu Unaya lagi, Om akan pulang".
"Tapi apa Om gak pikirin perasaan Unaya. Kalau dia tambah sedih gimana? Apalagi Unaya jadi kayak gini karena mau bebasin Om dari penjara, eh maksudnya". Jeka menepuk mulutnya karena merasa salah bicara. Apalagi setelah mendengar ucapannya Suryo langsung tersenyum kecut.
"Kamu juga tahu kan kalau semua ini salah Om? Om malu sama kalian, Om gak pantas ada ditengah-tengah kalian. Setelah menikahkan kalian, Om akan pergi". Suryo menepuk-nepuk pundak Jeka. Sementara itu Jeka diam saja, tidak bisa menghalangi karena sudah menjadi keputusan Suryo.
***
"Ma, sebenarnya Kak Unaya kenapa? Kenapa mama hancur banget? Kak Unaya gak kenapa-napa kan Ma?". Tanya Jeni hati-hati. Saat ini mereka sedang ada didalam ruang rawat Unaya. Menatap gadis yang tengah tertidur lelap karena pengaruh obat bius. Padahal sebenarnya Unaya tidak tidur, ia mendengar semuanya sedari tadi. Termasuk keributan diluar kamar rawatnya.
"Sayang, Kak Unaya diperkosa. Tapi tolong kalau nanti Kak Unaya bangun, kalian bersikap seolah gak terjadi apa-apa. Ngerti?". Peringat Sonia. Tangis wanita itu tidak bisa berhenti, apalagi setelah melihat keadaan putrinya yang penuh lebam dimana-mana. Jeni dan Yeri saling tatap, kaget sekaligus merinding dengan apa yang mereka dengar barusan.
"Diperkosa sama siapa Ma?". Tanya Yeri.
"Siapa lagi kalau bukan Guan?! Cowok bajingan itu harus dihukum seberat-beratnya". Kata Sonia emosi.
"Kok bisa sih Ma seorang dokter melakukan hal kriminal kayak gitu. Dia gak pantes hidup di dunia". Komentar Yeri yang jelas ikut terbawa emosi. Ngakunya cinta dengan Unaya, tapi kok melukai bahkan memperkosa. Apakah hal itu dibenarkan dalam cinta? Itu bukan cinta tapi obsesi. Sudah gila memang.
"Pokoknya Mama gak rela cowok itu bisa hidup dengan tenang, sementara Unaya nanggung malu seumur hidupnya kayak gini. Ini pasti berita soal Unaya udah kesebar kan? Emang bener Mama suruh laki-laki itu pergi jauh dari kita. Mama gak mau dia bikin masalah lagi". Kata Sonia yang merujuk pada Suryo. Bagi Sonia meski Suryo sudah menyadari kesalahannya dan berniat untuk berubah. Suatu saat nanti pasti akan mengulangi kesalahannya lagi. Pada dasarnya sifat seseorang tidak bisa benar-benar diubah.
"Kenapa Mama suruh Papa pergi?". Ketiganya terkejut mendengar suara serak Unaya. Unaya menatap Mama nya dengan berderai air mata.
"Sayang, kamu udah bangun? Kamu mau apa? Biar mama ambilin". Tanya Sonia perhatian.
"Unaya ngelakuin semua ini demi Papa, tapi kenapa Mama malah suruh Papa pergi?". Tanya Unaya sekali lagi yang membuat hati Sonia semakin sakit. Lihatlah pengorbanan seorang anak untuk ayahnya. Tapi apa yang sudah Suryo lakukan untuk Unaya? Hah! Bahkan Sonia muak mengingatnya.
"Udah Unaya, jangan bahas Papa kamu lagi. Yang jelas kamu harus sembuh, besok kamu sama Jeka mau nikah. Akhirnya kalian bersatu, seneng kan?". Sonia menggenggam tangan Unaya. Wanita itu sengaja mengalihkan pembicaraan.
"Nikah? Kok Jeka gak bicara dulu sama Unaya?". Tanya Unaya kebingungan. Sebelumnya memang Jeka bilang mereka akan nikah, tapi gak secepat ini juga.
"Gak tahu juga. Mau bicara sama Jeka?". Tawar Sonia. Unaya mengangguk, kemudian Sonia memanggil Jeka. Keduanya diberi ruang untuk mengobrol dari hati ke hati.
"Kenapa? Udah enakan belum?". Tanya Jeka sambil mengusap pipi Unaya lembut.
"Lumayan. Besok kita nikah? Kenapa gak ada omongan sebelumnya?". Jeka meraih tangan Unaya untuk digenggam. Pemuda itu menatap mata Unaya lamat-lamat.
"Lebih cepat lebih baik, lagian Bapaknya Jimi penghulu. Udah gampang juga jalannya. Kenapa harus ditunda-tunda?". Jelas Jeka. Unaya melepas genggaman Jeka dari tangannya.
"Bilang aja kamu kasihan sama aku kan? Kalau emang jalannya mudah, kenapa gak dari dulu? Pas aku udah kayak gini aja langsung deh, kesannya terpaksa banget". Unaya berbalik dan memunggungi Jeka. Bahu gadis itu bergetar karena menangis. Jeka memejamkan matanya, merasa semua yang ia lakukan serba salah menurut Unaya. Ia tahu ia terlalu lambat bergerak, namun salahkah jika hendak memperbaiki kesalahan?
"Aku minta maaf. Aku sadar terlalu ngulur waktu. Tapi setidaknya ijinkan aku buat tanggung jawab". Pinta Jeka. Ia benar-benar akan menjaga Unaya kali ini, tidak akan sampai kecolongan lagi. Ia bersumpah akan membuat Unaya lupa akan traumanya.
"Hebat ya kamu. Kamu kan gak salah, kenapa kamu yang tanggungjawab". Sahut Unaya dengan suara serak. Gadis itu sebetulnya malu pada Jeka, ia yang membuat ulah tapi malah Jeka yang berkorban banyak. Mereka berdua sama-sama saling menyakiti, posisi satu sama. Tapi tetap saja Unaya lah yang rasanya terlalu egois.
"Terus siapa yang mau tanggungjawab? Cowok najis itu? Aku gak akan lepasin kamu lagi, apalagi lepasin ke tangan iblis itu". Kata Jeka serius.
"Tapi aku udah bekas orang! Kamu paham gak sih?!". Bentak Unaya. Gadis itu berbalik untuk menatap Jeka dengan kesal.
"Ya terus kenapa? Aku cintanya sama kamu kok. Mau bekas orang juga besok dipake nya sama aku terus". Sahut Jeka santai. Bibir Unaya berkedut menahan tawa.
"Bodoh". Gumamnya yang membuat Jeka tersenyum.
"Gak apa-apa bodoh yang penting jodohnya kamu". Jeka mengusap-usap kepala Unaya membuat sang gadis terkikik. Akhirnya Unaya bisa tersenyum juga, meski sewaktu-waktu ia akan kembali teringat akan kenangan buruk itu.
"Aku mau istirahat. Ngantuk". Ujar Unaya. Ia tidak bisa menjelaskan perasaannya saat ini. Kesedihan dan kebahagiaan datang secara bersamaan. Ia bahagia karena mau menikah dengan Jeka, tapi disisi lain ia masih terbayang-bayang kejadian yang baru menimpanya. Apakah ini waktu yang tepat untuk menikah? Apa gak merepotkan Jeka nantinya?
"Ya udah. Kamu istirahat gih. Aku pamit ya mau urus surat-surat buat nikahan besok". Kata Jeka. Untung koneksi Jeka banyak, duit juga ngalir. Tinggal taruh uang di meja, besok berkas-berkas buat nikahan pasti udah selesai.
"Hmmm...". Sahut Unaya pendek. Gadis itu memejamkan matanya. Jeka mengusap pipi Unaya yang lebam sekali lagi. Hatinya tentu sakit melihat luka ditubuh calon istrinya itu. Besok juga mereka menikah di rumah sakit mengingat keadaan Unaya yang belum stabil.
"Selamat tidur, istriku". Bisiknya lembut sembari mengecup dahi Unaya sedikit agak lama. Tanpa sadar air mata Unaya menetes berkat kecupan lembut Jeka di dahinya. Ia benar-benar merasakan kasih sayang yang tulus dari pemuda itu. Ketika Jeka hendak menjauhkan wajahnya, Unaya menahan kepala sang pemuda. Kemudian ia kecup pipinya lembut membuat si empunya bengong karena terkejut.
"Hati-hati ya, suamiku". Ucap Unaya lirih kemudian melengos kearah lain. Jeka menggigit bibir bawahnya, pipinya memerah karena malu.
***
Bangsat Boys berkumpul di club Bang RM, Jeka juga ikut serta. Mau pesta pelepasan status lajang katanya. Sebenarnya Jeka tidak berniat menggelar perayaan apapun mengingat kondisi Unaya yang sedang tidak baik. Namun pemuda itu ingin menghargai usaha teman-temanya, apalagi sebelumnya mereka sudah banyak membantu. Mereka juga perhatian dan menanyakan kondisi Unaya. Saat Victor akan menikah dengan Ririn, mereka juga berpesta seperti ini. Sudah tradisi karena mereka berjanji siapapun yang akan menikah nanti harus merayakan pesta pelepasan status lajang. Dan hari ini giliran Jeka.
"Ini dia nih, yang besok udah gak lajang lagi". Seru Jimi saat Jeka baru saja sampai.
"Sorry lama. Bolak-balik tadi gue ngurus surat nikah". Kata Jeka sambil bersalaman dengan teman-temannya yang hadir.
"Santai aja Bos. Kita juga baru dateng. Gimana nyonya Bos? Aman kan?". Jeka mengernyitkan alisnya ketika Victor menyebut; nyonya Bos.
"Nyonya Bos? Unaya maksud Lo?". Kekeh Jeka.
"Lah ya iyalah, siapa lagi? Masa Mbak Wati cireng. Ngelawak nih si Bos". Canda Victor. Biasalah si Victor keinget Mbak Wati mulu karena langganan beli cireng di sana.
"Alhamdulilah, aman. Kan ada Mama sama adek-adek gue disana. Besok gue mau nikah Bro". Sahut Jeka sambil meneguk vodka.
"Asiikkkk... Undang-undang lah Bos". Celetuk Jaerot.
"Sorry nih Bro bukannya gak mau ngundang. Gue aja ijab nya paling di rumah sakit. Terus Unaya tuh masih trauma, dia kalau lihat cowok yang gak deket sama dia kayak gemetaran gitu. Besok palingan Victor sama Ririn yang jadi saksi". Jelas Jeka yang membuat teman-temannya mengangguk paham. Mengerti sekali bagaimana takutnya Unaya pada manusia berjenis kelamin laki-laki setelah kejadian itu.
"Ya udah gak apa-apa Bos. Kita doain lancar, selamat lah akhirnya Lo bisa berjodoh sama Unaya meski cobaannya luar biasa". Jimi menepuk-nepuk pundak Jeka. Sangat kagum dengan ketabahan Jeka. Biar dipandang sebelah mata karena penampilannya, tapi dibalik itu semua Jeka adalah lelaki yang berhati lembut dan bertanggungjawab.
"Thanks ya. Gue seneng tapi gue sedih juga. Entahlah...". Jeka menyulut rokok kemudian dihisap dalam. Tahu lah ya apa yang membuat Jeka sedih? Ia yang menjaga Unaya baik-baik, eh dirusak sama orang lain. Tapi ya sudah Jeka berusaha menerima dengan lapang dada. Harus menerima Unaya apa adanya, sebagaimana keadaan gadis itu. Lebih baik fokus menata masa depan bersama.
"Paham kok Bos. Tapi sesedih-sedihnya Lo, nyonya Bos jauh lebih sedih sih". Komentar Victor.
"Jadi sekarang bukan Bu Bos lagi nih panggilannya?". Tanya Jeka sengaja mengalihkan pembicaraan.
"Setelah kita menggelar rapat dadakan tadi, kita ubah panggilan Bu Bos jadi Nyonya Bos. Kenapa? Karena Unaya masih muda jadi cocoknya dipanggil Nyonya Bos. Ntar kalau udah tua baru diganti jadi Bu Bos lagi". Penjelasan Victor membuat Jeka geleng-geleng kepala.
"Lucu Lo, tapi makasih. Unaya pasti suka".
"Yo'i Bos, sama-sama. Mending kita cheers yok, leader Bangsat Boys. Eh ralat mantan leader Bangsat Boys besok udah gak lajang lagi...". Victor mengangkat gelasnya keatas diikuti yang lain.
"Kawinnnn... Kawiinnn... Besok Si Bos kawin". Teriak yang lain. Jeka nyengir, akhirnya kawin juga. Ia ikut mengangkat gelasnya.
"Buat Bos dan Nyonya Bos, semoga besok lancar nikahnya dan bahagia dunia akhirat...".
"Aamiin...". Teriak semuanya kompak kemudian cheers.
"Selamat Bos, akhirnya jadi kawin sama Unaya". Ucapan demi ucapan selamat Jeka terima. Semua ikut berbahagia karena tahu betapa sulitnya perjalanan cinta keduanya.
"Thanks Bro". Jeka memeluk teman-temannya satu per satu dan mengucapkan terimakasih. Sangat bersyukur karena persahabatan Ex-Bangsat Boys awet sampai satu persatu dari mereka menikah. Besok adalah hari yang baru untuk Jeka dan Unaya. Besok status mereka sudah tidak lajang lagi. Akan memulai perjalanan sebagai pasangan suami-istri. Tentu tidak mudah, tapi kalau dijalani bersama tentu lebih ringan. Semoga mereka bahagia selalu.
--Ex-Bangsat Boys--