"Ahnn.. Jeka".
Mata Jun melotot tat kala mendengar suara desahan dari dalam kamar Jeka. Niatnya hendak memberi lilin takut-takut kalau Jeka dan Unaya tak punya lilin sekalian mau pamit pulang, lha kok malah mendengar suara-suara laknat.
Jun meneguk ludahnya susah payah, lah gercep amat si Jeka udah bisa bikin Unaya sampai ngedesah gitu. Ia yang sudah matang saja gak berani grepe-grepe Sonia huhu. Begitulah batin Jun. Namun otaknya masih bisa berfikir rasional, Jeka tidak mungkin sebrengsek itu memperkosa anak gadis orang terlebih yang didalam sana adalah gadis yang pemuda itu cintai.
Awalnya Jun hendak membuka pintu kamar Jeka, tapi lelaki itu berfikir lagi. Kalau langsung dibuka dan ke-gap sedang cuddle, pasti keduanya malu. Jun tidak setega itu mempermalukan dua remaja yang sedang dimabuk cinta, apalagi kalau sampai membuat Unaya semakin ilfiel padanya. Duh, jangan sampai deh. Progres meluluhkan hati Unaya udah 0,01 persen nih.
"FIREEEEEEEE!!! EO...EO... FIREEEE....!!!". Teriak Jun heboh sambil menghentak-hentakan kakinya di lantai. Lelaki itu berakting seolah-olah sedang berjalan menuju kamar Jeka sambil nyanyi-nyanyi.
Gedubrak!
Dan setelah Jun heboh sendiri, terdengar suara gedebum dari dalam kamar. Suara itu adalah suara Jeka yang jatuh kelantai gara-gara didorong Unaya. Sumpah Unaya shock sekali saat mendengar suara teriakan Jun, takut-takut kalau lelaki itu memergoki kegiatan khilaf-nya dengan Jeka.
"Jeka, ada Om Jun". Bisik Unaya. Jujur saja wajah Jeka saat ini sudah memerah, antara menahan hasrat dan juga malu. Untung saja suasana kamar remang-remang hingga Unaya dipastikan tidak dapat melihat wajahnya yang memerah. Padahal Unaya pun demikian daripada Jeka, ialah yang jauh lebih malu karena sempat memberi celah untuk di iya-iyakan :') semoga Jeka tidak ilfiel, begitulah batin Unaya.
"Emmmm... biar gue yang keluar". Kata Jeka dengan canggungnya sebelum bangkit hendak membuka pintu kamar. Sementara itu Unaya langsung menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut kemudian mengipas-ngipas wajahnya dengan tangan karena mendadak panas. Padahal cuaca dingin begini tapi tidak tahu kenapa ia seperti terbakar. Ya ampun Jeka ternyata pintar memuja seorang gadis, caranya terlampau lembut tapi enak.
"Ihhhh... kayaknya gue udah gila deh!". Gerutu Unaya dengan suara amat lirih kemudian memukul-mukul kepalanya sendiri yang mendadak isinya kotor. Gadis itu meraba lehernya yang tadi sempat digigit Jeka, Unaya menggigit bibir bawahnya kala merasakan basah disana. Berbekas gak ya?! :(
Sementara itu Jeka menghembuskan nafas panjang dan merapikan rambutnya terlebih dahulu sebelum membuka pintu kamar, tadi sempat diacak Unaya soalnya. Begitu ia membuka pintu hal pertama yang dilihatnya adalah presensi Jun dengan ekspresi menahan tawa. Jeka punya feeling jika Jun tahu apa yang barusan terjadi, tapi pemuda itu mau pura-pura polos aja daripada diledek bocah tua ini.
"Eh, Om Papa ngapain teriak-teriak didepan kamar gue. Ganggu konsentrasi orang yang lagi belajar aja". Omel Jeka dengan gugupnya. Jun menatap Jeka dengan senyum jenaka.
"Pftttt... belajar bereproduksi maksudnya?". Sahut Jun amat lirih tapi Jeka masih bisa mendengar.
"Hah? Apaan?!". Tanya Jeka pura-pura budek.
"Enggak, ini Om cuma mau ngasih lilin aja. Barangkali dikamar lo gak ada". Jun mengulurkan dua batang lilin pada Jeka.
"Oh, Thanks Om Papa. Dikamar gue udah ada lampu emergency sih". Ujar Jeka. Jun mengintip sedikit kedalam kamar Jeka dan melihat sosok Unaya yang membungkus tubuhnya dengan selimut. Lagi-lagi Jun memasang senyum jenaka dihadapan Jeka.
"Unaya udah bobo ya, kayaknya kecapekan gitu. Ganas banget sih, mau pamit padahal". Jeka meneguk ludahnya susah payah begitu mendengar perkataan Jun yang terkesan ambigu.
"Hehe". Sahut Jeka cengengesan diikuti Jun.
"Maksudnya semangatnya yang terlalu ganas, sampai capek gitu dipaksain belajar hehe". Jun buru-buru menambahkan.
"Ah, iya Om Papa dia emang bandel sih". Sahut Jeka asal, kentara sekali salting-nya.
"Ya udah Om pamit pulang ya, salam buat Unaya...". Jun mendekati Jeka sebelum membisikkan sesuatu.
"Kalau ngedesah tuh biasa aja, gak usah full power. Kamar lo gak kedap suara kan?". Dan setelahnya Jun menepuk pundak Jeka beberapa kali sebelum melangkah pergi sambil terbahak.
Jeka mematung, dengan wajah pucat. Mampus kalau Jun ngadu ke Mama Sonia gimana, Sat?!
--Ex-Bangsat Boys--
Gara-gara kejadian memalukan tadi malam, Jeka dan Unaya mendadak canggung. Unaya yang sengaja menghindari Jeka, dan Jeka yang bingung bagaimana caranya minta maaf. Meski semalam bisa dikatakan sama-sama enak, tapi tetap saja Jeka merasa bersalah telah berbuat sejauh itu. Ia memberikan tanda dileher Unaya padahal hari ini gadis itu hendak melakukan pemotretan.
Unaya menatap lehernya yang terdapat bercak merah samar buatan Jeka. Gadis itu mengusapnya beberapa kali tapi tidak bisa hilang. Kalau sampai Guan tahu bisa gawat, pemuda itu pasti akan mengadu ke Papanya. Bukan Guan yang Unaya takuti, melainkan Papanya. Apalagi Papanya ini sensi kalau dengan Jeka, ah pokoknya bakal super rumit kalau Papanya sampai tahu.
"Aduh gimana nih? Apa pakai baju turtle neck aja ya? Tapikan cuaca lagi panas gini pasti nanti orang-orang pada curiga". Rengek Unaya. Unaya merasa setengah menyesal telah memberikan akses pada Jeka karena tak ia sangka pemuda itu bakal sebringas itu, setengahnya lagi senang karena yang melakukan hal seintim itu dengannya untuk yang pertama kali adalah Jeka. Tapi tetap saja sesenang apapun, kejadian tadi malam tidak bisa dibenarkan.
Sementara itu Jeka berdiri dengan kaku didepan kamarnya sembari menggenggam hansaplast. Jeka ingin minta maaf tapi rasa malu lebih mendominasi. Duh dia yang berbuat, dia yang malu T_T
"Gak! Gue harus gentle, kan gue yang mulai. Kasihan Unaya pasti shock gue gituin tadi malam". Dan dengan keberanian yang mendadak muncul, Jeka mengetuk pintu kamar Unaya. Pemuda itu janji akan lebih menghormati privasi Unaya, tidak seperti sebelum-sebelumnya yang terkesan kurang ajar.
Suara langkah kaki yang terdengar dari dalam kamar membuat Jeka berdebar entah kenapa. Jeka sudah mempersiapkan diri kalau seandainya bakal ditampol Unaya gara-gara bersikap kurang ajar tadi malam. Ya, Jeka akan menerima konsekuensi dari apa yang telah ia lakukan, setidaknya ia harus minta maaf.
Cklek...
Unaya membulatkan matanya begitu melihat sosok Jeka berdiri didepan pintu kamar dengan senyum kecil, gadis itu mendadak gugup dan bingung hedak bersikap bagaimana.
"Eh, Jeka? Hai". Sumpah apaan sih, kok jadi nyapa. Unaya merutuki kebodohannya sendiri, apa yang ia lakukan barusan aneh banget kayaknya. Jeka saja sampai nyengir tak jelas sambil menggaruk tengkuknya.
"Emmmm... Unaya gue mau minta maaf soal yang semalam. Sumpah demi apapun gue gak bermaksud kurang ajar ke-lo kok. Leher lo pasti sakit ya?". Kata Jeka sembari menunjuk leher Unaya yang merah gara-gara ia gigit. Unaya langsung menutupi lehernya dengan rambut karena malu.
"Ah... i-iya gak apa-apa kok, toh gue juga yang mancing". Sahut Unaya dengan suara terbata-bata kemudian suasana sempat hening. Sumpah Jeka malu banget dengan apa yang ia perbuat semalam. Itu sampai leher Unaya ada bekas gigitannya, kayak habis digigit tikus.
"Emmm... ini buat tutupin bekas gigitan di leher lo, gue kebawah dulu bye!". Setelah memberikan hansaplast pada Unaya, Jeka langsung berjalan cepat turun kelantai bawah. Unaya juga langsung menutup pintu kamar sambil memegang dadanya yang berdebar-debar.
Duh Jeka gentle banget sih, sampai minta maaf segala. Padahal yang semalam itu kan kekhilafan bersama, hiks.
--Ex-Bangsat Boys--
"Jeka, kamu tolong temenin Unaya ke tempat pemotretan ya?". Pinta Sonia pada Jeka. Saat ini semua anggota keluarga sedang sarapan dimeja makan, ada Jun juga. Jeka sontak tersedak makanannya sendiri, Duh Mama Sonia ini gak tahu aja kalau Jeka lagi dalam mode menjaga jarak dengan Unaya. Radius dua meter lah minimal, supaya gak kebablasan lagi seperti tadi malam.
"Duh maaf Ma, Jeka gak bisa. Biasa ada rapat pagi ini. Suruh aja noh Om Papa yang nemenin". Ujar Jeka sembari menunjuk Jun. Alibi Jeka karena belum sanggup kalau disuruh berduaan dengan sang pujaan hati. Selagi belajar nahan nafsu sama Unaya, kasih jalan lah buat Om Papa biar bisa ambil hati calon anak. Jun yang ditunjuk pun mengaga dengan mulut penuh makanan.
"Lah aneh banget ini anak. Biasanya juga kalau Unaya kemana-mana lo selalu ngintil, tumben banget gak mau. Kenapa emang?". Tanya Jun sukses membuat Jeka gugup, begitu juga dengan Unaya. Jeka masih canggung gara-gara kejadian semalam. Terlebih Jeka tahu kalau Unaya belum siap berinteraksi dengannya seperti biasa, masih gugup pasti. Jadi Jeka mengalah untuk hari ini, memilih menyiapkan hati dan memberikan waktu bagi Unaya untuk menata perasaannya.
"Enggggg... ya... ya gak apa-apa...". Jeka tak sengaja beradu tatapan dengan Unaya kemudian mengumpat dalam hati. Sial, banget! Unaya tuh cantik gak ada obat. Kalau lihat rasanya pingin peluk sama cium. Batin Jeka meronta.
"Dah ya, mau rapat dulu. Iya he'em rapat. Jeka berangkat dulu...". Jeka bangkit dari kursinya kemudian meneguk susunya hingga tandas. Yang lain hanya bisa menatap Jeka dengan heran kecuali Unaya yang betah menunduk karena malu.
"Jeka berangkat dulu. Om Papa titip Unaya ya". Dan setelahnya Jeka ngacir begitu saja.
"Loh Jeka! Ini kan hari Minggu masa ada kelas! Kenapa sih itu anak?". Sonia geleng-geleng kepala melihat tingkah aneh Jeka. Jun yang sudah tahu penyebab Jeka mendadak absurd memilih diam dan melanjutkan acara makannya. Jun ini tidak sejahat itu kok dengan membocorkan kejadian semalam pada Sonia, cuma mau coba main-main aja sama Jeka. Hehe.
"Gak tahu tuh Ma, Bang Jeka hari ini otaknya agak geser kali ya. Masa tadi Jeni lihat dia pakai sempak dikepala, dikira topi apa ya". Ujar Jeni sambil menepuk dahinya mengingat tingkah aneh Jeka tadi pagi.
"Tadi gue juga lihat Bang Jeka mondar-mandir sambil nangis-nangis gitu, gue kira Bang Jeka udah gila". Tambah Yeri.
"Husss... gak boleh bilang kayak gitu. Mungkin aja Abang kalian terlalu stress karena banyak tugas. Besok kalau kamu kuliah juga bakal stress kayak Jeka lho Unaya". Kata Sonia pada Unaya yang masih sibuk melamun.
"Ah... iya Mama hehe". Sahut Unaya seadanya. Kalau Sonia tahu perbuatannya dan Jeka semalam, kira-kira mereka bakal dipisahin gak ya? Sonia sudah percaya sekali kalau ia dan Jeka tidak mungkin macam-macam, tapi mereka sudah melanggar kepercayaan itu.
"Jadi aku yang bakal temenin Unaya ke tempat pemotretan? Jam berapa?". Tanya Jun mengalihkan pembicaraan. Lelaki itu tahu Unaya tidak nyaman dengan obrolan soal Jeka.
"Habis makan aja langsung ke tempat pemotretan. Emmm... tapi Unaya gak apa-apa ditemenin Om Jun?". Tanya Sonia hati-hati, tahu kalau Unaya tidak suka dengan Jun. Sonia mengantisipasi kemungkinan Unaya bakal menolak dengan sadis, namun ternyata dugaannya salah.
"Hemmm. Unaya mau kok". Sahut Unaya tanpa mengalihkan tatapannya pada makanan yang tengah ia santap. Jun langsung menatap Sonia dengan mata berkaca-kaca, Unaya mau pergi bersamanya saja sudah bahagia bukan main. Jeni dan Yeri juga ikut terharu, akhirnya sedikit demi sedikit pintu hati Unaya mulai terbuka.
Akhirnya Unaya pergi ke lokasi pemotretan ditemani Jun. Suasana didalam mobil sunyi senyap, Jun sibuk mencari topik pembicaraan sementara Unaya fokus pada ponselnya lantaran canggung. Unaya mau ditemani Jun bukan karena sudah menerima kehadiran lelaki itu sebagai calon Papa-nya, hanya saja ia sedang mencoba. Ingin melihat lebih jauh pribadi Jun, apakah layak untuk jadi suami Mama-nya atau tidak.
"Unaya, penampilan kamu sehari-hari emang gaul gitu ya?". Tanya Jun asal karena memang tidak pandai mencari topik obrolan. Unaya melihat penampilannya sendiri, rambut panjangnya ia cepol dua, pakai kaos warna-warni sebagai dalaman, luaran blazer hitam bahan kulit, dan rok pink selutut. Hari ini ia dandan berlebihan ya?
"Enggak juga sih, cuma kalau pergi-pergi aja harus stylish. Selebgram kan pasti jadi sorotan". Sahut Unaya dengan suara terkesan cuek.
"Kamu cocok jadi selebgram. Cantik kayak berbi". Kata Jun tulus. Lelaki itu menatap Unaya bangga, meski masih muda tapi Unaya sudah bisa menjadi orang yang berguna.
"Heeeemmm... makasih". Unaya melengos kearah lain dan memilih menatap lalu-lalang kendaraan dari kaca mobil. Jun tersenyum kecil, lelaki itu tahu Unaya gengsi mau bersikap baik padanya makannya jutek begitu.
"Terimakasih Unaya sudah mau saya antar, jujur saya senang sekali saat ini". Entah kenapa hati Unaya mendadak terenyuh saat Jun mengatakannya dengan suara bergetar. Gadis itu menoleh kesamping dan mendapati Jun tengah mengusap air matanya.
"Kamu jangan salah paham. Saya gak benci kamu kok, cuma butuh waktu buat nerima semua ini". Ujar Unaya kemudian buru-buru menatap kearah depan. Pokoknya tidak mau kontak mata dengan Jun, malu!
Sementara itu Jun menatap Unaya tidak percaya. Lelaki itu mencium bau-bau lampu hijau dari Unaya meski samar.
"Jadi kamu setuju kalau saya jadi Papa kamu?". Tanya Jun dengan mata berkaca-kaca. Perasaannya membuncah saat ini, bahagia sekali karena gadis disampingnya sudah mulai menerima sosoknya.
"Heummm... dipertimbangkan". Sahut Unaya cuek. Jun lega bukan main, akhirnya setelah sekian lama Unaya luluh juga. Jun janji akan berusaha lebih keras lagi kedepannya.
--Ex-Bangsat Boys--
Sepanjang jalan, Jeka terus mengumpat. Pemuda itu mengumpati dirinya yang tadi kelihatan salting di depan keluarga saat sarapan. Pamitnya mau kuliah pagi, padahal ini hari Minggu. Duh, jadi malu mau pulang. Jeka bingung kok bisa sampai se-salting itu cuma gara-gara seorang gadis bernama Unaya? Biasanya ia yang membuat gadis-gadis salting, pengecualian Unaya. Bahkan gadis itu sukses membuat otaknya seperti berpindah dikaki.
"Parah emang, Astaghfirullah. Mau kemana ini, kalau pulang malu nanti pasti diledekin". Gumam Jeka sambil mikir keras. Kemudian tiba-tiba otaknya memikirkan satu nama.
"Ah, kerumah Victor aja. Hari Minggu gini dia pasti lagi main PS". Dan langsung saja Jeka mengendarai motornya menuju rumah Victor.
Betul saja sesampainya dirumah Victor, pemuda itu memang sedang main PS namun ditemani Ririn yang duduk diatas sofa sambil terus menggerutu.
"Tagihan air, kredit panci, kontrakan belum dibayar! Itu nanti kalau tagihan listriknya mahal, berarti gara-gara main PS mulu ya". Entah sudah berapa kali Ririn bicara seperti itu. Pokoknya Jeka yang sedari tadi ikut main jadi gak konsen. Jeka sempat berfikir, apa besok kalau Unaya jadi ibu-ibu bakal seperti Ririn? Secara dua gadis itu saat SMA kan terkenal manis dan imut, meski bagi Jeka hanya Unaya saja yang manis dan imut. Ririn lumayan manis dan imut sih, kalau dilihat dari lubang sedotan tapi wkwk.
"Rin, kok lo semenjak jadi ibu-ibu jadi ngeselin sih?! Dikit-dikit bawa tagihan". Omel Jeka yang saat ini sedang memangku baby Tiger. Victor nampaknya acuh dengan istrinya yang sedari tadi ngomel tiada henti, pemuda itu sudah kebal. Diomeli sampai mulut Ririn berbusa pun bakal masuk telinga kanan, keluar telinga kiri alias percuma!
"Emang kenyataannya begitu Jek. Kalau suami gue sultan mah ya gak bakal ngomel begini". Kata Ririn cukup pedas, untung Victor tabah.
"Ya maafin sih suamimu ini cuma pegawai Boba, gajinya gak naik-naik lagi". Sahut Victor namun matanya masih fokus pada layar didepannya.
"Tuh kan, lihatin deh Jek! Kalau dikasih tahu gak pernah dengerin". Jeka terkekeh melihat tingkah Victor dan Ririn. Entah kenapa Jeka iri, meski keduanya kerap bertengkar tapi gak pernah bisa pisah. Ditambah ada baby Tiger rasanya kayak lengkap aja. Bisa gak ya Jeka kayak gitu? :')
"Lo tuh makannya kalau ngomong yang manis dong kek Unaya contohnya". Kata Jeka malu-malu saat menyebut nama Unaya. Victor dan Ririn sontak saja langsung meledek pemuda itu.
"Ciyeee... Unaya mulu yang diinget. Maklum sih tipe cewek idaman si Bos kan yang gemoy kek gitu". Komentar Victor.
"Omong-omong soal Unaya, dia apa kabar? Gak lo ajak kemari Jek?". Tanya Ririn yang memang jarang kontakan dengan Unaya. Maklum sama-sama sibuk.
"Dia lagi pemotretan. Tadinya sih gue mau nemenin, tapi males aja". Alibi Jeka.
"Gegayaan lo bilang males. Unaya eek di WC aja lo intilin". Canda Victor.
"Sialan lo".
Sementara itu Unaya dan Jun sudah sampai di lokasi pemotretan. Sudah banyak staff yang lalu-lalang mempersiapkan set. Unaya keluar dari mobil lebih dulu kemudian berjalan dengan percaya diri masuk ke dalam ruangan. Lah ini Jun malah ditinggal. Tapi lelaki yang sedang mencoba peruntungan dengan membuka agensi hiburan itu merasa beruntung karena bisa ikut Unaya pemotretan. Hitung-hitung latihan jadi bos yang ngawasin artisnya hehe.
Baru juga asyik ngobrol dengan salah satu staff, Jun dikagetkan oleh suara teriakan Unaya yang sedang mencak-mencak pada seseorang yang ia ketahui adalah manager-nya. Jun bergegas mendekati Unaya yang sudah berlinang air mata kemudian mencoba menanyakan titik permasalahan yang sedang terjadi.
"Tenang dulu Unaya, ada apa ini?". Tanya Jun dengan sabar. Agak tidak enak karena gadis itu mendadak jadi pusat perhatian. Ada kamera Lambe-Lambe turah juga yang diam-diam merekam.
"Gimana saya bisa tenang kalo tiba-tiba diputus kontrak tanpa sebab?! Ini juga CEO-nya kek entut, di telepon gak jawab!". Omel Unaya lagi sambil beberapa kali mendial nomor CEO agensinya.
"Ini gimana kok bisa kayak gini?". Kini Jun bertanya pada manager Unaya yang sedari tadi diam menunduk karena diomeli Unaya.
"Saya juga gak tahu Pak. Saya cuma dikasih kabar Bos besar kalo pemotretan hari ini Job terakhir Mbak Unaya. Agensi memutus kontrak Mbak Unaya karena memang masa kontrak sudah habis". Jelas manager Unaya. Jun menganggukan kepalanya paham. Sebetulnya memang bukan salah agensi juga kalau memang tidak memperpanjang kontrak Unaya, toh masa kontrak sudah habis. Agensi punya hak untuk menawarkan dan tidak menawarkan kontrak pada Unaya. Mungkin yang salah adalah karena tidak ada pemberitahuan sebelumnya sehingga terkesan buru-buru dan tidak bisa diterima Unaya.
"Unaya, Unaya sudah. Kalau agensi kamu tidak menawarkan kontrak sama kamu ya tidak apa-apa..".
"Om tuh diem aja! Om gak ngerti! Unaya gak mau pemotretan! Gak guna!". Unaya menendang kursi yang ada didepannya. Please, ini tuh aneh. Agensi Unaya yang ada di Singapura sukses dan besar ya karena kerja kerasnya. Selama ini Unaya selalu kasih keuntungan ke agensi kok, dan bayarannya sudah selevel selebritis papan atas. Padahal baru sekitar tiga tahun debut. Tapi gak nyangka aja tiba-tiba dibuang tanpa kejelasan. Gak bisa diterima!
"Ya udah oke. Kalau kamu gak mau pemotretan, ayo pulang". Sahut Jun tegas kemudian menarik tangan Unaya dengan paksa menuju mobil. Unaya jelas meronta karena belum puas maki-maki managernya. Tapi untungnya tenaga Jun lumayan kuat sehingga berhasil membawa Unaya masuk ke dalam mobil.
"Om apa-apaan sih?! Saya belum selesai maki-maki manager saya! Om gak tahu gimana perasaan saya bla bla bla...". Unaya terus mengomel dan Jun dengan sabar mendengarkan ocehan gadis itu. Untung Jeka sudah mewanti-wanti sebelumnya untuk membawa stok tisu atau kapas buat nyumpel kuping. Ternyata benar Unaya kalau ngomel panjang kayak kereta api.
"Udah ngomelnya?". Tanya Jun saat Unaya batuk-batuk.
"Hmmmmm".
"Nih minum dulu". Jun mengulurkan sebotol air mineral yang langsung disambar oleh Unaya. Gadis itu meneguknya dengan rakus hingga tandas.
"Diputus kontrak itu gak apa-apa Unaya. Masih banyak agensi yang mau pekerjakan kamu". Setelah Unaya mulai bisa menguasai diri, Jun mencoba menasehati dengan hati-hati.
"Ya itu sih pasti Om. Siapa juga yang gak butuh jasa Unaya, gelay aja itu agensi yang buang Unaya!". Unaya mengibaskan rambutnya sombong .
"Cakep!!! Ya udah gak usah ngomel-ngomel begitu. Kamu tadi marah-marah kalau jadi viral gimana? Nanti nama baik kamu juga yang tercoreng".
"Bodo amat! Biar sekalian orang-orang tahu kebusukan agensi itu! Tapi masalahnya ini Unaya mau kerja dimana? Baru berapa hari di Jakarta, gak segampang itu cari agensi baru". Ujar Unaya dengan sendu diakhir kalimatnya. Jun tersenyum penuh arti kemudian mengeluarkan kartu nama dari saku jas-nya.
"Gabung saja di Jun Hit Entertainment. Kamu akan jadi artis pertama saya". Kata Jun penuh semangat. Unaya menatap Jun tidak yakin. Apa masa depan Unaya bakal cerah kalau CEO-nya aja modelan Om Papa? Oh No!!
--Ex-Bangsat Boys--