webnovel

Kamu suka sama Rena?

"RENNAA! Gue tau lo masih di dalem kan?! Keluar, Ren! Lo emang nggak sekolah apa? Lo mau bolos? Gue tau lo marah sama gue, gue minta maaf karena—"

"Heh! Ngapain lo?" tanya Rean yang menghentikan teriakan cowok itu.

"Lo sendiri ngapain? Ini rumah Rena, gue teriak juga di depan rumah Rena, bukan rumah lo!" jawabnya dengan ketus.

"Tapi berisik!"

"Tutup aja kuping lo! Gitu aja repot!"

"Mending sekarang lo pergi deh, atau perlu gue panggil security komplek buat usir lo?"

"Panggil aja," ucapnya dengan menantang.

"Oke." Rean mengeluarkan ponselnya, dan langsung mencari kontak security komplek.

"Eh, lo beneran? Gue kira bercanda, iya deh, iya, gue pergi!" ucap Ryu dengan menatap Rean dengan tatapan tak suka.

"Lo sahabat Rena, kan?" tanya Ryu.

"Pergi atau—"

"Iya, gue pergi!" Ryu naik ke motor besarnya dengan memakai helmnya, dan langsung melajukan motornya. Rean hanya tersenyum tipis.

"Emang kamu punya nomer security?" tanya Anne yang lagi-lagi mengejutkan anak cowoknya itu. Rean tertawa kecil sambil menggelengkan kepalanya. Anne juga tertawa karena anaknya itu berbohong tanpa ketahuan.

"Mama udah telpon bundanya dan dia bilang kalau dia akan pulang sore ini. Mending kamu sekarang sarapan dan berangkat sekolah. Kalau ada apa-apa sama Rena, mama akan telpon kamu."

Rean hanya mengangguk patuh, ia kembali berjalan masuk dan duduk di samping papanya yang sedang menikmati secangkir kopi.

"Kamu suka sama Rena?"

Pertanyaan sang papa yang tiba-tiba membuat cowok itu terkejut dan menoleh pada papanya yang sedang tertawa kecil. "Khawatir belum tentu suka, pa," jawab Rean dengan menyipitkan matanya.

"Bercanda, jangan serius gitu dong," ucap sang papa tersenyum jahil.

Rean menoleh jam yang ada di dinding, ia terkejut melihat jam yang sudah menunjukan pukul tujuh kurang lima belas, yang artinya lima belas menit bel akan berbunyi, dan itu membuat Rean kembali bangkit dari duduknya.

"Aku sarapan di kantin sekolah aja, aku berangkat sekarang," ucap Rean berjalan mengambil kunci motornya dan langsung berlari keluar.

"Reaan, kamu enggak bawa tas?" teriak Anne yang membuat Rean berlari kembali, dan menaiki anak tangga dengan cepat. Ia kembali turun dengan menenteng tas juga jaket di tangannya.

"Aku berangkat dulu, ma, paa," pamit Rean dengan sedikit berteriak.

***

Rena, gadis yang masih terlelap dengan selimut tebal yang masih menyelimuti tubuhnya. Matanya perlahan terbuka, dan langsung terbelalak saat melihat jam dinding yang ada hadapannya.

"HAH? Hampir jam tujuh?!" pekik Rena yang langsung terbangun.

Saat ia mendadak bangun, tiba-tiba saja kepalanya terasa pusing, tangannya bergerak memegang kening dan merasakan sedikit panas. Ia menghela napas, daripada ia harus berlarian menuju sekolah, yang berakhir terlambat, ia memutuskan untuk membolos satu hari ini saja.

Ia perlahan bangun dari tempat tidurnya, dan melangkah selangkah untuk menuju ke jendela. Ia membuka tirai, membiarkan cahaya matahari masuk dengan bebas ke kamarnya. Saat membuka jendela, ia tersenyum tipis saat melihat batu kecil yang banyak di balkon kamarnya.

"Rena? Kamu baik-baik saja?" Mendengar suara dari sebrang membuat ia mengangkat sedikit kepalanya dan melihat wanita paruh baya yang sedang tersenyum ke arahnya.

"Eh, mama. Aku baik-baik aja kok, cuma aku kesiangan bangun," jawab Rena tersenyum pada Anne.

Rena memang sudah terbiasa memanggil Anne dengan sebutan mama, dan Rean pun sudah biasa memanggil Bunda Rena dengan sebutan bunda. Karena ya … sudah kebiasaan dari kecil.

"Buka gembok kamu, kamu sedikit pucat. Mama masak sup ayam, kamu belum makan kan?" tanya Anne yang melihat wajah Rena sedikit memucat.

"Iya, ma."

Rena berjalan dengan sedikit lemas karena rasa pusing, dan perutnya yang sedikit nyeri. Bahkan saat menuruni anak tangga, ia sedikit lamban karena ia tak ingin terjatuh.

Ia terus berjalan sampai pintunya, ia membuka kunci pintu dan pintu pagarnya. Di depan sudah ada Anne yang membawa nampan.

Tangan Anne memegang kening Rena, dan ia sedikit terkejut saat merasakan tubuh Rena yang sedikit panas.

"Kamu demam, nak. Kenapa masih bilang baik-baik saja? Ayo, mama kompres," ucap Anne yang membantu Rena berjalan masuk kembali.

Rena memilih untuk tiduran di sofa, karena ia bosan berada di kamar. Anne sedang mengambil kompresan, dan menyiapkan ia makan.

Tak membutuhkan waktu lama, Anne meletakan mangkuk kompresan juga bubur untuk Rena yang sudah ia anggap sebagai anaknya.

"Ayo mama suapin makanannya," ucap Anne duduk menyamakan tinggi Rena.

"Aku makan sendiri aja, Ma," tolah Rena halus.

"Sudah, biar mama aja yang suapin kamu. Kamu kemarin belum makan?"

Rena menggeleng pelan. "Terakhir makan nasi dua hari lalu," ucap gadis itu dengan menyengir.

Anne menggelengkan kepalanya. "Pantas saja kamu mudah sakit," ucapnya yang membuat Rena kembali tertawa kecil.

"Rean udah berangkat sekolah?" tanya Rena yang mendadak ingat Rean.

"Sudah, dia khawatir banget sama kamu. Ini, bilang aaa."

Rena mengangguk dan membuka mulutnya. Satu suapan nasi masuk ke mulut Rena. "Aku tau, dia banyak lempar batu kecil ke jendela aku," ucap Rena sambil mengunyah makanannya.

"Dasar, kalian itu tidak pernah berubah ya," ucap Anne tersenyum, dan kembali memasukan satu suapan nasi ke mulut Rena.

***

"Riel, apa kamu mau menolong saya?" tanya Marlyn yang menghampiri meja kerja Riel.

Riel memutar kursinya ke kanan melihat wanita paruh baya itu yang tampak sedikit cemas. "Apa, bos?"

"Kamu ke rumah saya, lihat kondisi Rena. Kata tetangga saya, dia sakit demam. Saya bisa pulang sore ini karea siang ini saya ada rapat sama klien penting, jadi tidak bisa saya tinggalkan begitu saja. Ini kuncinya."

Rean menerima kunci itu, dan menganggukkan kepalanya. Tangannya mengambil jaket yang ada di kursi, dan langsung memakainya sambil berjalan. Tiba-tiba saja ia ikutan khawatir pada Rena. Ntah kenapa ia takut terjadi sesuatu hal pada Rena.

***

"Lah, Rean. Kok lo sendirian? Gue kira Rena telat bareng lo," ucap Yunbi yang melihat Rean masuk ke dalam kelas seorang diri. Untuk saja di jam kedua ini, jam kosong. Jadi Rean tak perlu dihukum dua kali.

"Rena nggak berangkat."

"Kenapa? Dia sakit?!" tanya Josen yang langsung menoleh pada cowok yang tengah melepas jaket, dan tasnya. Rean pun hanya mengangkat kedua bahunya sebagai jawaban.

Brakk!

Suara pintu terbuka dengan kencang, kelas yang tadinya gaduh berubah menjadi hening saat melihat kedatangan ketua OSIS di kelas itu.

"Rena ada nggak?" tanya Ryu dengan sedikit berteriak.

Saat Josen ingin menjawab, Rean lebih dulu menutup mulut Josen dengan telapak tangannya. "Diem, dia jangan sampe tau," ucap Rean berbisik di telinga teman se-bangkunya.

"Rena enggak masuk," jawab ketua kelas. Ryu mengusap wajahnya kasar, sambil mendesis.

"Apa dia beneran marah sama gue?" pikir Ryu seraya berjalan meninggalkankelas itu.

Yunbi mencoba untuk menelepon Rena, tapi nomor itu tidak aktif lagi. Ia menyernit bingung dengan kembali menoleh pada Rean yang sedang memainkan ponselnya.

"Rean, nomer Rena ganti?"

"Enggak tuh, kenapa? – oh iya, dari kemarin juga enggak aktif," jelas Rean

"Ntar gue balik mau ke rumahnya aja lah, apa ia sakit gara-gara kemarin dia ketemu sama Rezvan?" gumam-nya yang kembali melanjutkan membaca komik yang ia pinjam di perpustakaan.

"Rezvan? Idol Tripel R?" tanya Rean memastikan lagi.

*** Maaf kalau ada typo :( ***

Chương tiếp theo