Seseorang menabarak Luci saat gadis itu berdiri dan hampir membawa Hans beserta ranjang di mana anak itu berbaring.
Luci masih bingung memikirkan cara bagaimana dia bisa membawa Hans keluar dari sini sementara mobilnya tidak akan cukup untuk mengangkut Hans dan ranjangnya.
Lalu jika ranjangnya Hans ditinggal apa itu tidak apa-apa buat Hans? Itu tidak akan menganggu pernapasannnya kan? Jika Luci memanggil ambilance apa ambulance itu mau datang?
Luci mengaduh setelah merasakan otot keras milik orang itu.
"Aduh!" erang Luci.
Gadis itu sebenarnya ingin marah dan mengumpat atau mengatakan kata-kata kasar. Mungkin saking emosinya dia saat ini. mungkin memang saking stressnya gadis itu malam ini.
Tapi dia mengurungkan niatnya setelah bisa melihat sosok yang baru saja ia tabrak tadi.
Cahaya di sekitar memang masih remang-remang dengan penerangan minim.
Di sini penerangan hanya dilengkapi oleh lampu berwarna kuning yang itu pun ditelatkkan tepat di depan pintu keluar, sementara sekarang Luci berada di sekitar tempat sampah.
Orang yang ditabrak Luci cukup tinggi. Aromanya menyengat, bukan menyengat alcohol atau rokok namun baunya menyengat oleh sebuah parfum.
Parfum ini beraroma lembut dengan kesegaran bunga dan buah yang disatukan. Aroma parfum ini adalah jenis parfum yang disukai Luci.
Gadis itu suka aroma buah dan bunga, dan jangan lupa dia suka mencampur-campur aroma parfum sama seperti parfum yang ia pakai saat ini.
"Ma – maafkan saya," bisik Luci sembari membungkuk dalam-dalam.
Lalu gadis itu berjalan untuk meraih ranjang di mana Hans sedang terbaring.
Namun sebelum Luci bisa melakukannya orang atau lelaki itu sudah menarik dan mencekal tangan Luci. Luci kaget dan ketakutan.
Sekarang tiba-tiba sebuah lampu menyoroti wajah Luci. Gadis itu mencoba menghalau sinar itu dengan meletakkan kedua telapak tangannya di depan wajah. Silaunya cukup menyakitkan matanya.
Akan tetapi lelaki itu memaksa tangan Luci untuk turun dan menyingkir dari wajah cantiknya, dari matanya yang bulat dan besar, dari bibir sintalnya, dan dari hidungnya yang runcing, atau dari fitur wajahnya yang sangat sensual dan seksi.
"Apa – apa yang Anda lakukan?" tanya Luci dengan mata terpejam.
Hal itu disebabkan oleh cahaya lampu tadi masih belum tersingkir dari depan matanya.
Sepertinya lampu itu berasal dari sebuah senter yang besar atau mungkin senter dari layar ponsel sebab lampu itu hanya menyoroti Luci tanpa bisa memperlihatkan lelaki yang sedang berdiri di depannya.
"Kau?" bisik lelaki itu yang sekarang sudah menurunkan senter yang dipegangnya.
Seperti dugaan Luci, ternyata cahaya itu berasal dari senter di belakang ponsel.
Luci masih kebingungan sebab nyatanya lelaki di depannya masih belum menampakkan wajahnya.
Sekarang Luci juga ketakutan, siapa tau lelaki itu adalah salah satu suruhan mantan kliennya yang dendam pada Luci sebab Luci menolak bercinta dengan mereka?
Namun yang jelas orang itu bukan Tuan Philip.
"Si – siapa Anda?" tanya Luci.
Tangan gadis itu sudah melingkar di sekitar dadanya, padahal dadanya sudah dilindungi oleh ransel yang dia dapat dari Alan tadi malam. Ransel itu sekarang berisi beberapa uang sisa untuk Luci.
Lelaki itu belum menjawab apa-apa. Justru lelaki itu menarik pergelangan tangan Luci dan membawa Luci untuk menuju suatu tempat.
"A – apa yang kau lakukan? Lepaskan aku! Komohon lepaskan!" pinta Luci.
Berulang kali gadis itu menoleh ke belakang, pada Hans yang ditinggalkan begitu saja.
Udara di sini tidak dingin namun dia khawatir jika Hans agak terganggu dengan suhu di sini, belum lagi di sini penuh dengan bau asap rokok dan alcohol yang menyengat.
Tapi lelaki yang mencengkeram tangannya demi membawanya ke suatu tempat itu tidak berkata apa-apa.
Sekarang mereka berdua berhenti di bawah sebuah latar di depan gedung, jauh dari Hans.
Langit sudah agak terang walau masih belum menunjukkan cahaya.
Orang-orang juga sudah tidak beraktivitas, yang mabuk dan bergelimpungan di jalan sudah benar-benar terkapar.
Luci sekarang bisa melihat dengan jelas di pelataran ini, tentang penampilan lelaki yang mencengkeram tangannya itu.
Tubuhnya agak kekar dari yang dia lihat saat di belakang gedung tadi. Kepalanya mengenakan topi fedora yang bentuknya seperti milik penyanyi legendaris Michele Jackson.
Sepertinya orang-orang di sini suka memakai topi fedora. Dia juga memakai sebuah mantel panjang berwarna hitam.
"Ini aku, Bee," ujar lelaki itu sembari melepas topi fedora yang berada di atas kepalanya.
Wajahnya sekarang terlihat. Dia memiliki wajah agak kotak dengan rahang kokoh.
Beberap bulu halus seperti berewok tumbuh pada wajahnya.
Matanya menjorok ke dalam dengan hidung bangir seperti burung betet. Rambutnya wangi yang diberi minyak rambut. Lalu setelah itu dia kembali memakai topinya lagi.
"Siapa kau?" tanya Luci dengan ketegangan yang tak bisa dikendalikan.
Bee adalah nama lamanya, nama yang selalu ingin dia sembunyikan. Sebab nama itu adalah nama pemberian dari orang tua angkatnya.
Kedua orang tua angkat Luci memang suka memberi nama anak-anak angkatnya dengan nama binatang. Bee adalah nama Luci, Bee sendiri memiliki arti lebah.
"Kau lupa? Ini aku. Lihat wajahku baik-baik!" pinta lelaki itu dengan wajah sangat sumringah.
Lelaki itu bahkan menurunkan wajahnya agar Luci bisa melihatnya dengan lebih baik. Tapi percuma Luci tetap tidak bisa mengenalinya.
"Oh, ayolah, apa karena berewok ini?" tanya lelaki itu sambil tertawa.
Tawanya yang renyah bahkan bisa menakuti Luci. Lalu lelaki itu berhenti tertawa setelah menyadari sikapnya yang tidak bisa membuat Luci tersenyum.
"Ini aku Spider," ujar lelaki itu yang saat ini tengah memperkenalkan dirinya.
Tapi Luci masih belum bisa mengingatnya. Baginya masa lalu yang dia miliki bersama keluarga angkatnya itu sangatlah mengerikan.
Usianya pun masih enam tahun ketika diadopsi, dan Luci terperangkap selama tiga tahun di dalam keluarga itu, begitu kata yayasan yang menampungnya setelah Luci bisa bebas.
Dia tidak bisa mengingat banyak hal di sana. Beberapa ingatan memang terlihat jelas namun beberapa hanya berupa semburat mimpi saja.
Spider bisa melihat ketakutan itu di dalam mata Luci, dan itu membuatnya sangat menyesal.
"Apa kau masih sangat takut?" tanya Spider dengan nada sangat lembut yang dipenuhi oleh banyak perhatian.
Luci tidak merespon. Dia takut jika Spider adalah salah satu kaki tangan orang tua angkatnya.
Luci takut jika orang tua angkatnya masih mencari anak-anak angkatnya yang kabur. Luci takut jika mereka ingin mencari anak-anak yang akhirnya membongkar kedok mereka di depan hukum, orang tua Luci dipenjara setelah itu.
Luci juga takut jika Spider adalah anak tertua di kandang dulu yang menjadi mata-mata bagi orang tua angkatnya karena Luci sudah tidak ingat sama sekali nama-nama dari saudaranya.
"Aku anak yang dipukuli oleh Toy. Aku yang babak belur dan dibawa keluar dari kandang itu," desah Spider dengan suara yang agak bergetar. Mungkin dia tengah mengingat masa-masa kelam itu.
"Apa? Jadi itu kau?" desis Luci tak percaya.
Luci pikir salah satu saudara angkatnya itu telah mati sebab memang tubuhnya sudah tidak bisa dikatakan manusia lagi, hancur.
Spider saat masih kecil diinjak dan dipukuli dengan tongkat berpaku, juga ditinju hingga wajahnya rusak dan babak belur hanya karena Spider mengatakan dia melihat sebuah celah di samping pintu.
Saat itu Spider berkata bagaimana, jika mereka keluar dan melihat pemandangan ke sekitar, hanya itu tidak lebih.
Luci berpikir anak itu sudah mati dan dikubur diam-diam. Tapi ternyata dia masih hidup, anak itu bahkan tumbuh dengan sehat sekarang,
Tanpa pikir panjang Luci berhambur dan memeluk Spider dengan erat, itu hanya sebuah reflek. Akhrinya dia menemukan salah seorang dari keluarganya
***