webnovel

Bukan Dilan dan Milea

Jeka memacu motornya dengan kecepatan sedang, menuju ke arah Utara demi mencari hujan. Kebetulan langit di sebelah Utara terlihat mendung, siapa tahu bakal hujan kan? Entah nanti berhasil mendapatkan hujan atau tidak, yang penting udah usaha. Si gadis yang sedang ngidam air hujan pasrah dibawa kemana-mana. Mau dibawa ke kutub kek, ke Zimbabwe kek, bahkan ke surga pun ayo-ayo aja. Yang penting kan sama Jeka :3 tangannya betah melingkari pinggang Jeka. Sebelah sisi wajahnya di tempelkan ke punggung kokoh pemuda itu. Hal yang selalu Unaya sukai adalah berada diatas motor berdua dengan Jeka. Meski banyak asap, rambutnya juga bakal lepek, panas, tapi menurutnya romantis. Ia dan Jeka seakan tak ada jarak.

"Lo gak dimarahin cowok Lo apa berkeliaran kek gini sama gue?". Tanya Jeka membuyarkan lamunan Unaya. Unaya manyun, gak bisa ya kasih waktu sebentar aja buat halu.

"Kayaknya tadi ada yang minta buat gak bahas-bahas soal itu lagi deh". Sindir Unaya.

"Nanya doang. Tumben banget ajudannya kaleng roti gak ngintilin Lo". Jeka sedikit memelankan laju motornya agar bisa mendengar suara Unaya.

"Udah diusir tuh sama Ririn. Untuk hari ini kayaknya gue aman deh". Jeka dan Unaya terkekeh lantaran membayangkan tingkah bar-bar Ririn. Tanpa kebar-baran Ririn, mana mungkin mereka bisa quality time kayak gini.

"Hahaha... Ada-ada aja tuh cewek. Tapi gue akuin temen lo yang satu itu keren, gak ada takutnya". Komentar Jeka.

"Iyalah... Sama leader Bangsat Boys aja gak takut kan?". Goda Unaya sambil mencondongkan wajahnya agar bisa menatap Jeka dari samping.

"Gue mau udah gak pantes dipanggil leader Bangsat Boys lagi. Gue pantesnya dipanggil sad boy deh kek-nya". Sahut Jeka sambil cengengesan namun terdengar sangat ngenes. Tuh kan Unaya jadi gak enak lagi, ngerasa bersalah lagi. Tapi kalau dipikir-pikir memang benar sih Jeka itu definisi sad boy yang sesungguhnya. Sekalinya jatuh cinta beneran sama cewek, malah ditinggalin. Pertama dengan Helena dan yang kedua Unaya. Ganti judul aja kali ya baiknya ini buku (:

"Sorry ya. Gara-gara gue, Lo jadi sad boy". Kata Unaya dengan sendu. Jeka terkekeh, pemuda itu mengusap pipi Unaya dengan sebelah tangannya lembut.

"Santai aja, gak apa-apa kok. Justru kita perlu gagal berkali-kali untuk menemukan yang tepat". Unaya tidak menjawab. Gadis itu justru semakin mengeratkan pelukannya, mencoba memberikan tanda jika sebenarnya ia sangat ingin menjadi seseorang yang tepat untuk Jeka. Omong-omong soal perkataan Jeka tadi; kita perlu gagal berkali-kali, untuk menemukan yang tepat. Apakah berlaku untuk hubungan mereka?

Ia dan Jeka selalu gagal dalam menjalin hubungan, fase putus-nyambungnya bahkan gak wajar. Apakah suatu saat nanti hubungan mereka akan berhasil? Gagal terus sampai hoppeless harusnya gak menyerah kan? Siapa tahu dipercobaan yang entah keberapa akan berhasil. Mungkin cinta hanya butuh waktu untuk mekar, butuh sedikit kesabaran untuk mendapatkan keindahan.

"Pegangan yang kenceng, gue mau ngebut". Jeka menutup kaca helm-nya kemudian melaju dengan kecepatan tinggi.

***

Di kampus, Juwi tengah memandu mahasiswa-mahasiwi baru yang tertarik masuk ke dalam anggota jurnalis kampus. Sedari tadi telinga Juwi tak henti mendengar nama Jeka disebut oleh Zara. Begini terus yang diucapkan; OMG! Akhirnya setelah sekian purnama Kak Jeka notice gue. Dia bahkan tahu nama gue.

Karena ini menyangkut sahabatnya, maka Juwi pun penasaran dengan apa yang terjadi. Gadis itu berjalan kearah Zara dan geng-nya kemudian mencolek pundak gadis itu.

"Omong-omong ada apa sama Jeka?". Tanyanya langsung.

"Eh, ya ampun Kak Juwi". Zara menoleh dan terlihat malu saat Juwi menanyakan soal Jeka.

"Itu tadi aku denger kamu ngomongin Jeka? Ada apa?" Tanya Juwi sekali lagi. Dalam hati Zara membatin, ini Juwi kok kepo banget? Siapanya Kak Jeka coba?

"Ahhh... Itu lho Kak. Papa aku kan pengacara terkenal, Hotman Sidney...". Kata Zara agak sombong.

"Wow...". Tanpa sadar Juwi terperangah karena kagum. Ia tahu siapa itu Hotman Sidney, Papa nya sering berkonsultasi dengannya.

"Jadi aku tawarin aja ke Kak Jeka kalau semisal mau perkarain mantan tunangannya Kak Unaya, si Guan itu Papa aku bisa bantu. Jadi ya begitulah". Tambah Zara. Juwi mengangguk paham, agak lama terdiam tiba-tiba gadis itu tersenyum penuh arti.

"Zara, kamu tahu gak peribahasa sudah jatuh tertimpa tangga pula?". Zara yang diberi tebakan mendadak pun nge-bug. Ini salah satu tes masuk anggota jurnalis kampus ya?

"Hah? Iya tahu Kak". Juwi merangkul bahu gadis itu sambil mengangkat ponselnya.

"Kasih hadiah itu ke Guan, seru kali ya?".

"Hah?". Belum juga Zara paham maksud perkataan Juwi, gadis itu sudah pergi begitu saja.

"Halo Papa. Juwi mau pertemuannya dipercepat ya, udah gak sabar". Ujarnya pada seseorang ditelepon.

***

"Jeka sumpah ini seru banget!!! Kayak Dilan sama Milea". Teriak Unaya sambil terus memeluk pinggang Jeka. Jeka tersenyum dibalik helm-nya, akhirnya mereka berhasil menemukan hujan. Hari ini sepertinya alam sedang berpihak pada mereka. Rencana yang mereka susun sukses, bahkan mengejar sesuatu yang mustahil seperti ini saja bisa.

"Apa bagusnya jadi Dilan sama Milea? Bagusnya bikin cerita kita sendiri, Jeka dan Unaya". Sahut Jeka.

"Sama-sama manis diawal doang, endingnya putus. Kayak kita kan?". Ujar Unaya sendu diakhir kalimatnya. Jeka tersenyum, pemuda itu menggenggam tangan Unaya yang melingkari perutnya.

"Kata siapa? Justru endingnya bagus. Dilan cowok gentle yang ikhlas melepas Milea-nya bahagia sama cowok lain. Mencintai yang sesungguhnya gitu kali, meski gak sama kita yang penting si doi bahagia. Itu yang paling penting". Jelas Jeka. Ikhlas itu bukan soal melepaskan, tapi soal merelakan seseorang yang kita cintai bahagia meski bukan bersama kita. Bukan juga soal melupakan tapi soal menerima jika seseorang itu ditakdirkan bukan untuk kita. Susah, memang.

"JEKA, GUE SAYANG BANGET SAMA LO". Teriak Unaya namun sama sekali tidak disahuti oleh Jeka.

"Jangan gampang bilang sayang kalau Lo gak bisa sama gue". Batin Jeka. Pemuda itu mengarahkan motornya kesebuah lapangan basket yang sepi. Ia tepikan di pinggir lapangan dan meminta Unaya turun. Mereka sudah basah kuyup, hujan lumayan deras. Jeka menggandeng tangan Unaya dan membawa gadis itu ketengah lapangan. Ditariknya tangan Unaya agar gadis itu merangkul lehernya, sementara tangannya merengkuh pinggang Unaya.

"Musiknya?". Tanya Unaya.

"Pejamin mata lo". Perintah Jeka. Tanpa banyak omong, Unaya memejamkan matanya. Kemudian lagu I Love You Baby versi humming ala Jeka terdengar di indera pendengarannya. Pemuda itu membuat gerakan dengan tempo sedang dan mau tak mau Unaya mengikutinya. Unaya terkekeh, selain karena musik pengiring dansa mereka, gerakan Jeka yang amatiran membuatnya geli.

"Lo gak jago dansa, tapi gue suka. Suka banget". Ujar Unaya tanpa membuka matanya. Tahu gak sih, dalam bayangan Unaya tuh saat ini mereka lagi dansa di atas pelaminan yang dikelilingi bunga-bunga dengan nuansa Lilac.

Jeka tersenyum melihat wajah bahagia Unaya. Pemuda itu menunduk dan hendak meraih bibir Unaya, namun urung karena mendadak perasaan sadar diri itu kembali muncul. Jeka pada akhirnya hanya berani mengecup dahi Unaya cukup lama sambil memejamkan mata. Unaya pun langsung merasakan hangat yang luar biasa menjalari ruang hatinya. Saat Jeka menjauhkan wajahnya, Unaya sentuh sebelah pipi pemuda itu. Tampan sekali pemuda di depannya ini, jauh berkali-kali lebih tampan saat sudah dewasa.

"Makasih, gue seneng banget hari ini. Bisa habisin waktu bareng lo kayak gini. Meski gue sama orang lain, Lo tahu kan Jek hati gue tetep milik siapa? Raga gue boleh sama Guan, tapi hati gue...".

"Sttttt...". Jeka menyentuh bibir Unaya agar gadis itu diam.

"Gue udah tahu. Please jangan bikin gue berharap lagi Unaya". Jeka menangkup pipi Unaya kemudian mereka saling berpandangan.

"Gue akan terus bikin lo berharap". Unaya berjinjit kemudian mengecup bibir Jeka. Hendak dilumat namun Jeka mendorong gadis itu pelan.

"Lo egois kalau begini! Lo kasih gue harapan tapi gak kasih jalan buat milikin Lo. Gue gak mau terjebak sama Lo terus Unaya!". Bentak Jeka dengan jengkel.

"Lo sendiri yang udah terjebak sama gue. Udah lah Lo itu emang ditakdirkan buat jadi bucin-nya gue". Kata Unaya menyebalkan kemudian kembali mengecup bibir Jeka. Jeka tersenyum miring.

"Sial. Beli kondom yuk". Ajaknya iseng.

"Hah? Buat apa?". Sahut Unaya dengan antusias.

"Mau pake kamu boleh gak? Biar bisa dijadiin hak milik?". Bukannya menjawab, Unaya justru tertawa karena jokes Jeka. Yang melemparkan jokes pun ikutan tertawa, padahal enggak becanda. Tapi ya udahlah...

***

21.00 lokasi club Bang RM

"Unaya, gue kan udah bilang mending kita nyewa hotel buat istirahat dulu terus ganti baju. Baru deh ke club Bang RM". Nasehat Jeka. Tadinya Jeka sudah memberikan ide untuk ganti baju dulu sebelum nge-club, tapi Unaya malah gak sabaran dan alhasil mereka masuk ke club dengan keadaan setengah basah bak kucing kecebur got. Ini juga masih terlalu sore kalau dibilang nge-club, maklum Unaya mah gak tahu menahu soal dunia malam tapi sok-sokan mau nge-club.

"Stttt... Lo bawel banget sih! Mana nih minuman yang bisa bikin gue mabuk?". Tanya Unaya sambil celingak-celinguk. Ia ingin mabuk hari ini, ia ingin sejenak melupakan masalah yang menimpa dirinya akhir-akhir ini. Ya meskipun mabuk gak akan menyelesaikan masalah sih, namun setidaknya bisa sejenak lupa.

"Gue kira Lo pingin ke club karena mau joget-joget aja. Kalau mau mabuk gak disini tempatnya, mending Lo naik wahana rollercoaster atau naik bus dari Jakarta ke Surabaya ntar pasti Lo mabuk". Kata Jeka.

"Becanda Lo. Gue tuh mau mabuk beneran". Unaya mengibaskan tangannya kemudian berjalan kearah meja bar, gadis itu melambaikan tangannya pada pemilik club alias Bang RM.

"Hai". Sapanya.

"Lo?". RM menunjuk Unaya sambil mengingat-ingat gadis itu.

"CK! Ngeyel banget nih anak". RM beralih menunjuk Jeka yang tahu-tahu duduk disamping Unaya. Ahhh... RM ingat sekarang.

"Lo Una Frozen. Cewek yang bikin Jeka akhir-akhir ini sering mabuk di sini kan?". Tebak RM. Jeka langsung memelototi pemuda itu karena membuka rahasianya didepan Unaya.

"Hah? Jeka mabuk karena gue?". Unaya merotasikan matanya.

"Ahhh... Abaikan dia. Kenalin ini Bang RM pemilik club, Bang RM ini Unaya". Kata Jeka mengalihkan pembicaraan dengan memperkenalkan Unaya dengan RM.

"Hai... Gue RM tapi bukan singkatan dari Rey Mbhayang ya. Nama gue Rey Mustofa". Canda RM.

"Haha... Bisa aja Lo Bang". Sahut Jeka.

"Gue Unaya".

"Jadi Lo mau minum apa?". Tawar RM.

"Emmm... Minuman yang bikin mabuk ada?". Tanya Unaya polos. Jeka dan RM saling pandang, mereka bingung hendak menjerumuskan gadis polos ini atau tidak.

"Eung.... Ada sih, mau yang kadar alkoholnya...".

"Cocktail aja Bang". Sahut Jeka cepat. Jeka tidak mungkin membiarkan Unaya mabuk begitu saja, apalagi disekitar mereka ada banyak orang yang mengenali gadis itu. Nanti ada rumor lagi, yang repot sekeluarga.

"Oke siap". RM langsung menyiapkan pesanan Unaya.

"Emang cocktail bisa bikin mabuk?". Tanya Unaya.

"Ya bisa lah. Cobain aja". Bohong Jeka. Pemuda itu hendak menyulut rokoknya namun mendadak kebelet pipis.

"Gue ke toilet dulu, mau pipis. Jangan kemana-mana! Minumannya dijagain, jangan sampai dimasukin sesuatu sama orang". Pesan Jeka.

"Emang dimasukin apa?". Tanya Unaya polos. Jeka berdecak sebelum menyahuti.

"Disini banyak cowok hidung belang. Bisa aja nanti mereka masukin obat perangsang di dalam minuman Lo. Habis itu Lo bakal dibawa ke kamar, terus di pake. Mau Lo?". Unaya langsung menggeleng cepat.

"Enggak, maunya kan dipake Lo aja". Jeka terkekeh kemudian mengacak-acak rambut Unaya dengan gemas.

"Bagus...".

"Bang gue ke toilet bentar. Titip doi ya". Kata Jeka pada RM.

"Siap". Sahut RM sembari membawa cocktail pesanan Unaya. Jeka bergegas ke toilet untuk buang air.

"Ini dia cocktail pesanan lo".

"Thanks...". Unaya mencium aroma minuman bernama cocktail itu.

"Ini beneran bisa bikin mabuk? Baunya buah gini". Ujar Unaya. Gadis itu mencicipi minuman itu dan rasanya segar. Jadi gak yakin minumannya bisa bikin mabuk.

"Haha. Lo dibohongin Jeka tuh. Buat pemula kayak Lo emang harusnya minum cocktail aja sih". Komentar RM sambil tertawa.

"Emang kalau pemula gak boleh mabuk? Sini gue mau coba minuman yang bikin mabuk!". Kata Unaya jengkel karena merasa diremehkan.

"Yakin Lo? Ntar baru seteguk aja udah mabuk".

"Yakin! Udah buruan". Merasa terhibur dengan rasa penasaran Unaya, RM bergegas mengambil vodka dan menuangkan minuman itu ke dalam sloki.

"Nih cobain".

"Dikit amat". Protes Unaya.

"Gak usah sok keras. Segini aja belum tentu Lo kuat". Kata RM. Unaya meneguk Vodka dengan kasar, setelahnya gadis itu mengeluh tenggorokannya sakit.

"Perih... Hik... Hik...". Gumamnya sambil meletakkan kepalanya diatas meja bar.

"Nah kan! Baru se-sloki doang dia udah mabuk. Alamat di maki-maki Jeka nih". RM menggaruk lehernya, mendadak bingung. Bisa gitu ya minum se-sloki aja langsung mabuk.

"Wehhhh! Lo kasih apa ke dia Bang!". Yang ditakuti akhirnya muncul. Jeka dengan mata melotot mendekati mereka. Ia tepuk-tepuk pipi Unaya yang memerah.

"Gila! Lo bikin dia mabuk Bang?!". Jeka yang emosi hendak menghajar RM, namun RM langsung minta ampun.

"Maafin gue Jek, sumpah gue gak tahu kalo dia gampang mabuk kayak gitu".

"Sialan! Lo kasih dia minuman apaan?". RM langsung menunjuk Vodka yang ia berikan pada Unaya tadi. Jeka langsung mengecek label Vodka itu, kadar alkoholnya paling rendah. Berarti Unaya memang yang lemah, syukurlah jadi gak bahaya-bahaya amat.

"Anjir, ngerepotin kan jadinya...". Gerutu Jeka. Pemuda itu menggendong Unaya ala bridal.

"Gue cabut dulu. Lain kali jangan gini lagi, gak suka gue". Peringat Jeka yang langsung di angguki oleh RM.

Jeka membawa Unaya keluar dari club. Sudah yakin besok pagi bakal ada artikel soal Unaya mabuk. Baru kali ini Jeka pergi ke club berasa cuma buat numpang pipis. Karena siapa lagi kalau bukan Unaya. Pemuda itu menunduk dan terkekeh melihat mulut Unaya komat-kamit gak jelas.

"Gak usah sok keras makannya. Bandel sih". Jeka mencium dahi Unaya.

"Hehe...". Unaya-nya malah cengengesan. Hmmm... Unaya-unaya...

--Ex-Bangsat Boys--

Chương tiếp theo